Penulis
Intisari-Online.com - Salah satu vaksin yang digunakan di Indonesia adalah vaksin AstraZeneca.
Dilansir dari kompas.com pada Senin (19/7/2021),vaksin AstraZeneca inimemiliki platform berupa viral vector (non replicating), dan diberikan dalam dua dosis.
Dibandingkan vaksin lainnya di Indonesia,AstraZeneca diberikan dalam interval yang paling jauh, hingga 12 minggu.
Pada 22 Februari 2021, vaksin Astrazeneca telah mendapatkan EUA dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dengan nomor EUA2158100143A1.
Vaksin AstraZeneca termasuk salah satu vaksin yang paling dinantikan.
Karena vaksin inidiklaim ampuh melawan virus Corona varian Delta dan Kappa.
VaksinCovid-19 dari Oxford-AstraZeneca itu juga dinilai efektif hingga 90 persen.
Efektivitas vaksin Oxford-AstraZeneca mencapai 90 persen jika pasien diberi setengah dosis vaksin diikuti dengan satu dosis penuh.
Yang menarik, walau dinilai sangat efektif dibanding vaksin lain, nyatanya vaksinAstraZeneca jauh lebih murah daripada vaksin lain.
AstraZeneca menjual vaksin Oxford seharga 3-4 dollar AS per suntikan atau sekitar Rp56.000.
Bandingkan dengan harga vaksinPfizer/BioNTech yangmencapai 20 dollar AS (Rp283.470) per suntikan.
Atau vaksin Moderna dibandrol 25 dollar AS (Rp354.000) per suntikan.
Bahkan AstraZeneca telah membuat perjanjian untuk membuat 2 miliar dosis vaksinnya pada musim panas mendatang.
Alasan mengapa vaksinAstraZeneca begitu murah walau sangat efektif itu semua karenaDame Sarah Gilbert, salah satu ilmuwan di balik terciptanya vaksin AstraZeneca.
Sarah Gilbert mengaku enggan mengambil penuh hak paten agar harga vaksin Covid-19 ciptaannya bisa murah.
"Saya ingin buang jauh-jauh gagasan itu (mengambil hak paten penuh)."
"Itu agar kita bisa berbagi kekayaan intelektual dan siapa pun bisa membuat vaksin mereka sendiri," ujar wanita berusia 59 tahun itu ke parlemen Inggris, dikutip dari Reuters, 11 Maret 2021.
Sejalan dengan pemikiran Sarah Gilbert, AstraZeneca pun meneken persetujuan dengan Oxford untuk tidak mengambil profit dari vaksin corona buatan mereka.
"Tudingan bahwa kami menjual ke negara lain untuk menghasilkan lebih banyak uang tidak benar."
"Karena kami tidak mengambil profit di mana-mana," ungkap CEO AstraZeneca, Pascal Soriot, dikutip dari Health Policy 28 Januari 2021.
"Itu kesepakatan yang kami miliki dengan Universitas Oxford."Atas perannyadalam penemuan vaksin AstraZeneca,Sarah Gilbertmendapatkan standing ovation sebagai penghormatan dari penonton Wimbledon 2021.
Wanita yang bekerja sebagai peneliti di Universitas Oxford itu hadir menonton pertandingan antara juara bertahan Novak Djokovic dan Jack Draper di Centre Court.
Secara khusus, penyelenggara turnamen tenis paling bergengsi itu mengundang Sarah untuk hadir menyaksikan pertandingan final tunggal putra.
Bersama dengan sejumlah "individu inspiratif" lainnya, wanita bergelar profesor ini duduk di Royal Box, area duduk kehormatan yang biasanya dipakai anggota Kerajaan Inggris.
Untuk Indonesia, kitabaru saja mendapatkan hibah satu juta dosis vaksin dari Jepang yang segara didistribusikan kepada masyarakat.