Pantas Saja Ngotot Ingin Hancurkan Ukraina Dengan Militer Penuh Walau Bisa Memicu Perang Dunia III, Terkuak Ini Alasan Rusia Ogah Lepaskan Ukraina ke Tangan Barat

Afif Khoirul M

Penulis

Lantas apa alasan Ukraina mengapa begitu diinginkan Rusia dan tidak boleh merapat ke Barat sedikitpun?

Intisari-online.com - Keinginan Rusia untuk mengambil kembali Ukraina sebagai bagian integral mereka memang cukup ekstrem.

Ukraina yang kini mendekat ke Barat memicu amarah Rusia, sehingga mengara pada konflik terbesar Eropa sejak Perang Dunia II.

Bahkan konflik antara Rusia dan Ukraina bisa menjadi pemicu Perang Dunia III, jika melihat banyak negara yang terlibat di dalamnya.

Rusia yang saat ini beraliansi dengan China bisa menyerang Ukraina kapan saja.

Baca Juga: Pantas Amerika Serikat Memohon-mohon Rusia Jangan Gempur Ukraina, Terkuak Negeri Beruang Punya Senjata Militer Terkuat di Bumi, Kekuatannya Bisa Ledakkan Seluruh Dunia

Namun, Ukraina yang mendekat ke Barat tentu tidak akan dibiarkan begitu saja dihancurkan Rusia oleh NATO.

Lantas apa alasan Ukraina mengapa begitu diinginkan Rusia dan tidak boleh merapat ke Barat sedikitpun?

Menurut 24h.com.vn,Rusia memiliki hubungan budaya, ekonomi dan politik yang mendalam dengan Ukraina.

Ada pandangan bahwa Ukraina adalah pusat Rusia dalam sejarah, mempromosikan citra Rusia secara global.

Baca Juga: Perang dengan Rusia Bak Makin Dekat, Ukraina Buru-buru Buka Tempat Perlindungan Bom di Negaranya

Rusia dan Ukraina telah hidup bersama selama ratusan tahun, bahasanya tidak jauh berbeda.

Kiev, ibu kota Ukraina, pernah dianggap sebagai "pusat kota Rusia", sama berpengaruhnya dengan Moskow atau St. Petersburg,selama abad ke-8 dan ke-9.

Dalam sebuah pernyataan pada Juli 2021, Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan bahwa Rusia, Belarusia, dan Ukraina saat ini adalah keturunan Kievan Rus, sebuah konfederasi yang didirikan oleh Dinasti Rurik pada abad ke-9.

Orang-orang ini terkait erat oleh iman dan bahasa yang sama.

"Perpecahan selama berabad-abad dan hidup di negara yang berbeda telah menciptakan kekhasan linguistik dari setiap daerah, yang menyebabkan munculnya bahasa asli yang berbeda di setiap negara," kata Putin.

Salah satu alasan minat khusus Rusia adalah bahwa sekitar 8 juta orang keturunan Rusia tinggal di Ukraina, terkonsentrasi di selatan dan timur.

Baca Juga: Dibongkar Mantan Mata-Mata Ukraina, Terkuak Rencana Rusia Serang Ukrina Bisa Jadi Konflik Dunia, Skenario Perang Dunia III Ternyata Bisa Terjadi Ini Penyebabnya

Moskow menganggap Rusia memiliki tanggung jawab untuk melindungi orang-orang ini dari "ancaman genosida" Ukraina.

Setelah runtuhnya Uni Soviet, ada aliran pendapat di Rusia bahwa pembagian Rusia-Ukraina adalah kesalahan sejarah dan bahwa kemiringan Ukraina ke Barat tidak dapat diterima.

Selain itu, merapatnya Ukraina ke Barat membuat khawatir Rusia, karena dipicu oleh sejarah Perang Dingin.

Beberapa berpendapat bahwa ekspansi NATO sejak akhir Perang Dingin adalah sesuatu yang dikhawatirkan Rusia.

Pada tahun 2004, NATO mengakui 5 anggota lagi, termasuk 3 negara bekas Uni Soviet (Estonia, Latvia dan Lithuania).

Empat tahun kemudian, NATO mengumumkan sedang mempertimbangkan untuk mengizinkan Ukraina dan Georgia bergabung.

Baca Juga: Tak Sudi China Makin Kuat diLaut China Selatan, Amerika Nekat Keliling Asia Tenggara Termasuk Indonesia,Klaim Bisa Ratakan China Dengan Gunakan Strategi Ini

Pada tahun 2008, Presiden Rusia Vladimir Putin memperingatkan bahwa keterlibatan NATO di Ukraina adalah "tindakan bermusuhan terhadap Rusia".

Didorong oleh NATO, Georgia meluncurkan kampanye militer pada Agustus 2008, yang bertujuan untuk mengalahkan separatis pro-Rusia di Ossetia Selatan dan Abkhazia.

Rusia langsung bergerak mengirim lebih dari 70.000 tentara ke medan perang dengan Georgia.

Setelah 12 hari pertempuran, Georgia harus menarik pasukannya dari wilayah yang memisahkan diri, sementara Rusia mengumumkan pengakuan atas dua wilayah otonom dan mendirikan pangkalan militer atas nama patronase.

Selama konflik dengan Ukraina yang pecah pada tahun 2014, peringkat persetujuan Putin meroket hingga lebih dari 80%.

Artikel Terkait