Penulis
Intisari-Online.com - Perseteruan terjadi antara pihak Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani.
Bahkan, MPR meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memecat Menkeu Sri Mulyani.
Hal tersebut seperti yang disampaikan Wakil Ketua MPR RI, Fadel Muhammad.
MPR kecewa dengan kinerja dan sikap Sri Mulyani, yaitu terkait pemangkasan anggaran MPR serta ketidakhadirannya dalam beberapa kali rapat dengan MPR.
"Kita minta presiden memberhentikan dan mencopot menteri keuangan karena tidak etik dan tidak cakap dalam kinerjanya," kata Fadel dalam konfrensi pers di Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (30/11/2021), dikutip Tribunnews.
Menurut Fadel, menteri keuangan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan koordinasi dengan MPR RI sebagai lembaga perwakilan rakyat yang diisi oleh 575 anggota DPR RI dan 136 anggota DPD RI.
Protes itu pun ditanggapi oleh Staf Khusus Menkeu Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo.
Terkait ketidakhadiran Sri Mulyani dalam dua kali rapat dengan MPR, dijelaskan bahwa jadwal rapat tersebut berbarengan dengan agenda rapat lainnya.
"Undangan rapat dua kali yaitu tanggal 27 Juli 2021 bersamaan dengan rapat internal Presiden yang harus dihadiri, sehingga diwakili Wakil Menteri Keuangan," terang Yustinus, dikutip Kompas.com (1/12/2021).
Sementara pada agenda rapat kedua Sri Mulyani dan MPR pada 28 September, sambung dia, atasannya tersebut harus kembali menunda pertemuan karena secara bersamaan ada rapat dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR, "Dengan demikian diputuskan rapat dengan MPR ditunda," katanya.
Lebih lanjut terkait pemangkasan anggaran, Yustinus menyampaikan, hal itu berkaitan dengan penghematan untuk menunjang dana pemulihan dampak Covid-19.
Kini tengah meminta Presiden untuk memberhentikan menterinya, MPR sendiri punya 6 'kesaktian', apa saja?
Berikut ini 6 wewenang MPR RI sebagaimana dikutip dari UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
a. Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;b. Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden hasil pemilihan umum;c. Memutuskan usul DPR untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya, setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden;
d. Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya;e. Memilih Wakil Presiden dari 2 (dua) calon yang diusulkan oleh Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya; danf. Memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, dari 2 (dua) pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon presiden dan wakil presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya.
Di antara wewenang di atas, pernah terjadi MPR memutuskan untuk memberhentikan Presiden, yaitu ketika masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
Presiden Gus Dur diberhentikan, lalu jabatan orang nomor satu Indonesia tersebut digantikan wakilnya, Megawati Soekarnoputri.
Peristiwa tersebut terjadi 20 tahun lalu, tepatnya pada 23 Juli 2001.
MPR RI sendiri saat ini diketuai oleh Bambang Soesatyo, yang resmi lantik untuk periode 2019-2024 dalam Sidang Paripurna MPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (3/10/2019).
Dalam perseteruan dengan Sri Mulyani, ia menyampaikan hal senada dengan wakilnya, Fadel Muhammad.
"Sudah beberapa kali diundang oleh Pimpinan MPR, Sri Mulyani tidak pernah datang. Dua hari sebelum diundang rapat, dia selalu membatalkan datang.
"Ini menunjukkan bahwa Sri Mulyani tidak menghargai MPR sebagai lembaga tinggi negara," jelasnya.
(*)