Penulis
Intisari-online.com -Perjuangan TNI-Polri memberantas KKB Papua belum juga berakhir.
Dua hari yang lalu dikabarkan jika masa tugas Satuan Tugas Nemangkawi (Satgas Nemangkawi) diperpanjang selama 6 bulan ke depan.
KKB Papua yang kini dianggap organisasi teroris sering beroperasi menyerang pemukiman penduduk bahkan membakar sekolah-sekolah.
Aksinya sering membawa bendera bintang kejora.
Bendera ini sendiri juga sudah cukup kontroversial.
Tahun 29 Agustus 2019 lalu, terjadi pengibaran bendera bintang kejora di depan Istana Negara.
Pengibaran dilakukan oleh Surya Anta Ginting, Charles Kossay, Dano Tabuni, Isay Wenda, Ambrosius Mulait dan Arina Elopere.
Aksi pengibaran tersebut dilakukan pada aksi unjuk rasa di seberang Istana Presiden, Jakarta.
Dikutip dari Kompas.com, kuasa hukum keenam aktivis itu, Michael Hilman, mengatakan keenam kliennya tidak bersalah.
Bahkan jika memang benar mengibarkan bendera bintang kejora, hal itu bukanlah bentuk pemberontakan.
Pasalnya, keenamnya mengklaim lambang bintang kejora hanya sebatas simbol kebudayaan yang berasal dari Papua.
"Kita lihat bahwa bintang kejora ini adalah bagian budaya Papua. Jangan dipolitisir sebagai makar atau mau menggulingkan pemerintahan yang sah, apa yang ditunjukkan kepada kawan kawan tersangka itu," ujar Michael saat ditemui di depan Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (22/10/2010).
Bendera bintang kejora
Bendera bintang kejora beraksen tujuh garis warna biru, enam garis warna putih horizontal, dan di sebelah kiri bergaris vertikal lebar berwarna merah.
Tepat di tengah garis vertikal ada bintang berwarna putih.
Bendera bintang kejora sendiri digunakan di wilayah Nugini Belanda dari 1 Desember 1961 sampai 1 Oktober 1962 saat wilayah tersebut berada di bawah pemerintahan Otoritas Eksekutif Sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNTEA).
Baca Juga: Pasukan TNI-Polri Sergap KKB Papua, 1 Anggota KKB Tewas, Amunisi hingga Parang Ditemukan
Sebelum dipakai oleh gerakan OPM dan KKB Papua, masyarakat Papua di Teluk Humboldt Holandia, nama lawas Jayapura, sudah mengibarkan bendera bintang kejora sebagai bangsa berdaulat sejak 1944-1945.
Saat itu Amerika Serikat (AS) meninggalkan Papua setelah Perang Pasifik sembari membawa tawanan Jepang.
Kemudian Belanda pun masuk ke Papua.
Nonie Sharp dalam bukunya The Morning Star in Papua Barat menceritakan bintang fajar di bendera itu menjadi simbol gerakan Koreri.
Koreri adalah gerakan adat dan kultural dari sebuah suku.
Tahun 1961 ketika para perwakilan dari wilayah Papua Barat bermusyawarah memilih simbol identitas nasional, disepakatilah bintang fajar menjadi lambang Papua Barat.
UNTEA menyerahkan kembali Irian Barat kepada pemerintah Indonesia sesuai amanat Perjanjian New York tapi secara sementara.
Kemudian menyusullah referendum tahun 1969 guna rakyat bisa memilih kesempatan apakah bergabung dengan Indonesia atau berdiri berdaulat sebagai negara sendiri.
Kemudian Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) mendapatkan hasil yaitu penggabungan Irian Barat ke Papua.
Selama era Orde Baru pengibaran bendera bintang kejora dan pemberontakan Papua lain diberangus hebat.
Namun ketika Gus Dur menjadi Presiden Indonesia, rakyat Papua diizinkan mengibarkan bendera bintang kejora.
Gus Dur juga menggunakan nama Papua menggantikan Irian Jaya.
Gus Dur sendiri yang menyatakan bendera bintang kejora sebagai simbol kultural dan boleh dikibarkan di bawah bendera Merah Putih.
Undang-undang pun diubah lagi, Pasal 6 dalam Peraturan Pemerintah 77 tahun 2007 melarang kembali penggunaan atribut daerah termasuk pengibaran bintang kejora dan simbol burung mambruk yang identik dengan gerakan separatis di era SBY.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini