Penulis
Intisari-Online.com – Perdana Menteri Israel, Naftali Bennet, akan berusaha membujuk Joe Biden agar urung kembali ke Perjanjian Nuklir 2015.
Berbicara kepada Menteri Luar Negeri Antony Blinken, Bennett mengaku membahas ‘bagaimana bisa mencegah dan meredam upaya Iran untuk mendominasi kawasan dan ambisi mereka memproduksi senjata nuklir’.
Melansir AP (26/8/2021), Bennet akan memberi tahu Biden, bahwa sekarang adalah saatnya untuk menghentikan Iran, untuk menghentikan hal ini, dan tidak lagi menghidupkan perjanjian nuklir yang telah usang dan tidak lagi relevan, meskipun mereka yang dulu berpikir hal itu relevan.
Konflik nuklir Iran rupanya kembali menyalak ketika mantan Presiden Donald Trump mencabut komitmen AS dan mengaktifkan kembali sederet ekonomi terhadap Teheran.
Sementara, Presiden Biden mengindikasikan bahwa ia ingin meminta syarat serupa kepada Teheran untuk menghidupkan kembali Perjanjian Nuklir.
Badan Nuklir PBB, IAEA, awal Agustus silam mengklaim, bahwa Iran saat ini giat mempercepat program nuklirnya.
Pembangkit nuklir di Natanz, menurut laporan, mampu memperkaya sejumput kecil uranium dengan tingkat kemurnian 63%, tidak jauh dari batas mutu untuk senjata nuklir yang di atas 90%.
Sementara dalam Perjanjian Nuklir, batas kemurnian uranium yang boleh diproduksi Iran hanya sebesar 3,67%.
Iran dikabarkan juga mampu mengembangkan riam nuklir dengan pemusing yang lebih canggih dibandingkan standar kelengkapan menurut kesepakatan nuklir.
Sementara itu, Ehud Olmert, mantan Perdana Menteri Israel mengatakan bahwa Israel tidak memiliki kemampuan militer konvensional yang memungkinkannya untuk menyerang dan secara permanen menghilangkan proyek nuklir Iran, seperti yang terjadi di Irak pada tahun 1981 dan Suriah pada tahun 2007.
Hal tersebut disampaikannya dalam sebuah opini yang diterbitkan di laman Ibrani Haaretz, melansir middleeastmonitor.
Dia mengatakan bahwa kebijakan yang diadopsi oleh mantan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu selama beberapa tahun terakhir dan peringatan berulang-ulang bahwa Iran berada di ambang menjadi ‘kekuatan nuklir’ adalah tidak benar.
Menurutnya, itu karena pengayaan uranium yang intensif dan dipercepat tidak serta merta mengubah Iran menjadikannya berada di ambang negara nuklir.
Olmert, mengkritik apa yang disebutnya pendekatan menciptakan ketakutan dan kepanikan yang tidak perlu.
Menurut dia, Iran pada setiap titik, dalam beberapa bulan menghasilkan jumlah uranium yang diperkaya yang dibutuhkan untuk berada di ambang menjadi negara nuklir, namun yang perlu dipertanyakan adalah apa yang membawa Iran lebih dekat menjadi negara nuklir.
Olmert juga menjelaskan, bahwa meski jumlah uranium yang diperkaya juga diperlukan, namun kondisi tambahan juga harus dipenuhi yang tidak tersedia untuk Iran saat ini.
Mantan politisi itu menambahkan bahwa Iran akan membutuhkan waktu lama untuk menjadi negara dengan kemampuan nuklir.
Meski demikian, purnawirawan jenderal Angkatan Udara Israel, Amos Yadlin, yang ikut menghancurkan program nuklir Irak dan Suriah mengakui bahwa menghancurkan program Iran bukanlah hal yang mudah.
Melansir kompas.com, dalam wawancaranya dengan CNBC (17/4/2021), dia menjelaskan bahwa menangani program nuklir Iran sangat berbeda.
Menurut Yadlin, program nuklir Iran dan Suriah terpusat di satu wilayah, sementara fasilitas nuklir milik Iran dijaga dengan ketat dan tersebar di sejumlah situs di seluruh negeri.
Keadaan itulah yang membuat upaya serangan terhadap program nuklir Iran menjadi jauh lebih kompleks.
Sedangkan, tambah Yadlin, badan-badan intelijen tidak memiliki laporan yang memadai mengenai semua fasilitas nuklir milik Iran.
Menurut laporan, beberapa fasilitas nuklir milik Iran tersembunyi di bawah tanah dan di daerah pengunungan.
Yadlin menuturkan, bahwa Iran telah belajar dari apa yang telah mereka lakukan.
Menurut dia, rencana untuk menyerang dan menghancurkan program nuklir Iran merupakan satu-satunya pilihan yang tersedia untuk Israel.
Opsi lain yang bisa diambil Israel, mengutip ahli strategi militer Israel, seperti dilansir CNBC, adalah mendorong perjanjian yang lebih kuat antara Iran dan penandatanganan kesepakatan nuklir.
Israel juga bisa menggunakan sanksi dan diplomasi untuk terus menekan Iran dengan menggunakan serangan rahasia, seperti serangan siber.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari