Find Us On Social Media :

Amir Sjarifuddin, Perdana Menteri Indonesia yang Tandatangani Isi Perjanjian Renville, Salah Satu Pejuang Kemerdekaan yang Justru Berakhir Dihukum Mati

By Khaerunisa, Jumat, 30 Juli 2021 | 12:30 WIB

Amir Sjarifuddin, dalam acara sidang KNIP 28 Februari 1946 di Solo.

Baca Juga: Cek Weton Jumat Pahing yang Punya Watak Lakuning Srengenge, Jodoh Berdasarkan Weton Hari Ini Apa Ya?

Amir aktif mengikuti Perkoempoelan Hindia (kemudian berubah nama menjadi Perhimpoenan Indonesia) selama menjadi mahasiswa di Belanda.

Pada 1927, Amir Syarifuddin kembali ke Indonesia karena faktor ekonomi keluarga yang terpuruk setelah ayahnya berhenti bekerja.

Pada tahun 1928, Amir Sjarifuddin turut ambil bagian saat diselenggarakan Kongres Pemuda.

Ia menjadi bendahara acara itu, dan menjadi salah-satu wakil Jong Sumatra, serta ikut membidani kelahiran organisasi Jong Batak.

Baca Juga: Mulai Sekarang Tak Perlu Lagi Bergantung Pada Setrika, Ternyata Inilah Trik Ampuh Untuk Merapikan Pakaian Kusut Tanpa Menggunakan Setrika, Seumur Hidup Baru Tau Ada Trik Seperti Ini

Pada 1937, Amir mendirikan Partai Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo), yang berusaha membina segenap kekuatan-kekuatan antifasis dan prodemokrasi.

Belakangan, dia mengakui menerima uang dari pemerintah Belanda pada 1941 untuk "membiayai jaringan di bawah tanah" melawan invasi fasisme dan militerisme Jepang, tulis Ben Anderson dalam buku Revoloesi Pemuda, Pendudukan Jepang dan Pelawanan di Jawa 1944-1946 (1988).

Sementara saat Jepang masuk ke Indonesia pada awal 1943, Amir ditangkap Kempetai Jepang dan dijatuhi hukuman mati, karena dianggap mengorganisasi gerakan gawah tanah.

Ketika itu, hukuman mati Jepang tidak pernah dijalankan setelah ada intervensi Sukarno-Hatta, namun pada akhirnya ia justru dijatuhi hukuman mati di bawah pemerintahan Indonesia sendiri.