Penulis
Intisari - Online.com -Maskapai pelat merah Indonesia PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk makin berada di kondisi yang tidak bisa terselamatkan.
Ternyata, pemerintah sudah ancang-ancang menyiapkan rencana jika Garuda benar-benar tidak dapat terselamatkan.
Pemerintah menyiapkan maskapai pengganti, karena keuangan emiten berkode GIAA ini tengah berdarah-darah.
Utang Garuda masih menggunung, kemudian mereka juga silih berganti menghadapi gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dari para krediturnya yang dapat berujung kepailitan.
Covid-19 telah memperburuk bisnis penerbangan sehingga kinerja keuangan Garuda Indonesia diperkirakan sulit bertahan.
Kementerian BUMN sudah secara terbuka menyatakan jika pemerintah tengah menyiapkan maskapai pengganti jika Garuda Indonesai tidak bisa diselamatkan.
Pelita Air Service (PAS) adalah maskapai yang dipilih sebagai maskapai pengganti mengisi layanan penerbangan berjadwal menggantikan Garuda Indonesia.
Anak perusahaan PT Pertamina ini awalnya hanya melayani penerbangan charter.
PAS menjadi operator pesawat charter terbesar di Indonesia, memiliki bandara sendiri yaitu Bandara Pondok Cabe, berlokasi di Tangerang Selatan.
Perusahaan ini berdiri tahun 1970 yaitu ketika Indonesia mengalami booming minyak di era Orde Baru.
Saat itu Pertamina mendapat keuntungan besar dari lonjakan produksi dan kenaikan harga minyak dunia, dan akhirnya mendirikan berbagai anak perusahaan salah satunya Pelita Air Service.
PAS didirikan untuk mengisi kebutuhan pengangkutan udara ke daerah terpencil, terutama di kawasan kantong-kantong tambang minyak BUMN dari Sabang sampai Merauke, menggantikan Pertamina Air Service.
Setelah sukses melayani penerbangan para pejabat dan pegawai Pertamina, Pelita Air melebarkan sayap bisnis membuka penerbangan charter untuk transmigrasi, pemadam kebakaran, pengungsi, palang merah, kargo, pengamatan tumpahan minyak sampai foto udara.
Pelita Air juga memiliki bisnis yang hampir serupa dengan Garuda Indonesia, yakni bisnis perawatan dan pemeliharaan pesawat.
Bisnis ini dikelola anak perusahaannya, PT Indopelita Aircraft Services yang berkemampuan merawat dan memperbaiki pekerjaan dari lapangan udara milik sendiri di Pondok Cabe, terdiri dari hangar, gudang dan landasan sepanjang 2000 meter.
Awalnya Pelita Air membuka penerbangan berjadwal pada tahun 2000 tapi ditutup tahun 2005 karena ingin fokus pada penerbangan charter.
Pelita Air Service mengoperasikan beberapa armada antara lain pesawat rotary wing dan fixed wing untuk melewati seluruh medan Indonesia. Diantaranya, ATR 42-500, ATR 72-500, CASA 212-200, AT 802, Bell 412 EP, Bolkow NBO-105, Sikorsky S76 C++, Sikorsky S76-A, Bell 430.
Keputusan menggunakan Pelita Air menggantikan Garuda tertuang dari ucapan wamen BUMN II Kartiko Wirjoatmodjo.
"Kalau mentok ya kita tutup (Garuda), tidak mungkin kita berikan penyertaan modal negara karena nilai utangnya terlalu besar,’" kata Wakil Menteri BUMN II Kartiko Wirjoatmodjo dilansir dari Antara.
Menurut Tiko, panggilannya, progres negosiasi dan restrukturisasi utang Garuda Indonesia dilakukan dengan seluruh lender, lessor pesawat, hingga pemegang sukuk global, melibatkan tiga konsultan yang ditunjuk Kementerian Negara BUMN.
Tiko juga menilai opsi penutupan Garuda Indonesia tetap terbuka meski berstatus sebagai maskapai flag carrier.
Alasannya, saat ini sudah lazim sebuah negara tidak memiliki maskapai yang melayani penerbangan internasional.
Dia pun beralasan meskipun Garuda Indonesia bisa diselamatkan, nyaris mustahil Garuda Indonesia bisa melayani lagi penerbangan jarak jauh, misalnya ke Eropa.
Oleh karena itu, untuk melayani penerbangan internasional, maskapai asing akan digandeng sebagai partner maskapai domestik.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini