Find Us On Social Media :

Amir Sjarifuddin, Perdana Menteri Indonesia yang Tandatangani Isi Perjanjian Renville, Salah Satu Pejuang Kemerdekaan yang Justru Berakhir Dihukum Mati

By Khaerunisa, Jumat, 30 Juli 2021 | 12:30 WIB

Amir Sjarifuddin, dalam acara sidang KNIP 28 Februari 1946 di Solo.

Baca Juga: Dikenal Sebagai Militer Terkuat di Dunia dan Bawa Senjata Lengkap, Ratusan Tentara Amerika Mendadak Mendarat di Palembang, Apa yang Terjadi?

Sementara itu, Amir Sjarifuddin yang menjadi delegasi Indonesia dalam Perjanjian Renville akhirnya meletakkan jabatannya.

Sejumlah pimpinan partai juga menolak hasil perjanjian itu.

Tak lama kemudian, dimulailah sebuah peristiwa yang akhirnya membawa sosok pejuang kemerdekaan Indonesia ini menemui akhir hidupnya dalam hukuman mati.

Itu adalah peristiwa pemberontakan yang dikenal sebagai pemberontakan PKI Madiun.

Baca Juga: Peristiwa Rengasdengklok, Saat Jenderal Terautji Turut Berucap: 'Terserah kepada Tuan-tuan Kapan Indonesia Akan Merdeka'

Amir Sjarifuddin setelah Tandatangani Isi Perjanjian Renville

Sebulan setelah Amir Sjarifuddin meletakkan jabatannya, lahirlah Front Demokrasi Rakyat (FDR), yang menjadi penentang paling keras Kabinet Hatta.

Dalam organisasi FDR inilah, Amir merupakan salah-seorang pentolannya.

Kemudian pada awal Agustus 1948, Musso yang dikenal sebagai pemimpin PKI Madiun datang ke Indonesia.

Dua pekan kemudian, Amir Sjarifuddin secara terbuka mengumumkan bahwa dia sudah "menjadi komunis" sejak 1935.

Baca Juga: Cek Weton Jumat Pahing yang Punya Watak Lakuning Srengenge, Jodoh Berdasarkan Weton Hari Ini Apa Ya?

"Dia bergabung dengan Partai Komunis Ilegalnya Musso di Surabaya," tulis George Mc Turnan Kahin, dalam buku Nasionalisme dan Revolusi Indonesia (1995).

Beberapa bulan kemudian, meledaklah peristiwa Madiun 1948, yang menurut sejarah resmi, disebut sebagai pemberontakan PKI di Madiun.

Dianggap terlibat dalam peristiwa tersebut, Amir Sjarifuddin dijatuhi hukuman mati.

Pada 19 Desember 1948, di Desa Ngalihan, Karanganyar, Solo, Amir bersama 10 orang kelompoknya, ditembak mati oleh satuan TNI, setelah tertangkap sebulan sebelumnya.