Itung-itungan Era Presiden Jokowi Dalam Sebulan Nambah Utang Rp55 Triliun, Sri Mulyani Malah Beberkan Utang Indonesia Tinggi Akibat Warisan Utang Masa Lalu Ini, Kurs Rupiah Jadi Penyebabnya

Tatik Ariyani

Editor

Menteri Keuangan Sri Mulyani
Menteri Keuangan Sri Mulyani

Intisari-Online.com -Pertambahan total utang pemerintah selalu menjadiisu sensitifdi Tanah Air.

Saat ini total utang negara mencapai Rp6.625,43 triliun.

Utang pemerintah di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun terus mengalami kenaikan, baik di periode pertama maupun periode kedua pemerintahannya.

Jadi, lonjakan utang memang sudah terjadi jauh sebelum pandemi Covid-19.

Baca Juga: 'Jebakan Utang' China di Afrika Akhirnya Bikin Susah China Sendiri, Ketidakstabilan di Wilayah Tersebut yang Mati-matian Dihindari Barat Bisa Bikin Tiongkok Rugi Besar dalam Hal Ini

Dikutip Kompas TV dari laman APBN KiTa September 2021 yang dirilis Kementerian Keuangan, utang pemerintah per Agustus 2021 tersebut naik dibandingkan sebulan sebelumnya.

Utang per Juli 2021 adalah sebesar Rp6.570,17 triliun.

Dalam sebulan, pemerintah Presiden Jokowi sudah menambah utang baru sebesar Rp55,26 triliun.

Penyebab tingginya utang pemerintah saat ini kemudian dijelaskan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Baca Juga: Tak Heran Jepang sampai Kecewa Berat pada Indonesia, Dikasih Proyek Kereta Cepat Harga Murah Malah Pilih China yang Harganya Selangit, Endingnya Malah Keteteran Sendiri Utang Makin Banyak

Sri Mulyani mengatakan, lonjakan utang Indonesia tidak terjadi begitu saja.

Menurutnya, utang Indonesia sudah parah sejak puluhan tahun lalu, dan memburuk saat krisis moneter tahun 1997-1998.

Dikutip dari Kontan, Rabu (27/10/2021), Sri Mulyani menjelaskan, “Waktu ada krisis 1997-1998 dengan adanya bail out, makanya utang kita (negara) sangat tinggi karena obligasi. Jadi ujung-ujungnya adalah beban negara.”

Sri Mulyani menjelaskan, saat itu banyak perusahaan dan perbankan yang meminjam dolar Amerika Serikat (AS), termasuk obligasi pemerintah.

Hal itu menjadi beban untuk Indonesia.

Sebab, nilai tukar rupiah terus terkoreksi, mulai dari Rp2.500 per dolar AS sampai dengan sekitar Rp17.000 per dolar AS.

Selain lonjakan utang, kala itu pemerintah juga berusaha memberikan stimulus pada perusahaan agar tidak semakin banyak yang buntung dan menjaga keberlangsungan ekonomi.

Baca Juga: Baru Sekarang Mencak-Mencak, Ternyata China Sudah Tahu Militer Amerika Dikirim Ke Taiwan Sejak 40 Tahun Lalu, Tetapi Memilih Bungkam Gara-Gara Hal Ini

Sri Mulyani juga menjelaskan, kenaikan utang pemerintah ibarat dua sisi, bisa menjadi penggerak ekonomi. Sebaliknya, bisa menjadi beban apabila tidak dikelola secara baik.

Ia menyebut, pengelolaan anggaran negara tak bisa dilepaskan dari utang, seperti melansir Kompas.com.

Utang pemerintah dipakai untuk menambal defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Artikel Terkait