Intisari-online.com -Israel mencatat kejadian mengejutkan yaitu lonjakan kasus Covid-19 dengan membludaknya pasien rawat inap di RS beberapa bulan terakhir.
Akhir Juli lalu Kementerian Kesehatan Israel melaporan bahwa 2.345 kasus baru Covid-19 yang diraih 30 Juli 2021 adalah angka tertinggi sejak Maret 2020.
Lonjakan ini didorong oleh varian Delta yang lebih menular.
Akhir Juli tercatat ada 326 pasien rawat inap yang merupakan rekor tertinggi sejak April.
Walaupun belum melebihi rekor Januari 2021 yaitu 2000 pasien rawat inap setiap harinya.
Kini pemerintah Israel meluncurkan suntikan vaksin booster untuk warga yang lebih tua.
Kemudian mereka juga menerapkan persyaratan penggunaan masker di dalam ruangan, dan memulihkan pembatasan "paspor hijau".
Paspor hijau adalah penggunaan sertifikat vaksin Covid-19 untuk memasuki ruang tertutup, seperti gym, restoran dan hotel.
Israel jelas-jelas mengalami kemunduran karena awalnya sudah berhasil memimpin vaksinasi di dunia dan menurunkan kasus baru dari 10 ribu per hari menjadi kurang dari 100 kasus per hari.
Padahal Israel juga berhasil melaporkan nol kasus kematian, pertama kalinya pada 22 April 2021 yang menjadi yang pertama dalam 10 bulan.
Akhir Juli itu banyak pengunjuk rasa yang memprotes pembatasan baru serta vaksin Covid-19.
Mereka mengibarkan spanduk bertuliskan "Tidak ada pandemi, ini penipuan".
Para pengunjuk rasa juga mengangkat papan yang mencela vaksin Covid-19 dengan satu poster menghubungkan antara vaksin dengan Nazi.
Menteri Kesehatan Israel, Nitzan Horowitz, mengatakan kepada TV Israel Channel 12 jika ia bermaksud menyeimbangkan kesehatan masyarakat dengan mata pencaharian.
"Ekonomi harus tetap terbuka," katanya seperti yang dilansir dari AFP pada Sabtu (31/7/2021).
"Saya tidak ingin memaksakan lockdown dan saya akan menghindari lockdown dengan cara apa pun. Semuanya buka (lagi), tetapi kita butuh pakai masker dan kita butuh vaksin," terang Horowitz dikutip dari Kompas.com.
Mengapa tidak lockdown
Selain menyeimbangkan ekonomi, ternyata ada alasan lain Israel tidak menerapkan lockdown.
Melansir Middle East Monitor, Perdana Menteri Naftali Bennett mengatakan tidak akan melakukan lockdown walaupun penyebaran virus Corona Agustus mencapai rekor dalam 5 bulan terakhir.
"Lockdown memang langkah termudah bagi pemerintah. Banyak orang mengatakan 'tekan tombol lockdown' dan semuanya sesuai aturan, kecuali satu hal.
"Dalam melakukannya kami menghancurkan masa depan negara ini," ujar Bennett dalam konferensi pers televisi.
"Lockdown adalah garis pertahanan terakhir, hanya ketika semua pilihan sudah hancur," tambahnya.
Bennett menjelaskan bahwa lockdown akan menghabiskan uang Negara Israel sekitar USD 61,8 miliar (Rp 8,938 T) dan jika pemerintah menerapkan lockdown tambahan, kami tidak akan punya dana untuk 'kendaraan lapis baja, rudal Iron Dome, atau membiayai operasi yang menyelamatkan seorang gadis yang sakit kanker karena kami sudah menghabiskannya untuk lockdown."
Bennett menyeru warga Israel untuk segera mendapatkan vaksinasi, dengan mengatakan: "Jika warga Israel terus divaksin dalam skala besar, kita bisa mengalahkan varian Delta."
Menurut data terakhir dari Kementerian Kesehatan, ada 59.218 kasus Covid-19 aktif, dengan 991 kasus masuk RS, 600 kasus dengan kondisi serius dan 103 memakai ventilator.