Padahal Cuma Numpang Lewat, Kapal Perang China-Rusia Ini Bikin Jepang Panas Dingin, Walau Tak Mengusik Negeri Sakura Ternyata Hal Ini yang Bikin Jepang Ketakutan Setengah Mati

Afif Khoirul M

Penulis

Kapal perang Rusia tembakkan rudal di dekat Jepang.

Intisari-online.com - Belakangan Jepang melaporkan bahwa negaranya bakal disambangi 10 kapal perang China dan Rusia.

Sepuluh kapal tersebut akan melewati selat Tsugaru bersama-sama untuk pertama kalinya.

Meski tak melanggar kedaulatan perairan teritorial Jepang, tetapi ini membuat Tokyo panas dingin.

Ternyata ada alasan mengapa Jepang begitu ketakutan dengan lewatnya kapal peranng China-Rusia tersebut.

Baca Juga: Siap Perang Kapan Saja, China Diam-diam Bangun Pangkalan Udara Dekat India, Lengkap dengan Peralatan Militer yang Siap Menyerang dari Jarak Presisi

Pada tanggal 18 Oktober, 10 kapal perang China dan Rusia melewati satu demi satu melalui Selat Tsugaru antara pulau Jepang Honshu dan Hokkaido.

Pasukan Bela Diri Jepang mengatakan kelompok itu terdiri dari lima kapal perang China dan lima kapal angkatan laut Rusia yang baru saja kembali dari latihan awal bulan ini.

Meski melewati bagian tengah Jepang, 10 kapal perang Rusia-China tidak menyusup ke wilayah perairan negara ini.

Lebar 19,5 km, Selat Tsugaru memisahkan pulau utama Honshu dari prefektur Jepang Hokkaido.

Baca Juga: Gara-Gara Rudal Hipersonik China Ini Seluruh Dunia Dibuat Geger, Amerika Ketar-Ketir Ungkap Ternyata Ikut Kembangkan Senjata Serupa Untuk Lawan China dan Rusia

Tsugaru juga menghubungkan Laut Jepang (Korea menyebutnya Laut Timur) dengan Samudra Pasifik.

Selama Perang Dingin, Jepang memutuskan untuk membatasi laut teritorial di Selat Tsugaru menjadi 3 mil laut, bukan 12 menurut hukum internasional.

Keputusan itu mengubah kawasan di tengah Selat Tsugaru menjadi perairan internasional, sehingga memungkinkan kapal asing lewat dengan bebas.

Menurut perhitungan, Jepang ingin membantu kapal perang AS membawa senjata nuklir melalui Selat Tsugaru tanpa melanggar komitmen Tokyo untuk tidak membiarkan senjata nuklir muncul di wilayahnya.

Namun, inisiatif itu menjadi celah ketika 10 kapal perang Rusia-China melewati Jepang tanpa hambatan selain dipantau oleh pesawat P-3C.

Mengeksploitasi celah teritorial Jepang secara menyeluruh, perjalanan 10 kapal perang Rusia-China berfungsi sebagai peringatan ke Tokyo sambil tetap mematuhi hukum internasional, menurut SCMP.

Baca Juga: Barat Kepanasan, Kanada Pun Ikut-ikutan, Ternyata Presiden China Bakalan Jadi Pemimpin Dunia Digadang Akan Berhasil, Inilah yang Membuat China Bakal Jadi Negara Adidaya

"Kami memantau secara ketat aktivitas angkatan laut China dan Rusia di sekitar Jepang," kata Yoshihiko Isozaki, Wakil Kepala Staf Kabinet Jepang, pada 19 Oktober.

Angkatan Laut AS dan Korea Selatan telah berkali-kali melewati Selat Tsugaru, tetapi tidak pernah menimbulkan kekhawatiran bagi Jepang.

Namun, sikap Tokyo terhadap armada Rusia dan China sangat berbeda.

Menurut para ahli, dengan rute tak terduga dari kelompok kapal perang, China ingin mengganggu Jepang sementara Rusia mengirim pesan keras ke AS sekutu terdekat Tokyo.

"China dan Rusia telah melakukan latihan bersama berkali-kali, tetapi ini adalah pertama kalinya mereka menggunakan Selat Tsugaru untuk memasuki Samudra Pasifik," katanya.

"Hal ini membuat Tokyo sangat tidak nyaman tetapi tidak bisa memberikan tanggapan apapun. Hubungan kerja sama strategis China-Rusia sedang menuju ke Jepang," kata seorang analis keamanan yang tidak disebutkan namanya dari Institut Nasional untuk Studi Pertahanan (NIDS).

Baca Juga: Mengerikan! Inilah Lima Kutukan Kuno yang Misterius, Benarkah Kutukan Mematikan Raja Ini Sama dengan yang Terjadi Saat Para Peneliti Buka Peti Mati Firaun Tutankhamun?

Menurut para ahli, di masa depan, kapal perang China-Rusia dapat berulang kali menggunakan Selat Tsugaru untuk bergerak.

Cara "menambal" lubang inilah yang membuat Jepang pusing.

"Hal yang paling menjengkelkan adalah kelompok 10 kapal perang Rusia-China hanya beberapa kilometer dari pantai Jepang," kata James Brown, seorang profesor hubungan internasional di Temple University di Tokyo.

Artikel Terkait