Penulis
Intisari-Online.com - Ketika pemerintah Mesir hendak memindahkan 22 mumi kerajaan kuno pada April lalu, warga Mesir begitu heboh membicarakan tentang 'kutukan firaun'.
Warga Mesir khawatir bahwa pemindahan tersebut akan membangkitkan kutukan yang begitu melegenda ini.
Para warga lokal membicarakan masalah kutukan tersebut di media sosial.
Mereka beralasan adanya hubungan antara parade tersebut dengan sejumlah bencana yang terjadi belakangan di Mesir.
Parade pemindahan mumi para raja Mesir Kuni itu pun dikaitkan dengan insiden kapal karam yang memblokade Terusan Suez, tabrakan kereta yang menimbulkan banyak korban jiwa, hingga runtuhnya gedung di Alessandria yang menewaskan setidaknya 18 orang.
Kehebohan itu pun mendapat berbagai tanggapan, salah satunnya diungkapkan Arkeolog Mesir Zahi Hawass, yang menepis rumor tersebut.
"Sebelum mumi akan berjalan hari ini di jalan-jalan Kairo hal-hal yang terjadi di Mesir: kapal di Terusan Suez, juga kereta api mengalami kecelakaan dan sebuah bangunan runtuh.
"Semua orang mengatakan ini adalah kutukan mumi, tapi saya katakan di sana bukan kutukan mumi," katanya kepada NBC News.
"Kutukan itu bagus untuk TV, film dan surat kabar, tapi itu tidak benar. Tidak ada kutukan sama sekali," ujarnya.
Kisah tentang kutukan mumi atau kutukan firaun memang sudah ada sejak lama dan banyak dipercaya.
Melansir nationalgeographic.com, kisah"kutukan mumi" ini pertama kali mendapat pengakuan dunia setelah penemuan makam Raja Tutankhamun tahun 1922 di Lembah Para Raja dekat Luxor, Mesir.
Ketika itu, harta karun Tut yang berkilauan menjadi berita utama, terutama setelah pembukaan ruang pemakaman pada 16 Februari 1923.
Seiring pembukaan makam itu diperbincangkan, begitu pula laporan sensasional tentang kematian sponsor ekspedisi Lord Carnarvon yang menyusulnya.
Carnarvon meninggal karena keracunan darah, dan hanya enam dari 26 orang yang hadir saat makam itu dibuka meninggal dalam satu dekade.
Sementara Howard Carter, target utama kutukan apapun jika kutukan itu memang bekerja, bahkan hidup sampai tahun 1939, hampir 20 tahun setelah makam itu dibuka.
Cartel adalah sosok yang membuka lubang kecil untuk mengintip ke dalam makam dengan harta karun tersembunyi selama 3.000 tahun itu.
Dengan kenyataan semacam itu, tampaknya kutukan firaun bisa jadi kurang menggigit. Tetapi yang terjadi, kisah kutukan itu tidak kehilangan kemampuan untuk memukau orang-orang.
Sementara itu, mendiang Egyptologist Dominic Montserrat melakukan pencarian komprehensif dan menyimpulkan bahwa konsep kutukan itu dimulai dengan "striptease" yang aneh di London abad ke-19.
"Pekerjaan saya menunjukkan dengan cukup jelas bahwa konsep kutukan mumi mendahului penemuan Tutankhamen Carnarvon dan kematiannya seratus tahun," kata Montserrat kepada Independent dalam sebuah wawancara beberapa tahun sebelum kematiannya sendiri.
"Penelitian saya tidak hanya mengkonfirmasi bahwa, tentu saja, tidak ada konsep kutukan mumi yang berasal dari Mesir kuno,
"Tetapi, yang lebih penting, itu juga mengungkapkan bahwa itu tidak berasal dari publikasi pers tahun 1923 tentang penemuan makam Tutankhamen juga, " tegas Montserrat kepada Independent.
Itu sedikit berbeda dengan Salima Ikram, seorang ahli Mesir Kuno di Universitas Amerika di Kairo, yang percaya bahwa konsep kutukan memang ada di Mesir kuno sebagai bagian dari sistem keamanan primitif.
Dia mencatat bahwa beberapa dinding mastaba (makam non-piramida awal) di Giza dan Saqqara sebenarnya bertuliskan "kutukan" yang dimaksudkan untuk menakuti mereka yang akan menodai atau merampok tempat peristirahatan kerajaan.
"Mereka cenderung mengancam para penodai dengan pembalasan ilahi oleh dewan para dewa," kata Ikram. "Atau kematian karena buaya, atau singa, atau kalajengking, atau ular."
Baca Juga: Segera Daftar, Yuk! Ini Daftar Lengkap Gaji TNI AL Beserta Daftar Kecabangan Matra TNI Satu Itu
Pendapat lebih baru membicarakan tentang kutukan firaun yang bersifat biologis.
Tentang kemungkinan makam yang disegel menampung patogen yang bisa berbahaya atau bahkan mematikan bagi mereka yang membukanya setelah ribuan tahun, terutama bagi orang-orang dengan sistem kekebalan yang lemah seperti Lord Carnarvon.
Kemudian studi laboratorium telah menunjukkan beberapa mumi kuno membawa jamur, termasuk Aspergillus niger dan Aspergillus flavus , yang dapat menyebabkan kemacetan atau pendarahan di paru-paru.
Bakteri penyerang paru-paru seperti Pseudomonas dan Staphylococcus juga dapat tumbuh di dinding makam.
Tapi, meski zat-zat tersebut mungkin membuat kuburan terdengar berbahaya, para ilmuwan tampaknya setuju hal sebaliknya.
F. DeWolfe Miller, profesor epidemiologi di Universitas Hawaii di Manoa, sependapat dengan pendapat awal Howard Carter, bahwa mengingat kondisi setempat, Lord Carnarvon justru mungkin lebih aman di dalam makam Tut daripada di luar.
"Gagasan bahwa makam bawah tanah, setelah 3.000 tahun, akan memiliki semacam mikroorganisme aneh di dalamnya yang akan membunuh seseorang enam minggu kemudian dan membuatnya tampak persis seperti [keracunan darah] sangat sulit dipercaya," katanya.
Menurut Miller, faktanya dia tidak mengenal arkeolog—atau seorang turis yang pernah mengalami penderitaan yang disebabkan oleh racun makam. Bagaimana menurut Anda?
(*)