Find Us On Social Media :

Rumah Sakit Husada, RS untuk Kaum Miskin Hasil Saweran Warga Tionghoa

By K. Tatik Wardayati, Kamis, 27 Mei 2021 | 09:40 WIB

RS Husada, Mangga Besar, Jakarta Pusat.

Intisari-Online.com – Inilah Rumah Sakit Husada, rumah sakit untuk kaum miskin hasil saweran Warga Tionghoa.

Apakah Anda mengenal Rumah Sakit Husada yang lokasinya berada di Mangga Dua, Jakarta Pusat?

Tahukah Anda kalau Rumah Sakit Husada ternyata dahulu awalnya bernama “Jang Seng Ie”?

Ya, sebelum menjadi rumah sakit besar seperti sekarang ini, RS Husada bermula dari sebuah poliklinik sederhana yang dibentuk oleh perkumpulan Jang Seng Ie.

Baca Juga: Sampai Pasien Positif Kabur dari Rumah Sakit, Ribuan Warga India Malah Antri 'Obat Ajaib' untuk Lawan Covid-19

Dikutip dari laman Rumah Sakit Husada, Rumah Sakit Jang Seng Ie didirikan pada tanggal 28 Desember 1924 oleh dr. Kwa Tjoan Sioe dan beberapa teman sejawat serta pengusaha-pengusaha Tionghoa di Jakarta dalam wadah perkumpulan ‘Jang Seng Ie’.

Rumah Sakit Jang Seng Ie diresmikan penggunaannya pada tahun 1925.

Namun, pada 1 Juni 1965, Rumah Sakit Jang Seng Ie, berganti nama menjadi Rumah Sakit Husada yang diresmikan oleh Pemerintah Indonesia melalui Menteri Kesehatan Republik Indonesia, kala itu dijabat oleh Prof. Dr. Satrio.

Bahkan nama perkumpulan Jang Seng Ie pun berubah menjadi Perkumpulan Husada.

Baca Juga: Kim Jong-un Marah Besar pada China, Larang Semua Obat-obatan Tiongkok di Rumah Sakit Korut

Kemudian pada tanggal 25 Juni 1971, Gubernur DKI Jakarta menetapkan Rumah Sakit Husada sebagai Rumah Sakit Umum Pusat bagian Utara.

RS Husada kini memiliki luas tanah 66.764 m2, dilengkapi oleh fasilitas-fasilitas, pelayanan medis dan alat-alat penunjang yang canggih.

RS Husada sudah menjalani 4 kali akreditasi sebagai pengakuan yang diberikan oleh Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan kepada Rumah Sakit yang sudah memenuhi standar yang ditetapkan.

RS Jang Seng Ie

Berdiri sejak tahun 1924, di bawah inisiatif dan pimpinan dr. Kwa Tjoan Sioe, RS Jang Seng Ie adalah wujud rasa kemanusiaan dari kalangan masyarakat Tionghoa terhadap kondisi penanganan kesehatan masyarakat Batavia (Jakarta) yang amat buruk dari penjajah Belanda pada saat itu.

Puluhan ribu masyarakat dari berbagai kalangan, terutama penduduk Betawi, diobati secara cuma-cuma alias gratis di rumah sakit ini.

Yang sulit kita bayangkan adalah sebagian besar dari para dokter dan perawatnya tidak mau menerima bayaran!

Bahkan mereka menanggung sendiri biaya transportasi dan keperluan lainnya.

Luar biasa, menggambarkan tindakan sosial yang mereka lakukan itu.

Baca Juga: Kisah Ajaib Ketika Seorang Bayi Terlahir dari Jenazah yang Telah Meninggal Selama 13 Minggu

Dari sumber Koleksi Museum Pustaka Peranakan Tionghoa, kalangan dermawan dari orang-orang Tionghoa juga menyumbangkan begitu banyak dana untuk membiayai keberlangsungan rumah sakit tersebut.

Nama yang tercatat dari mereka, antara lain:

1. Auw Boen Hauw 38.000 Gulden

2. Khouw Ke Hien 18.000 Gulden

3. Liem Gwan Kwie 22.000 Gulden

4. Thung Tjien Pok 10.000 Gulden

Menariknya lagi, ada juga keterangan dari iklan undangan pernikahan kalangan Tionghoa yang memberikan penjelasan, bahwa uang sumbangan (angpao) untuk mempelai akan disumbangkan kepada Rumah Sakit Jang Seng Ie.

Profil pendiri Jang Seng Ie

Dr. Kwa Tjoen Sioe, adalah pendiri RS Jang Seng Ie, lahir pada 7 Januari 1893 di Salatiga, sebagai putera kedua dari pasangan Kwa Sam Say dan Liem Tjoe Nio.

