Find Us On Social Media :

Mati-matian Pilih Indonesia Saat Referendum, Begini Nasib Mengenaskan Warga Asli Timor Timur di Tanah Air, Ngaku Salah Pilih dan Ingin Kembali ke Timor Leste

By Mentari DP, Senin, 20 September 2021 | 14:30 WIB

Pengungsi Timor Leste di Timor barat.

Intisari-Online.com - Timor Leste resmi berpisah dari Indonesia pada tahun 1999.

Pada saat itu, rakyat Timor Leste yang dulu bernama Timor Timur melakukan referendum tanggal 30 Agustus 1999.

Hasilnya, sekitar 94.388 orang atau 21,5% penduduk Timor Timur memilih tetap bergabung dengan Indonesia.

Baca Juga: Pantas Saja Jaringan Internet Mati, Kondisi Matahari Ini Rupanya yang Jadi Penyebabnya, Tak Hanya Indonesia Seantero Dunia Langsung Alami 'Kiamat Internet'

Namun mayoritas 344.580 orang atau 78.5% warga Timor Timur memilih merdeka dan berpisah.

Pada akhirnya, provinsi ke-27 Indonesia itu resmi terlepas dari NKRI dan menjadi negara resmi pada pada 20 Mei 2002.

Kemudian mereka yang memilih tetap menjadi bagian dari Indonesia berbondong-bondong mengungsi.

Sebagian besar menyeberang ke Nusa Tenggara Timur (NTT), provinsi terdekat dari Timor Leste.

Menurut data Sekretariat Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Pengungsi Provinsi NTT tahun 2005, total pengungsi tercatat berjumlah 104.436 orang.

Terbanyak tinggal di Timor Tengah Utara dengan 11.176 orang.

Baca Juga: Pucuk Dicinta Ulam Tiba, Dulu Sempat Dirumorkan Terancam Bangkrut, Timor Leste Ketiban Rezeki Nomplok, Ladang Minyak Terancam Kering Ini Malah Datangkan Uang Triliun Gara-gara Hal Ini

Sementara 11.360 orang di Kupang. Total pengungsi tercatat berjumlah 104.436 orang.

Sayangnya kondisi para pengungsi ini sungguh memprihatinkan.

Dalam sebuah unggahan di media sosial Instagram di akun papua_talk, terlihat gambaran kehidupan para pengungsi di Desa Manusat, Kupang.

Rumah mereka hanya berdinding bambu, beratapkan daun lontar, dan lantai hanya beralaskan tanah.

Fredu Simenes adalah salah satu warga asli Timor Timur yang saat ini mengungsi.

Kini dia tinggal berada di Reset Clemen. Sementara sebagian saudara masih berada di Telowaki, Tuapukan, Neibona.

Hampir 13 tahun setelah referendum, status Fredu Simenes masih tidak jelas di tahun 2005 silam.

Dia tidak memiliki lahan untuk digarap dan tidak memiliki apa-apa untuk anak cucunya kelak.

“Kami sebenarnya salah pilih pada tahun 1999 itu,” kata Simenes.

Fredu Simenes mengaku kalau dia pro-kemerdekaan.

Dia merasa bahwa Timor Timur adalah tanah kelahirannya meskipun mereka harus menderita.

Sayangnya, sampai saat ini pemerintah Indonesia tidak memperhatikan para pengungsi yang sudah memilih ikut Indonesia.

Baca Juga: Bak Jadi Ladang Uang Indonesia Setelah Timor Leste Merdeka, Rupanya Tanah Air Justru Sudah Untung Rp3,1 Triliun dari Bumi Lorosae Gara-gara Ketergantungan Hal Ini

Bahkan bantuan dari pemerintah sudah tutup. Apalagi ketika Timor Leste sudah merdeka pada tahun 2002.

Menurut Simenes, seandainya pengungsi Timor Timur sudah diakhirnya, seharusnya mereka difasilitasi, baik air, ataupun jalan yang lebih baik.

Tetapi sampai saat ini mereka merasa tidak difasilitasi dan tetap menjadi pengungsi.

Ada juga Fransisco Raga, seorang anggota TNI AD, yang mengungsi dari Timor Timur sejak 14 Oktober 1999, karena perang politik.

“Kami cinta Merah Putih, cinta tanah air Indonesia,” kata Fransisco.

Menurutnya, dia memilih hidup mati di sini, di bumi Indonesia, tetapi sayangnya pemerintah tidak menghiraukan dan tidak peduli lagi.

Dia ingin pulang ke Timor Leste, tetapi tidak bisa.

Alasannya karena di sana dia dianggap telah membunuh banyak orang sehubungan dengan tugasnya sebagai anggota TNI AD.

Padahal keluarganya masih ada Timor Leste, tapi dia tetap tidak bisa pulang.

Baca Juga: Mati-matian Berperang dengan Indonesia Untuk Merdeka, Ternyata Timor Leste Dibantu 3 Negara Asing Ini, Tapi Salah Satunya Justru Ingin 'Keruk' Kekayaan Minyak Bumi Lorosae