Penulis
Intisari-Online.com - Soekarno yang dipanggil juga sebagai Bung Karno, dikenal sebagai sosok yang tangguh, juga garang sebagai pemimpin.
Ia adalah sosok yang berani menantang Amerika, misalnya dengan ucapannya yang terkenal saat menanggapi Perang Pasifik, "Amerika kita setrika, Inggris kita linggis.”
Soekarno menjabat Presiden sejak Indonesia merdeka hingga tahun 1967, setelah ia diberhentikan menyusul situasi politik pasca tragedi 30 September 1965.
Meski dikenal garang, pernah terjadi situasi di mana Bung Karno dibuat ketakutan hingga meninggalkan rapat yang tengah ia pimpin.
Bahkan, kondisi Soekarno sampai 'menular' kepada para menteri yang mengikuti rapat.
Para menteri juga ikut panik, membuat rapat dihentikan meski Bung Karno telah meminta Wakil Perdana Menteri Dr. Leimena untuk menggantikannya memimpin rapat.
Tak lain itu terjadi pasca tragedi 30 September 1965, ketika situasi politik terus bergejolak.
Pada 11 Maret 1966, Soekarno sedang memimpin rapat kabinet di Istana Merdeka.
Sebagaimana dikutip dari Kompas.com, Soekarno meminta para menterinya untuk hadir di Istana Merdeka pagi-pagi sekali.
Soeharto yang kala itu masih menjadi Panglima Angkatan Darat juga turut diminta datang, namun Ia berhalangan hadir karena sakit.
Rapat pun dimulai pukul 9 pagi, tapi ketika baru sepuluh menit berjalan, Brigjen Sabur yang merupakan komandan Cakrabirawa mengirimkan nota kepada Brigjen Amir Mahmud (Pangdam V Jaya) yang juga ikut rapat.
Nota itu berisi laporan jika ada pasukan liar (tak dikenal) berjumlah banyak mengepung Istana.
Ketika Amir Mahmud tak terlalu peduli akan nota tersebut, Brigjen Sabur kembali bertindak.
Ia pun lantas mengirim nota lagi, kali ini ke Presiden Soekarno.
Ternyata, reaksi berbeda ditunjukkan Presiden Soekarno.
"Membaca laporan Brigjen Sabur, Soekarno menjadi kalut. Laporan tersebut dilaporkan kepada Wakil Perdana Menteri Dr. Leimena, Dr. Soebandrio, dan Chairul Saleh," tulis Jonar TH Situmorang dalam bukunya Presiden (daripada) Soeharto.
Setelah membaca nota itu, Soekarno pun langsung bergegas meninggalkan rapat setelah Ia lebih dulu menyerahkan kelanjutan rapat kepada Leimena.
Namun rapat itu akhirnya tak berlanjut karena para menteri pun panik melihat Presiden Soekarno yang bergegas meninggalkan rapat.
Soebandrio yang saat itu menjabat Kepala Badan Pusat Intelijen (BPI) ikut lari terbirit-birit mengejar Soekarno yang sudah berjalan bersama pengawalnya menaiki helikopter untuk diamankan ke Istana Bogor.
Pasukan tak dikenal yang membuat rapat itu bubar merupakan para personil Kostrad, seperti yang diungkapkan dalam buku Misteri Supersemar.
Dalam buku itu, Kemal Idris yang menjabat sebagai Kastaf Kostrad mengakuinya.
Kemal berujar, penggerakan pasukan Kostrad ke Istana atas perintah Soeharto adlaah untuk menangkap Soebandrio, bukan Soekarno.
"Saya disuruh Pak Harto. Lalu, saya memerintahkan Sarwo Edhie untuk menggerakkan pasukannya ke istana untuk menangkap Bandrio," kata Kemal.
Menurut Kemal, pasukan Kostrad sebanyak dua kompi (80 personil) itu sengaja tidak memakai badge tanda kesatuan Kostrad supaya Soebandrio tidak ketakutan ketika keluar Istana menemui mereka.
Baca Juga: Siap Bikin India Mati Kutu, China Pamer Drone 'Soaring Dragon' WZ-7, Rupanya Ini Kemampuannya
Diceritakan, pengerahan pasukan liar tersebut dianggap terkait dengan keinginan Soeharto sebelumnya yang ia sampaikan langsung kepada Soekarno.
Soeharto ingin agar menteri-menteri yang terlibat G30S akan segera ditangkap, tapi Soekarno menolak permintaan Soeharto itu.
Rupanya pengerahan pasukan itu tetap dilakukan.
Tak hilang akal, Soeharto memerintahkan anak buahnya menyatu sebagai mahasiswa pengunjuk rasa penentang pembubaran PKI untuk menangkap para menteri yang terlibat dengan G30S.
(*)