Carina Joe, Ilmuwan Indonesia Salah Satu Pemilik Hak Paten Vaksin AstraZeneca: 'Kita Bekerja Setengah Mati 7 Hari Seminggu, 12 Jam Sehari, selama 1,5 Tahun'

Muflika Nur Fuaddah

Penulis

Inilah sosok Carina Joe peneliti asal Indonesia

Intisari-Online.com- Vaksin virus corona saat ini sangat diandalkan untuk mengatasi pandemi Covid-19 di seluruh dunia.

AstraZeneca merupakan salah satu vaksin yang digunakan di negara-negara di dunia dalam program vaksinasi nasional, termasuk oleh Indonesia.

Vaksin ini merupakan vaksin asal Inggris yang dikembangkan oleh para ahli yang tergabung bersama tim Jenner Institute.

Tim tersebut dipimpin Profesor Sarah Gilbert, ilmuwan Inggris yang baru-baru ini mendapat standing ovation saat hadir di laga pembuka kejuaraan tenis akbar Wimbledon 2021.

Baca Juga: Singapura Akhirnya Yakin Gunakan Vaksin China Sinopharm, Ini yang Dilakukan Tiongkok Agar Vaksinnya Dipercaya Negara Lain

Nah, ada satu lagi orang Indonesia di balik terciptanya vaksin AstraZeneca, yaitu Carina Joe.

Wanita bernama lengkap Carina Citra Dewi Joe ini adalah peneliti di Jenner Institute University Oxford.

Dalam video di YouTube Kompas TV pada Jumat (30/7/2021), wanita yang dulu bercita-cita menjadi dokter atau insinyur ini menjelaskan hak paten seperti apa yang dia pegang.

"Paten itu enggak cuma satu doang," ujarnya seraya menerangkan total ada lebih dari enam pemegang hak paten vaksin virus corona Oxford-AstraZeneca karena bidangnya berbeda-beda.

Baca Juga: Sudah Dijadwalkan Sejak Terima Vaksin Pertama, Bagaimana Seandainya Terlambat Terima Vaksin Kedua? Apa yang Akan Terjadi pada Tubuh? Ini Penjelasan Ahli!

Sarah Gilbert yang mendapat standing ovation di turnamen tenis ternama Wimbledon 2021, juga memegang hak paten tapi tidak semuanya.

Gilbert dikutip dari Reuters pada 11 Maret 2021 pernah mengemukakan, sebaiknya ide mengambil hak paten penuh dibuang jauh-jauh agar bisa dibagi-bagi.

"Saya ingin buang jauh-jauh gagasan itu (mengambil hak paten penuh), agar kita bisa berbagi kekayaan intelektual dan siapa pun bisa membuat vaksin mereka sendiri," ujar wanita berusia 59 tahun itu ke parlemen Inggris.

Kala itu sedang ada pembahasan tentang siapa pemegang hak paten vaksin Covid-19 nantinya.

Baca Juga: Ironi, Rakyat Negara-negara Berpenghasilan Rendah Seperti Indonesia Terlunta-lunta Memohon Vaksin, Rakyat Negara Kaya Ini Malah Kepergok Tolak Vaksin

Lebih lanjut Carina menguraikan, dirinya memegang hak paten tentang manufacturing scale up atau produksi dalam skala besar.

Sederhananya, tanggung jawab Carina Joe adalah menemukan cara agar vaksin AstraZeneca bisa diproduksi lebih banyak.

"Karena percuma kan kalau kita menemukan vaksin, oh ini vaksin efektif, tapi kita enggak bisa produksinya."

"Kan kita enggak bisa ngasih ke masyarakat juga kan," timpal Indra Rudiansyah, pemuda Indonesia yang berada di balik terciptanya vaksin AstraZeneca.

Baca Juga: Padahal Indonesia Baru Kedatangan21,2 Juta Dosis Vaksin Sinovac, Para AhliMalah Temukan Kekurangan Vaksin Asal China Itu, Pantas Negara Lain OgahMemakainya

"Kalau cuman bisa di skala lab mau kapan tahun mungkin kita produksinya, tapi kalau dengan proses development yang Carina lakukan kita memungkinkan scaling up (memperbanyak) produksi vaksin hingga ratusan juta dosis."

Lebih dari 600 juta dosis vaksin AstraZeneca telah dipasok ke 170 negara di seluruh dunia, termasuk 100 negara lebih yang tergabung dalam COVAX.

Melansir Tribunnews pada 31 Juli 2021, dalam live Instagram Desra Percaya, Carina menceritakan pengalamannya saat terlibat produksi Vaksin AstraZeneca.

Carina mengaku seperti mendapat proyek besar saat menerima tawaran, karena hasil kerjanya nanti akan memengaruhi langsung kehidupan masyarakat secara global.

"Terus perasaannya ada senangnya ada susahnya juga," ujar Carina dikutip dari Live Instagram Desra Percaya bersama Indra Rudiansyah dan Ganjar Pranowo, Minggu (25/7/2021).

Baca Juga: Viral Influencer Dapat Vaksin Booster yang Harusnya untuk Nakes, Data WHO Ini Beberkan Banyak Nakes di Indonesia Belum Divaksinasi Sama Sekali, Papua Jadi Sorotan

Carina pun menceritakan selama memproduksi vaksin AstraZeneca seluruh tim bekerja super keras, bahkan sampai tujuh hari seminggu dalam waktu 12 jam sehari, tanpa libur dan istirahat selama 1,5 tahun.

"Kita bekerja super keras, saya pikir setengah mati sih."

"Pas pandemi itu kita kerja tujuh hari seminggu, lebih dari 12 jam sehari."

"Tanpa libur tanpa istirahat selama 1,5 tahun itu. Supaya itu bisa digunakan di seluruh dunia," ungkap Carina Joe.

(*)

Artikel Terkait