Baca Juga: Jadi Masalah Baru di Tengah Karut-marutnya Situasi Covid-19, Terkuak Ternyata Ini Penyebab Infeksi Jamur Hitam Merajalela Menyerang Pasien Covid-19 yang Sembuh di India

Pada tahun 1904 melanjutkan studi ELS di Salatiga, dan tahun 1908 masuk HBS di Semarang.

Berangkat ke Belanda pada tahun 1913 untuk melanjutkan studi di Fakultas Kedokteran Universiteit van Amsterdam dan Tropen Institute of Tropical Hygiene

Pada tahun 1921, kembali ke Indonesia dan bekerja di CBZ, kini RS Cipto Mangunkusumo, selama 4 bulan.

Kemudian pada tahun 1922 menjalani praktik swasta di jalan Chaulan untuk menolon gorang-orang miskin, ibu hamil, dan anak-anak.

Lalu pada tahun 1924, bersama tokoh-tokoh Tionghoa lainnya seperti Liem Tiang Djie, Tan Boen Sing, Injo Gan Kiong, Ang Jan Goan, Lie Him Lian, Tan Eng An dan Lie Tjwan Ing, mendirikan Jang Seng Ie.

Pada tahun 1931, dr. Kwa ikut aktif dalam pergerakan menuju Indonesia merdeka.

Hingga akhirnya pada 19 Maret 1948, Dr Kwa meninggal terjatuh dalam keletihan akibat pengabdiannya yang begitu hebat kepada rakyat.

Beliau meninggal dalam perjuangan untuk bangsanya sendiri, Indonesia!

Kalau biasanya pasien yang datang membayar dokter, tetapi yang dilakukan dr Kwa justru sebaliknya, lebih sering memberi uang kepada pasiennya yang miskin.

Baca Juga: Meski Komunitasnya Kerap Direndahkan di India, Pria Muslim Ini Sediakan Tabung Oksigen Gratis untuk Pasien di Tengah Krisis Covid-19, Bahkan Rela Jual Mobilnya

Rupanya kehebatan dan ketenaran dr Kwa tidak hanya dikenal di Batavia saja, tetapi juga sampai ke daerah lain, seperti Serang dan Cirebon.

Maka beliau pun mengobati pasien di mana pun berada, sejauh yang bisa dicapainya. Tak jarang, ia harus tidur di dalam mobil.

Dari geotimes, didapat juga keterangan bahwa pemilik balsem Cap Macan, Auw Boen Hauw, harus merayu Dr Kwa Tjoan Sioe, sebagai pendiri R.S Jang Seng Ie (Husada) agar mau menerima sumbangan darinya. Dr Kwa, mulanya menolak, tapi akhirnya setuju.

Ketika Auw Boen Hauw memberikan pandangan, bahwa dengan menerima sumbangannya, maka Dr Kwa dapat membangun paviliun, agar orang kaya dapat datang dan mau berobat di rumahsakitnya.

Lalu uang biaya pengobatan dari orang-orang kaya tersebut dapat dipakai untuk mengobati lebih banyak lagi orang-orang miskin.

Keterangan tersebut merupakan informasi yang disampaikan langsung oleh Ibu Myra Sidharta, tokoh senior peneliti Peranakan Tionghoa di Indonesia.

Diperkuat oleh keterangan dari buku karangan Prof Leo Suryadinata yang berjudul Prominent Indonesian Chinese.

Demikianlah, meskipun rumah sakit ini telah berganti nama, tidak sedikitnya masyarakat sekitar yang paham sejarah masih menyebut Rumah Sakit Husada dengan nama Rumah Sakit Jang Seng Ie.

Paling tidak, Rumah Sakit Husada telah tercatat sebagai rumah sakit swasta percontohan untuk 16 pelayanan, yang meliputi: pelayanan gawat darurat, pelayanan keperawatan, rekam medis. pelayanan administrasi dan manajemen, pelayanan radiologi, pelayanan gizi, pelayanan intensif, pelayanan medik, pelayanan farmasi, pelayanan pengendali infeksi, pelayanan rehabilitasi medik, keselamatan kecelakaan kerja (K3), pelayanan perintal resiko tinggi (PERISTI), pelayanan darah, pelayanan laboratorium dan masih banyak lagi.

Baca Juga: Ditugasi Mengisi Rumah Sakit Baru, Pejabat Korut Ini Malah Dihukum Mati oleh Kim Jong-Un, Terkuak Ternyata Karena Kotori Rumah Sakit Baru dengan Produk China Ini

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari