Penulis
Intisari-Online.com - Aparat terus memburu KKB Papua yang belakangan ini semakin meresahkan.
Aksi brutal KKB Papua telah memakan banyak korban jiwa, termasuk warga sipil di Papua sendiri.
Bahkan, dilaporkan dalam tiga tahun terakhir korban jiwa dari aksi KKB Papua mencapai 95 orang, dengan 59 di antaranya adalah warga sipil.
Hal itu seperti yang disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD, dalam rapat virtual bersama jajaran Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI secara virtual pada Senin (3/5/2021) lalu.
"Masyarakat atau warga sipil yang meninggal karena penganiayaan seperti tadi itu 59 orang, TNI 27 orang, Polri 9 orang.
"Seluruhnya 95 orang. Itu dengan tindakan yang sangt brutal. Sementara kita tetap berpedoman jaga hak asasi manusia seperti yang disampaikan tadi," kata Mahfud.
Belum lagi ratusan korban luka-luka yang diakibatkan oleh aksi kelompok kriminal separatis tersebut.
Selama puluhan tahun terus menjadi buruan aparat, pakar mengungkapkan berbagai alasan yang membuat KKB Papua sulit dienyahkan.
Baca Juga: Pengepungan Masada, Ketika Roma Hancurkan Israel dalam Sejarah Kuno
Melansir Kompas.com, Pengamat intelijen Ridlwan Habib mengatakan bahwa sebenarnya kemampuan tempur KKB Papua biasa-biasa saja.
Namun, beberapa faktor di luar kemampuan tempur KKB Papua menjadi alasan sulitnya mereka dienyahkan.
Ia menjelaskan, setidaknya ada tiga hal yang membuat KKB di Papua sulit untuk ditumpas.
Faktor tersebut terutama adalah karena geografis yang sulit dan menantang.
"Jadi kemampuan tempur KKB itu sebenarnya biasa-biasa saja, tetapi karena situasi geografis di Papua, vegetasinya, kemudian hewan-hewan yang ada di sana, itu membuat mereka lebih kuat bertahan daripada pasukan pemukul dari TNI dan Polri yang mengejar," kata Ridlwan pada Kompas.com, Rabu (28/4/2021).
Selain faktor taktikal geografis, menurut Ridlwan, adanya 'perlindungan' tokoh lokal juga disebut sebagai salah satu faktor yang membuat sulitnya KKB Papua dienyahkan.
Beberapa di antara tokoh lokal tersebut dikatakan sudah tertangkap.
"Ada beberapa oknum tokoh-tokoh kan yang sudah tertangkap, misalnya kemarin ada satu oknum pendeta ternyata menyuplai senjata untuk KKB," ujar Ridlwan.
Baca Juga: Begini Cara Simpan Biji Ketumbar dengan Benar, Apakah Cara Anda Sudah Benar?
Baca Juga: Kini Sepakat Gencatan Senjata Tanpa Syarat, Rupanya Lewat Tangan Negara Ini Gaza Bisa Damai Sebentar
"Jadi ini problem juga, karena di sana masih ada oknum tokoh masyarakat adat yang masih melindungi orang-orang KKB itu, jadi makin susah untuk dikejar," imbuhnya.
Faktor ketiga yang menjadi alasan sulitnya KKB Papua dienyahkan adalah soal koordinasi antar lintas tim yang ikut bergerak bersama-sama melawan KKB.
Menurut Ridlwan, perlu ada wadah yang melinkupi berbagai tim atau unsur yang terlibat dalam pemberantasan KKB Papua.
Kini, tim atau unsur yang dilibatkan dalam memberantas kelompok tersebut, yaitu seperti TNI, Polri, BIN, dan satuan tugas lokal dari Kodam setempat.
"Nah ini koordinasinya saya kira memang perlu dilingkupi dalam satu wadah yang khusus, misalnya dulu kita ingat waktu operasi melawan Santoso. Waktu itu payungnya satu, yakni namanya Satgas Tinombala, jadi semua unsur itu ya cuma satu payung itu," jelas Ridlwan.
Dengan faktor ketiga yang menurut Ridlwan menjadi salah satu alasan sulitnya memberantas KKB Papua ini, ia meminta kepada pemerintah untuk segera membuat satu payung yang dapat mewadahi semua unsur.
Hal itu agar nantinya tidak ada yang bergerak sendiri-sendiri.
Sementara untuk mengatasi faktor geografis, ia mengusulkan agar dikirimkan satu tim yang memiliki kemampuan lebih dan memahami medan-medan ekstrem.
"Itu taktikal tempurnya perlu dikirimkan satu tim yang memahami benar, punya kemampuan vegetasi hutan-hutan lebat, suhu ekstrem, saya kira di situ ada pasukan khusus kita ya, Koopsus TNI, saya kira bisa dikirimkan dalam bentuk perbantuan," kata Ridlwan.
Selain itu, perlu juga dilakukan operasi penggalangan intelijen. Tokoh-tokoh atau pimpinan adat perlu digalang untuk tidak membantu baik secara moral atau bantuan lain terhadap KKB.
Ia mengatakan, penggalangan tersebut harus dilakukan secara serius oleh tim khusus yang biasanya melakukan operasi penggalangan.
Terkait aksi penembakan oleh KKB Papua dalam kurun waktu 3 tahun yaitu 2017 hingga 2020, menurut catatan Polri terjadi sebanyak 63 kali.
Pada tahun 2017 terdapat 22 kali aksi penembakan, tahun 2018 terjadi 12 kali, tahun 2019 terjadi 4 kali dan tahun 2020 mengalami kenaikan yang signifikan sebanyak 25 kali aksi penembakan.
Kapolres Mimika AKBP I Gusti Gede Era Adhinata mengatakan, kenaikan jumlah aksi penembakan di tahun 2020 menyusul adanya seluruh KKB di wilayah Pegunungan Papua yang bergabung dengan KKB Timika khusunya di wilayah Tembagapura.
Namun, Era Ardhinata mengungkapkan dalam refleksi akhir tahun 2020 (31/12/2020), sebagian besar kelompok tersebut kini sudah meninggalkan Timika khususnya wilayah Tembagapura.
(*)