Find Us On Social Media :

Berbanding Terbalik dengan Erupsi Gunung Semeru yang Bikin Panik, Ilmuwan NASA Sebut Jika Gunung Api yang Satu Ini Meletus, Justru Kita Harus Bahagia, Kok Gitu?

By Mentari DP, Senin, 6 Desember 2021 | 11:45 WIB

Gunung Semeru erupsi.

Intisari-Online.com - Gunung Semeru erupsi pada Sabtu (4/12/2021) sekitar pukul 15.00 WIB. 

Akibat dari Gunung Semeru erupsi ini, 14 orang dilaporkan meninggal dunia.

Menurut Kepala Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Andiani, pada mulanya, Gunung Semeru mengeluarkan lahar.

Baca Juga: Dibongkar Intelijen Amerika, Rusia Dituduh Jadi Biang Kerok Kekacauan di Eropa, Tindakan Rusia Ini Disebut-sebut Bisa Menyulut Seisi Eropa ke Dalam Peperangan

Lalu data seismogram menunjukkan amplitudo maksimum 25 milimeter.

Selanjutnya erupsi Semeru berupa awan panas mulai berguguran.

Meski begitu, Andiani menyebut status Semeru masih berada pada Waspada Level II dan evakuasi warga telah dilakukan sejak dua hari lalu.

Bicara soal erupsi gunung api selalu membuat kita panas dingin. Apalagi Indonesia memang memiliki banyak gunung api aktif.

Walau begitu, itu tidak berlaku untuk gunung api yang satu ini.

Menurut ilmuwan NASA, jika Gunung Agung meletus, malah kita harus bahagia.

Loh kok gitu?

Baca Juga: Ketika Vladimir Putin Dituduh Bersiap Melakukan Invasi demi Caplok Ukraina, Amerika, Inggris, dan NATO Beberkan Skenario Rusia Bisa Invasi Ukraina

 

Dilansir dari The New York Times pada Senin (6/12/2021), kabar ini sempat menjadi bahan pembicaraan pada Februari 2018 silam.

Pada saat itu, NASA rupanya berharap bisa memanfaatkan meletusnya Gunung Agung.

Tujuannya guna mempelajari efek lebih lanjut.

Mereka berharap, dengan melacak letusan Gunung Agung, maka mereka bisa tahu lebih banyak tentang bagaimana bahan kimia yang dilepaskan ke atmosfer.

Ini tentu bisa membantu mereka untuk melawan perubahan iklim.

Pernyataan itu muncul setelah Gunung Agung meletus pada akhir November 2018.

Pada saat itu, gunung itu secara konsisten menuangkan uap dan gas ke atmosfer.

Fenomena ini dianggap begitu kuat sehingga menyebabkan apa yang dikenal dengan “musim dingin vulkanik”.

Fenomena itu mengingatkan para penelit tentang meletusnya gunung berapi terbesar, yaitu Gunung Tambora pada 1815.

Sebab dampak dari meletusnya Gunung Tambora bisa menyebabkan turunnya salju di Albany, New York, pada Juni setahun berikutnya.

Melihat hal itulah mereka berharap meletusnya Gunung Agung bisa menjadi kesempatan mereka untuk tahu bagaimana gunung api bisa mempengaruhi iklim seperti Gunung Tambora.

Selain itu, karakter Gunung Agung mirip dengan Gunung Pinatubo di Filipina yang disebut sebagai letusan terbesar abad ke-20.

Baca Juga: Bukan Amerika, Rupanya Inilah Target-target Baru Taliban Sejak Resmi Jadi Penguasa Afghanistan, Lebih dari 100 Orang Diculik Lalu Dieksekusi, Apa Salahnya?

 

 

Pada waktu itu, satu kubik mil batu dan abu ke udara dan 20 juta ton gas belerang dioksida dimuntahkan ke atmosfer.

Akibatnya gas itu mempengaruhi keseluruhan planet kita.

Selain itu, terjadi reaksi kimia, ketika gas bercampur dengan uap air. Hal tu menghasilkan tetesan “super dingin” kecil yang dikenal sebagai aerosol.

Selanjutnya, aerosol memantulkan dan menyebarkan sinar matahari ke bumi.

Akibatnya suhu global rata-rata turun satu derajat Fahrenheit selama beberapa tahun.

Menurut para ilmuwan itu, letusan Gunung Agung pada 2018 silam identik dengan meletusnya Gunung Pinatubo.

Itulah sebabnya NASA mengatakan meletusnya Gunung Agung malah membuat kita bahagia.

Sebab mereka berharap bisa mempelajari efeknya selama bertahun-tahun yang akan datang.

Baca Juga: Gunung Semeru Meletus dan Memuntahkan Lava Panas: Intip Apa yang Terjadi pada Pria Ini Ketika Lava Panas Gunung Api Mengenai Tubuhnya, Kakinya Sampai Hancur!