Legenda Becak, Dikejar-kejar, Dibilang Tidak Berperikemanusiaan, Namun Dikangeni, Inilah Transportasi Unik yang Hanya Ada di Indonesia

K. Tatik Wardayati

Penulis

Legenda Becak, dikejar-kejar, dibilang tidak berperikemanusiaan, namun dikangeni, inilah transportasi unik di Indonesia.

Intisari-Online.com – Indonesia tidak hanya memiliki beragam budaya, bahasa, dan adat-istiadatnya saja, tetapi juga memiliki banyak alat transportasi umum.

Lihat saja, di lautan, Indonesia memiliki kapal untuk mengangkut orang dari satu pulau ke pulau lain.

Di langit, Indonesia memiliki perusahaan penerbangan nasional dan internasional yang akan membawa orang-orang ke mana pun.

Di darat, banyak digunakan angkutan umum seperti kereta api, bus, mobil, atau sepeda motor.

Baca Juga: Digadang-gadang Jadi Alat Tes Covid-19 Murah Meriah, Pakar Minta Penggunaan Tes GeNoSe Dihentikan Sementara, Timbulkan Rasa Aman Palsu?

Tetapi, rata-rata angkutan umum besar itu membawa kita pergi ke tempat lain dalam jarak jauh.

Ada juga transportasi umum yang lebih sederhana dan beroperasi di dalam kota, seperti bus kota dan angkot yang bisa jadi pilihan.

Nah, ada satu lagi alat transportasi unik dan kuno, yang hanya bisa ditemukan di Indonesia, yaitu becak.

Becak merupakan alat transportasi tradisional yang unik, yang bisa kita temukan di Jawa, Bali, dan Sumatera.

Baca Juga: Tolak Ajakan Menikah, Seorang Mahasiswi Kedokteran Ditembak Mati Begitu Turun dari Becak

Jenis transportasi ini menggunakan roda tiga dengan pedal pengemudi dari belakang.

Namanya saja becak, kendaraan tradisional tetapi menggunakan tenaga manusia untuk dapat membuatnya bekerja.

Becak ini seperti sepeda, hanya saja memiliki roda tiga.

Becak sekarang lebih sering ditemukan di lokasi wisata dan pasar untuk mengangkut orang dari satu tempat ke tempat lain.

Sebelum ada sepeda motor, mobil, bus, dan transportasi modern lainnya di Indonesia, becak merupakan transportasi umum sejak zaman kolonial.

Namun, pemerintah harus membuat regulasi agar jumlah becak tidak meledak.

Sejarah panjang becak sebelum mendarat di Indonesia dimulai pada abad ke-19 dengan seorang pria bernama Jonathan Goble yang bekerja untuk Kedutaan Besar Amerika di Yokohama, Jepang.

Istri yang sangat dicintainya menderita kelumpuhan.

Dia ingin mengajaknya berjalan-jalan keliling kota tanpa menggunakan tenaga binatang.

Baca Juga: Tak Hanya Raih Gelar Doktor di Usia 27 Tahun, Ini Prestasi Lain dari Lailatul Qomariyah, Seorang Anak Tukang Becak

Lalu dia memutuskan untuk menggambar sketsa tentang gerobak sederhana dan menyerahkan kepada seorang teman bernama Frank Pollay.

Dia lalu menyerahkan sketsa itu kepada seorang pandai besi bernama Obaja Wheeler, melansir dari factofIndonesia.

Wheeler kemudian membuat gerobak seperti sketsa, dan Goble menggunakannya untuk membawa istrinya berkeliling kota.

Ketika itu, transportasi ini semakin populer di Jepang, mereka menyebutnya Jinrikisha.

Jin berarti manusia, riki berarti kekuatan, dan sha berarti kendaraan, yang mengkonstruksi arti kendaraan yang dijalankan oleh tenaga manusia.

Tahun 1980-an, pemerintah Jepang memutuskan untuk memproduksi lebih banyak Jinrikisha hingga menyebar ke China, Asia Tenggara, dan Asia Selatan.

Pada akhir abad ke-20, becak sampai ke Indonesia.

Becak kemungkinan dibawa oleh pedagang China dari Singapura dan China ke Batavia pada tahun 1930-an.

Mereka menggunakan becak untuk membawa barang-barang mereka.

Baca Juga: Betapa Bangganya Saningrat, Tukang Becak yang Lihat Anaknya Berhasil Raih Gelar Doktor, Sidang Terbuka Diuji 7 Profesor Menggunakan Bahasa Inggris

Di Indonesia kendaraan ini disebut becak, karena berasal dari kata China, bee (kuda) dan tja (kereta). Kendaraan ini dulunya dibawa oleh seekor kuda.

Kendaraan ini dulunya menggunakan tenaga seekor kuda.

