Penulis
Intisari-Online.com -Baru-baru ini, tengah ramai diperbincangkan masyarakat tentang perbandingan mencolok perihal harga tes PCR di India yang jauh lebih murah dengan Indonesia.
Mengutip pemberitaan Kompas.com, 14 Agustus 2021, harga tes PCR di India turun dari 800 Rupee atau sekitar Rp 150.000 menjadi 500 rupee atau sekitar Rp 96.000.
Dikutip dari Skytrax Ratings, harga tes PCR India untuk harga tes PCR di bandara memang cenderung paling murah di dunia.
Tarif tertinggi tes PCR adalah tes di Bandara Internasional Kansai di Jepang di mana harganya adalah 404 dollar AS atau sekitar Rp 5,6 juta.
Adapun yang paling murah adalah di Bandara Mumbai India yakni hanya 8 dollar AS atau sekitar Rp 127.320.
Melansir Tribunnews, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) turut memberikan tanggapan terkait dengan adanya perbedaan harga pelayanan test swab PCR yang cukup tinggi antara di Indonesia dengan beberapa negara lain termasuk India.
Wakil Ketua Umum IDI Slamet Budiarto mengatakan, yang menjadi faktor utama mahalnya harga test di Indonesia itu adalah karena pajak barang masuk ke Indonesia cukup tinggi.
Perbandingan harga di Indonesia dengan negara lain juga, kata Slamet, tak hanya berlaku pada test PCR, melainkan segala keperluan obat-obatan dan laboratorium.
Saat dihubungi Tribunnews, Minggu (15/8/2021), Slamet mengatakan, "Biaya masuk ke Indonesia sangat mahal, pajaknya sangat tinggi, Indonesia adalah negara yang memberikan pajak obat dan alat kesehatan termasuk laboratorium."
Padahal kata dia, pemberian pajak pada alat kesehatan maupun obat-obatan itu tidak tepat.
Hal itu karena keperluannya untuk membantu orang yang sedang mengalami kesusahan.
Sedangkan pemberian pajak diberlakukan untuk masyarakat yang menerima kenikmatan seperti halnya pembelian barang atau kendaraan.
Slamet mengatakan, "Masa obat dan alat kesehatan dibebani pajak, yang dimaksud pajak kan kenikmatan, misal, dapet gaji beli mobil, beli handphone, beli rumah itu kenikmatan itu dikenai pajak oke, tapi orang susah jangan dibebani pajak, ini brunded ini."
Pihaknya bahkan kata Slamet telah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo dan kementerian terkait agar untuk sedianya memberikan keringanan kepada masyarakat yang ingin berobat.
Sebab akibatnya banyak masyarakat yang lebih memilih melakukan perawatan ke luar negeri atau bahkan negara tetangga karena harga berobatnya lebih terjangkau.
"Kami sudah surati Presiden sekitar bulan Maret-April, DPR juga sudah kita suratin agar obat dan alkes jangan dibebani pajak, udah itu aja (dibebaskan pajak) itu akan turun semua (harga test)," ucapnya.
Meski demikian, belum ada tindakan dari pelayangan surat yang diberikan pihaknya terkait hal tersebut.
Slamet mengatakan, "Yang memberikan respon baru Kemenko Perekonomian, katanya akan diperhatikan tapi sampai saat ini belum ada tindak lanjut."
Atas dasar itu dirinya mewakili IDI mendesak pemerintah untuk memberikan relaksasi pajak masuk khususnya alat kesehatan dan obat-obatan ke Indonesia.
"Mendesak pemerintah untuk membebaskan pajak untuk obat alkes laboratorium, baik yang terkait Covid-19 maupun yang tidak terkait Covid-19, karena orang sakit kan tidak hanya terkait Covid-19 aja," tambahnya.