Penulis
Intisari-online.com - Penyebaran Covid-19 yang begitu cepat dan mudah untuk menular ke siapa saja tampaknya mustahil untuk dihindari.
Hal ini membuat sejumlah negara memilih menyerah dan hidup berdampingan dengan Covid-19.
Seperti misalnya Singapura dan Inggris yang telah membuka kembali negaranya, dan memilih hidup berdampingan dengan Covid-19 menggunakan prosedur yang ketat.
Namun, China justru memiliki sikap sebaliknya, bertenyangan dengan banyak negara yang kini telah menyerah untuk menghilangkan Covid-19 dari negaranya.
China menjadi satu-satunya negara di dunia yang masih setia dengan strategi "zero Covid".
Sementara itu, negara Asia lainnya, Singapura, bergerak ke arah sebaliknya, "Living with Covid".
Lantas apa kata pakar China tentang ini?
"Sistem untuk melindungi kesehatan lebih dari 1,4 miliar orang tidak mudah dibangun. Kita tidak bisa membiarkan semuanya berlalu," kata Li Ling, pakar penelitian kesehatan dan ekonomi di Universitas Peking.
Ia mengomentari kemungkinan China meninggalkan strategi "nol Covid".
China saat ini menerapkan tindakan karantina tanpa kompromi untuk mencegah risiko kebangkitan Covid-19.
Termasuk pelacakan, isolasi, blokade, dan pengujian luas setiap kali infeksi virus muncul.
Singapura, negara Asia Tenggara, telah mencabut pembatasan pertemuan sejak Agustus.
Negara ini mengizinkan orang untuk makan di restoran, bekerja di kantor, dan pergi ke tempat umum.
Meski mencatat beberapa ribu kasus Covid-19 setiap hari, Singapura tetap percaya diri mengejar "hidup bersama Covid" ketika 83% penduduknya telah divaksinasi.
Pada 20 Oktober, Singapura mencatat 3.994 infeksi Covid-19 baru, rekor jumlah orang yang terinfeksi virus dalam sehari di negara pulau singa itu.
"Singapura gagal karena jumlah kasus Covid-19 meroket. Jika China, negara berpenduduk lebih dari 1,4 miliar orang, mengikuti mereka, jumlahnya tidak akan berhenti pada 3.000 atau 4.000 kasus," kata Li.
"Selama Covid-19 tidak dikendalikan, suatu negara tidak dapat menghilangkan risiko penyebaran penyakit," katanya.
"Mengatakan kontrol ketat menyebabkan beban ekonomi di China? Saya pikir itu tidak benar. Dengan strategi sirkulasi ganda, ekonomi China terus pulih," tambahnya.
"China mengutamakan kesehatan masyarakat, dan tidak terburu-buru untuk membuka kembali seperti Singapura,"imbuh Li.
Pada bulan Juli, Zhang Wenhong ahli virus paling terkenal di China, mengatakan bahwa negara itu perlu belajar untuk hidup dengan Covid-19.
Menurut Zhang, meskipun China mendorong untuk memvaksinasi, Covid-19 masih akan menyebar untuk waktu yang lama.
Meski menerapkan banyak tindakan karantina yang ketat, China baru-baru ini mencatat gelombang baru penularan Covid-19 di banyak provinsi seperti Gansu, Shaanxi, Mongolia Dalam, dan juga ada kasus di ibu kota Beijing.
Pada 21 Oktober, China mencatat 21 kasus Covid-19 lagi, termasuk 18 kasus domestik.