Ada juga julukan lain yang biasa digunakan untuk menyebut wahana ini seperti betjak, betja, dan beetja.

Namun julukan tersebut sebenarnya memiliki arti yang hampir sama dengan becak karena Indonesia memiliki sejarah dalam beberapa kali perubahan bahasa formal.

Pada tahun 1937, majalah Star Weekly menyebut kendaraan ini sebagai tiga ban, sebelum resmi bernama becak.

Yang lain percaya bahwa becak datang dari Makassar ke Batavia pada akhir tahun 1930-an, mungkin tahun 1938-1939.

Versi ini telah dibuktikan oleh sebuah cerita yang ditulis oleh jurnalis Jepang.

Dalam artikel tersebut disebutkan bahwa pernah ada seorang pedagang sepeda di Makassar tetapi usahanya tidak berjalan dengan baik.

Kemudian, sang saudagar memodifikasi produknya menjadi becak yang oleh masyarakat Indonesia saat ini disebut becak untuk menarik lebih banyak orang untuk membeli.

Baca Juga: Kayuh Becak dengan Satu Kaki dan Rela Tidur di Becak demi Keluarga, Wawan: Kerja Apa pun Asal Tidak Rugikan Orang Lain

Becak Indonesia berbeda dengan keluarganya, baik Jinrikisha (Jepang) maupun Angkong (Cina).

Becak menggunakan ban angin yang lebih fleksibel dan mudah digunakan, sedangkan Jinrikisha dan Angkong sama-sama menggunakan ban mati.

Lebih sulit dan lebih berat untuk dibawa. Itu juga didorong dari belakang penumpang sementara dua lainnya ditarik dari sisi depan.

Setelah diperkenalkan di Batavia, orang mulai menggunakan becak sebagai transportasi umum.

Becak dibawa ke Surabaya pada tahun 1940.

Ketika pendudukan Jepang (1942) terjadi, jumlah becak tumbuh begitu cepat karena kebijakan ketat tentang konsumsi bahan bakar dan larangan kendaraan pribadi.

Dengan demikian, permintaan becak semakin besar sehingga menjadi transportasi umum favorit dan populer saat itu.

Setelah kemerdekaan, populasi becak berkembang pesat karena permintaan yang tinggi.

Pada 1950-an, becak mencapai jumlah 25 hingga 35 ribu. pada tahun 1966, mencapai 160 ribu unit di Jakarta saja.

Baca Juga: Kisah Perjuangan Herayati, Anak Tukang Becak yang Berhasil Jadi Dosen ITB di Usia 22 Tahun

Angka ini membuat khawatir pemerintah yang menuding sebagai penyebab kemacetan, sehingga Gubernur Jakarta ketika itu mencoba untuk menguranginya.

Diproduksilah becak berbasis mesin yang dapat mengangkut lebih banyak orang dalam satu kendaraan.

Sebagian besar pengemudi becak kemudian mengganti becaknya dengan kendaraan yang lebih baru dan mengurangi jumlah becak yang banyak.

Angka tersebut menjadi salah satu alasan mengapa Jakarta selalu mengalami kemacetan hingga saat ini.

Kini, becak lebih banyak ditemukan di tempat-tempat strategis di mana turis datang dan pergi, seperti stasiun kereta api, pasar, dan lokasi pariwisata di Indonesia.

Jenis becak di setiap provinsi di Indonesia berbeda-beda.

Di Jawa, sebagian besar memiliki desain yang sama, yaitu kursi penumpang di depan dengan penutup di atasnya dan kursi pengemudi di belakang mendorong becak dengan kekuatan mereka.

Becak Siantar di Sumatera menggunakan mesin dan bahan bakar untuk menjalankannya.

Becak Dayung Medan, tidak seperti versi Jawa, kursi pengemudi di depan menarik penumpang di belakang menggunakan kekuatan mereka.

Baca Juga: Kisah Tukang Becak yang Membangun Rumah Sakit Setelah Mengalami Kisah Memilukan Ini

Becak Makassar desainnya sama dengan yang ada di Jawa, sedangkan Becak Gorontalo dan Medan mirip dengan desain Becak Siantar.

Sayangnya, kini tidak banyak orang yang naik becak lagi.

Generasi milenial cenderung menggunakan kendaraan pribadi dan layanan umum berbasis teknologi yang lebih baru dan menawarkan harga lebih bersahabat, serta cepat sampai ke tujuan.

Becak lebih banyak diakses di tempat-tempat tertentu, seperti tempat wisata.

Bisa jadi, suatu saat bahkan akan hilang karena perkembangan teknologi yang semakin pesat dan semakin tingginya permintaan akan teknologi transportasi yang lebih baru.

Baca Juga: Kisah Tukang Becak yang Membangun Rumah Sakit Setelah Mengalami Kisah Memilukan Ini

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari

Artikel Terkait