Penulis
Intisari-Online.com - Timor Leste pernah menjadi bagian dari wilayah Indonesia setelah dilancarkan Operasi Seroja.
Operasi Seroja pertama kali dilancarkan pada 7 Desember 1975.
Wilayah berjuluk 'Bumi Lorosae' tersebut kemudian secara resmi menjadi bagian Republik Indonesia pada awal tahun 1976.
Setelahnya, Timor Leste yang saat itu bernama Timor Timur bergabung dengan Indonesia selama kurang lebih 24 tahun hingga Referendum tahun 1999.
Operasi yang disebut-sebut merupakan operasi militer terbesar yang pernah dilakukan di Indonesia ini digambarkan begitu keras.
Dalam Operasi Seroja, pasukan gabungan diterjunkan dengan pasukan Lintas Udara Kostrad dan Kopassandha yang memulai invasi.
Sebelum pasukan diterjunkan, mereka memang dibekali dengan data intelijen dan perlindungan udara.
Namun, terdapat data yang meleset atau tidak akurat.
Misalnya, Sungai Komoro dikabarkan penuh buaya dan airnya meruah.
Ternyata, setelah penerjunan, sungai itu kering, tidak ada apa-apa, buaya saja tidak ada.
Pada tanggal 9 Desember 1975 pukul 22.00, operasi serbuan udara yang melibatkan banyak personel dilaksanakan.
Sebanyak 390 personel Yonif Linud 328 diterjunkan bersama pasukan lainnya, yakni Yonif Linud 401 (533 orang), Mabrigif Linud 17 (9 orang), Ton Parako, Pakhas TNI AU (158 orang) guna menguasai Bandara Internasional Baucau.
Mereka diangkut dari Pangkalan Udara Kupang dengan pesawat angkut Hercules C-130 sebanyak 18 sortie.
Sebelum pasukan ini terjun, perlindungan udara lebih dulu dilakukan.
Sasaran pasukan diserang oleh pengebom B-26 dan OV-10 Bronco.
Lokasi penerjunan bukanlah lahan yang mulus tetapi berbatu karang, sehingga pasukan mengalami luka-luka hingga babak belur dan satu personel Yonif Linud 328 dinyatakan hilang.
Meski selain kejadian tersebut, operasi terbilang lancar, dengan bandara Baucau berhasil dikuasi dalam kondisi relatif utuh.
Tentang Operasi Seroja, datang kisah dari seorang veteran bernama Mukilan
Ia menceritakan bagaiamana kondisinya saat mengikuti Operasi Seroja.
Melansir Tribun Batam (18/8/2017), Mukilan yang saat diwawancarai berusia 75 tahun, bergabung menjadi anggota korps marinir dan salah satunya ditugaskan dalam Operasi Seroja.
Mukilan adalah satu di antara sejumlah pejuang veteran yang masih hidup dan mendapat undangan khusus dari Pemkab Bintan untuk menghadiri upacara Detik Detik Proklamasi tahun 2017.
Sejak tahun 1962, Mukilan bergabung menjadi anggota korps marinir.
Ia pensiun dari kesatuan TNI AL (dulu ABRI) pada tahun 1996 dengan pangkat terakhir Serka Marinir.
Selama menjadi salah satu anggota pasukan elit Indonesia tersebut, Mukilan pernah terlibat beberapa operasi perjuangan mempertahankan Kedaulatan RI.
"Waktu itu masanya mempertahankan kedaulatam negara kita," kata Mukilan.
Tiga operasi mempertahankan kedaulatan RI yang cukup terkenal dimana dia terlibat adalah Operasi Tri Komando Rakyat (Trikora), Dwi Komando Rakyat (Dwikora), dan Operasi Seroja.
Dalam catatan sejarah, Operasi Trikora diserukan Presiden Soekarno pada 19 Desember 1961 untuk membebaskan Irian Barat.
Sedangkan Operasi Dwikora berkaitan dengan masa masa konfrontasi dengan negara tetangga, Malaysia, juga pada tahun 1960-an.
"Waktu operasi Trikora, saya bertempat di Makassar (Sulawesi Selatan), kemudian ikut Operasi Seroja juga di Timor Timur," kata Mukilan.
Ketika bertugas di Timor Timur, diungkapkan masa-masa itu cukup keras karena seluruh pasukan harus waspada penuh setiap saat.
Bahkan, saking harus waspadanya, ia hanya bisa berganti baju sebulan sekali.
"Satu bulannya tidak ganti baju. Saya di sana tahun 1976, tahun 1977 juga masih di sana (Timor Timur)," ucapnya.
Mengenang masa-masa perjuangannya itu, Mukilan juga mengungkapkan bahwa kawan seperjuangan semasa operasi dulu masih hidup.
Katanya, mereka ada yang sudah tinggal di daerah lain lain mengikuti anak-anak mereka.
Saat itu, Mukilan mengungkapkan terima kasihnya kepada negara yang masih peduli dengan nasib para pejuang veteran.
"Saya berterimakasih kepada negara yang masih perhatian pada kami, kemarin dapat bedah rumah," katanya.
(*)