Sama-sama Berkedok Agama Seperti Herry Wirawan, Pendeta AS Ini Menjelma Jadi Predator Anak di Timor Leste, para Korban Malah Diintimidasi oleh Warga, Kok Bisa?

Tatik Ariyani

Penulis

Richard Daschbach bersama anak-anak di Timor Leste.

Intisari-Online.com -Akhir-akhir ini, publik dihebohkan dengan berita guru pesantren asal Bandung bernama Herry Wirawan (36) yang memperkosa 21 santriwati di yayasan miliknya.

Akibat kekejian pelaku, para korban hamil dan melahirkan 10 orang anak.

Salah seorang santriwati bahkan sudah memiliki dua anak di usia 14 tahun.

Kasus pemerkosaan santriwati itu pertama kali dilaporkan kepada kepolisian pada pertengahan 2021.

Baca Juga: Kini Menerjang Dalam Bentuk Badai, Setengah Abad Lalu Hadir dalam Wujud Invasi, Nama Bunga Bak Jadi Malaikat Pencabut Nyawa Warga Timur Leste, Korban Jiwa Berjatuhan

Namun, kasus ini baru diketahui publik ketika sidang ketujuh dengan agenda mendengar keterangan saksi di Pengadilan Negeri Bandung, Selasa (7/12/2021) lalu.

Tak hanya kali ini saja agama dijadikan kedok oleh pelaku untuk melakukan aksi bejatnya, di Timor Leste, kejadian serupa oleh predator anak pun pernah terjadi.

Richard Daschbach dulunya adalah seorang pendeta yang begitu dipuja di Timor Leste.

Daschbach sendiri dipuja karena perannya dalam menyelamatkan banyak nyawa selama perjuangan berdarah Timor Leste untuk merdeka dari Indonesia.

Baca Juga: Tergiur Iming-Iming Kontrak Ladang Minyak Ini, Timor Leste disebut Bisa Jadi Biang Keladi Negara Perusak Iklim, Gara-Gara Kiriman Limbah dari Australia Ini

Dia juga mendirikan panti asuhan Topu Honis di daerah kantong terpencil Oecusse, Timor Leste.

Namun, di balik itu semua, Daschbach rupanya orang yang begitu mengerikan.

Daschbach dituduh melakukan pelecehan seksual terhadap anak-anak di Timor Leste.

Timor Leste sendiri merupakan sebuah negara di mana sekitar 96 persen penduduknya beragama Katolik dan gereja adalah salah satu institusi paling kuat di negara itu.

Daschbach kemudian secara resmi diberhentikan oleh Paus Fransiskus pada tahun 2018, setelah dia mengakui tindakannya kepada gereja, seperti melansir abc.net.au (10/2/2021).

Namun tuntutan hukum formal baru diajukan oleh Jaksa Agung Timor Leste September lalu.

Tuntutan-tuntan tersebut termasuk 14 tuduhan pelecehan seksual terhadap anak di bawah usia 14 tahun, satu tuduhan pornografi anak dan tuduhan kekerasan dalam rumah tangga.

Daschbach, yang tetap dihormati oleh banyak orang di Timor Timur, diadili di sana pada bulan Februari untuk menghadapi tuduhan melakukan pelecehan seksual terhadap gadis-gadis muda dalam perawatannya di penampungan anak yatim dan anak-anak miskin Topu Honis yang ia dirikan pada tahun 1992.

Baca Juga: Dari Primbon Jawa, Tentukan Arah Bangunan Rumah Pembawa Keberuntungan Berdasarkan Neptu Weton Lahir Anda

Jika terbukti bersalah, Daschbach menghadapi hukuman hingga 20 tahun penjara.

Sidang yang tertutup untuk umum itu sempat tertunda beberapa kali hingga dilanjutkan pada Juli.

Ini menandai kasus pelecehan seksual pendeta pertama di tempat dengan persentase umat Katolik tertinggi di luar Vatikan.

Mirisnya, para korban pelecehan itu diintimidasi oleh warga.

Dalam sebuah pernyataan publik pada 6 Desember, Juridico Social Consultori (JU,S) yang mewakili para korban dalam kasus ini mengatakan, “penting diketahui bahwa para korban dan keluarga mereka, serta masyarakat secara keseluruhan, telah menanggung rasa sakit dan penderitaan yang luar biasa sebagai akibat dari tindakan yang mengarah pada kasus ini.”

“JU,S mendesak masyarakat untuk menahan diri dalam menerbitkan pernyataan yang ditujukan untuk merendahkan, mengintimidasi, dan melecehkan saudara perempuan kita karena semata-mata memilih untuk menggunakan prosedur hukum yang tersedia untuk menuntut ganti rugi atas hak-hak mereka,” kata lembaga itu.

Selama persidangan, dari 14 korban didengar, delapan di antaranya diminta untuk bersaksi tanpa kehadiran Daschbach di ruang sidang.

JU,S dalam pernyataannya menyatakan, upaya membawa kasus ini ke pengadilan telah dilalui dengan banyak tantangan.

Baca Juga: Boro-boro Bisa Lolos dari Hukuman Penjara Seperti Rachel Vennya, di Negara-negara Ini Pelanggar Karantina Dihukum Sangat Berat, Ada yang Nyaris Dihukum Mati!

“Ini termasuk pesan-pesan kebencian dan xenophobia, hasutan kekerasan di media sosial dan di dalam komunitas lokal terhadap staf JU,S, dan ancaman langsung oleh terdakwa untuk membunuh salah satu mitra perusahaan,” katanya.

“Selain itu, tuduhan palsu terhadap JU,S dan informasi menyesatkan mengenai kasus ini sering terjadi, dipublikasikan melalui platform yang disediakan oleh outlet berita online lokal tertentu. Ancaman dan pelecehan diintensifkan dengan dimulainya sidang pada Februari 2021,” tambah mereka.

Lembaga itu menyatakan, tekanan yang mereka dan para terduga korban alami merupakan bukti kenyataan bahwa stereotip gender masih lazim di masyarakat Timor.

“Sejumlah stereotip yang terungkap melalui kasus ini antara lain persepsi bahwa nilai seorang wanita diukur dari keperawanannya dan kecurigaan semata-mata telah mengalami pelecehan seksual mengurangi martabatnya sebagai manusia, gagasan bahwa jika ada penundaan dalam melaporkan kekerasan seksual, tuduhan itu harus palsu, bahwa untuk kejahatan seperti pelecehan seksual untuk dibuktikan harus memerlukan saksi langsung karena kata-kata seorang wanita terhadap seorang pria tidak pernah cukup untuk menunjukkan tindakan kriminal pria dan akhirnya untuk korban kekerasan berbasis gender untuk percaya dia tidak punya pilihan lain selain mengungkapkan identitasnya,” kata mereka.

“Pada gambaran yang lebih besar, keberadaan stereotip ini akan terus menjadi tantangan bagi upaya menjamin persamaan hak antara perempuan dan laki-laki di semua sektor masyarakat kita,” kata mereka.

Artikel Terkait