Penulis
Intisari - Online.com -Proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung baru-baru ini menarik perhatian lagi.
Hal ini karena proyek ini tiba-tiba dialihkan dari sebelumnya Menteri Ekonomi, Airlangga Hartarto, ke tangan Menteri Koordinator Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan.
Serta, ternyata proyek ini kini menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Mengutip Nikkei Asia, ternyata proyek kereta api cepat yang merupakan kerjasama Indonesia dengan China ini membutuhkan dana lebih banyak dari yang diperkirakan.
China tidak hanya membangun jalur kereta api cepat di Indonesia saja.
Negara tetangga malah ternyata banyak yang terlibat lebih jauh dalam proyek yang didanai oleh China.
Proyek-proyek ini didanai China dalam payung program negeri Tiongkok bernama Belt and Road Initiative (BRI).
Diperkenalkan oleh Presiden China Xi Jinping tahun 2013 lalu, BRI digadang-gadang menjadi langkah China menjadi negara berpengaruh di dunia.
Namun, BRI juga disebut-sebut menjadi langkah China untuk ekspansi, dan dengan pinjaman uang yang tidak masuk akal, banyak yang menyebut proyek ini sebagai jebakan utang China.
Meski begitu, banyak negara yang tergiur juga dengan program ini.
Salah satunya adalah Laos, salah satu negara di Asia Tenggara.
Jalur kereta China-Laos akan dibuka pada 2 Desember, tapi belum jelas apakah proyek jebakan utang China tersebut bisa menyebar ke negara Asia Tenggara lainnya.
Jalur kereta ini begitu mentereng, menghubungkan ibukota Vientiane dengan provinsi China selatan, Yunnan.
Membentang sejauh 414 kilometer dari perbatasan dengan China, jalur kereta baru akan mengubah Laos dari negara yang terkurung daratan.
Proyek yang termasuk dalam Belt and Road Initiative ini disebutkan oleh media pemerintah China, Xinhua, senilai USD 6 miliar.
Xinhua, sebagai agen propaganda China, menyebut proyek ini bermanfaat bagi Laos karena bisa menumbuhkan ekonomi mereka, dengan kereta api cepat maka turis dan pebisnis China bisa dengan mudah masuk ke Laos dan menumbuhkan ekonomi negara berkembang itu.
China menjalankan berbagai cara menunjukkan kereta China-Laos sebagai cerita sukses BRI.
BRI sendiri juga sudah mendorong negara Asia Tenggara lain dengan tegas menerima dan menyongsong skema pembangunan infrastruktur USD 1 triliun yang telah berbentuk apa saja di negara tetangga Laos.
Termasuk juga kemajuan dalam jalur kereta lain yang mirip di Thailand dan proyek pelabuhan di Myanmar.
Keduanya adalah kunci untuk visi BRI dalam ekonomi regional terhubung dengan China sebagai pusatnya.
Visi ini jauh lebih menguntungkan China, karena menjamin keamanan ekonomi China saat ketegangan terus berlanjut dengan AS dan sekutu-sekutu mereka di jalur perdagangan laut seperti Laut China Selatan.
Memang, jalur kereta China-Laos adalah prestasi yang luar biasa, yang akan berlanjut dari Vientiane menuju yang rencananya sebuah jembatan baru di Sungai Mekong ke Nong Khai di Thailand, kemudian menuju Singapura.
Namun ada efek negatif ke rencana besar yang membuat Laos utang besar-besaran pada China.
Sekitar USD 3,6 miliar dari biaya total pembangunan jalur kereta sebesar USD 5,97 miliar itu telah dibiayai oleh pinjaman dari Bank Ekspor-Impor China dan sisanya oleh LCTC, yang terdiri dari tiga firma milik pemerintah China yang memegang saham 70% serta perusahaan negara Laos dengan saham 30%.
Namun bagian dari Laos pun juga ditutup sebagian dengan pinjaman dari China.
China tanpa ampun menagih Laos, walaupun ekonomi Laos sebesar USD 20 miliar dibebani kira-kira USD 12,6 miliar di utang luar negerinya, termasuk USD 5,9 miliar yang didapat dari meminjam China untuk jalur kereta dan proyek lainnya.
Fitch Ratings menggambarkan pembayaran ulang utang luar Laos sebagai "menantang" dalam laporan 9 Agustus dengan sekitar USD 422 juta untuk sisa tahun 2021 "dan kurang lebih USD 1.16 miliar untuk tenggat waktu antara 2022 dan 2025."
Untuk memenuhi persyaratan tanpa harus berutang lagi, dan kemungkinan besar dari China, akan lebih dari "tantangan", ujar laporan Fitch Ratings.
Kekhawatiran meningkat jika Laos akan segera tenggelam dalam utang yang mereka tidak bisa lunasi dan menjadi korban dalam jebakan utang China.
Tidak bisa membayar dalam mata uang mereka, Laos telah menggunakan cara melunasi utang ke China melalui pertukaran uang ke ekuitas.
September tahun lalu, Vientiane memberikan kontrol besar untuk perusahaan utilitas negara yang penuh utang, Electricite du Laos, kepada China Southern Power Grid Co untuk menutupi utang mereka.
Laporan mencatat saat itu artinya perusahaan listrik nasional Laos secara de fakto dikuasai oleh perusahaan milik negara China.
Pengikisan kedaulatan ini tidak diragukan lagi membunyikan alarm bahaya bagi negara Asia Tenggara lain, tapi bukan Thailand.
Thailand sampai saat ini ditekan Beijing terus-terusan untuk benar-benar berkomitmen pada BRI.
Thailand sudah memiliki jaringan rel kereta api luas dengan rel berukuran satu meter, sedangkan kereta api berkecepatan tinggi China-Laos beroperasi pada standar 1.435 milimeter.
Artinya, Thailand dan sekitarnya harus membangun jalur kereta api yang baru dari nol.
Baca Juga: Tak Berguna, Proyek Super Mahal Timor Leste Ini Justru Bikin Negara Masuk Jebakan Utang China
Bahkan Malaysia dan Singapura memiliki rel pengukur meteran yang tidak akan cocok untuk kereta berkecepatan tinggi China ini.
Dengan ini, apakah BRI bisa benar-benar terwujud dan China bisa mewujudkan ambisinya di Asia Tenggara? Prediksi untuk hal ini masih belum bisa dilihat.
Yang pasti, Laos sudah mutlak dikuasai oleh China.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini