Cuitan Viral Menteri Lingkungan Hidup Sampai Disorot Media Asing, Indonesia Disebut Mengkritik Ikrar Deforestasi COP26 'Tidak Adil' Beberapa Hari Setelah Menyepakatinya

May N

Penulis

Hutan telah berganti menjadi petak-petak perkebunan kelapa sawit.

Intisari - Online.com -Beberapa waktu yang lalu viral cuitan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar, yang mengatakan ikrar menghentikan deforestasi Indonesia seharusnya tidak menghentikan pembangunan Indonesia.

Kini cuitan tersebut disorot berbagai media asing yang mengatakan bagi Siti Nurbaya Bakar, perjanjian global untuk mengakhiri deforestasi tahun 2030 "tidak pantas dan tidak adil."

Cuitan Siti Nurbaya Bakar sendiri datang beberapa hari setelah Indonesia bergabung dalam janji menghentikan deforestasi.

Perjanjian disepakati pada hari Senin dalam pembicaraan iklim KTT COP26 di Glasgow, Skotlandia.

Baca Juga: Polusi Makin Menggila Sebabkan Perubahan Iklim Secara Ekstrem, Terkuak Inilah Negara yang Disebut Bisa Lenyap dari Muka Bumi Disapu Tsunami Akibat Perubahan Iklim

"Memaksa Indonesia mencapai deforestasi nol tahun 2030 adalah jelas-jelas tidak pantas dan tidak adil," ujarnya di Twitter hari Rabu (3/11/2021).

"Pembangunan besar-besaran di era Jokowi tidak boleh berhenti atas nama emisi karbon atau deforestasi," ujarnya.

Komentarnya lahir segera setelah perjanjian menggarisbawahi tantangan yang dihadapi menghadapi tujuan deforestasi global, dengan hanya tiga negara yang menyimpan 85% hutan dunia, yaitu Indonesia, Brasil dan Republik Demokratik Kongo.

Menambah kebingungan atas posisi Indonesia, wakil menteri luar negeri Indonesia, Mahendra Siregar, Kamis menyangkal jika deforestasi nol di tahun 2030 adalah bagian dari perjanjian COP26, seperti dikutip dari NBC News.

Baca Juga: Walau Diprotes Oleh Suku Papua Karena Membunuh Sagu, Kelapa Sawit Bak Komoditas Unggulan yang Dipaksakan untuk Hidupi Bumi Cendrawasih, Ini Datanya

"Deklarasi yang disampaikan tidak merujuk pada 'mengakhiri deforestasi tahun 2030,'" ujarnya.

"Penting untuk bergerak lebih dari sekedar narasi, retorika dan target sewenang-wenang," tambahnya.

Lebih jauh ia menjelaskan jika janji itu tidak berarti untuk menghentikan deforestasi seluruhnya, tapi untuk memastikan tidak ada kerugian bersih dari lahan berhutan.

Seorang juru bicara dari kementerian LHK tidak segera merespon permintaan klarifikasi pada hari Kamis dan istana tidak bisa dihubungi.

Baca Juga: Bikin Gempar Dunia Usai Disebut Sudah Siap Bertempur, Faktanya China-Malaysia Kini Lagi Kompak-kompaknya Bikin Industri Andalan Indonesia Anjlok, Sampai Bikin India Ikut-ikutan

Mahendra kemudian mengatakan kepada Reuters jika Indonesia mengartikan "menghentikan dan mengembalikan kehilangan hutan dan degradasi lahan tahun 2030," seperti dituliskan dalam perjanjian, sebagai "penanganan hutan berkelanjutan… bukan mengakhiri deforestasi tahun 2030."

Menteri Siti Nurbaya Bakar mengatakan definisi deforestasi memiliki cakupan yang berbeda-beda, sehingga menggunakan standar Eropa untuk Indonesia itu tidak adil.

Alih-alih, ia menggarisbawahi kepemilikan Indonesia, tujuan yang kurang mutlak, di mana sektor kehutanan akan menyerap lebih banyak gas rumah kaca daripada yang dilepaskan tahun 2030 dengan meminimalisasi deforestasi dan memelihara hutan.

Namun tanggapan penuh amarah justru datang dari para aktivis lingkungan.

Baca Juga: Suku Adat Papua Barat Menang, Izin Penebangan Hutan Seluas Negara Belgia Akhirnya Dicabut, Rencana Jadikan Papua Lahan Sawit Terancam Gagal

"Pernyataannya sangat-sangat mengecewakan," ujar Kiki Taufik, kepala kampanye hutan Greenpeace Indonesia, menyebutnya "kontras dengan deklarasi."

Meskipun Indonesia memiliki rencana untuk memensiunkan pembangkit listrik bertenaga batubara dan mencapai nol emisi karbon sebelum 2060, meninggalkan hutan tidak terusik adalah tantangan.

Indonesia menjadi eksportir minyak kelapa sawit terbesar di dunia saat ini, dan di tahun 2019 saja wilayah hutan dan lahan lain separuh luasan Belgia dibakar untuk perkebunan.

Namun, pemerintah telah menunda memberi izin untuk perkebunan baru sejak 2018 dan memotong deforestasi sebanyak 75% tahun lalu.

Baca Juga: Malaysia Kena Getahnya, Jadi Dua Produsen Sawit Terbesar di Dunia, Pembeli Malah Blokir Produk Minyak Sawit dari Perusahaan Ini Setelah Tuduhan Kerja Paksa Mencuat

Indonesia juga mencari cara memperluas industri nikel dan mobil listrik (EV), yang akan memerlukan lebih banyak lahan.

Fitch Solutions, dalam penelitian terkait perjanjian COP26, mengatakan perjanjian ini bisa berisiko menghentikan perkembangan rantai pasokan EV Indonesia dan pembangunan tambang nikel baru karena tekanan menghentikan deforestasi.

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini

Artikel Terkait