Namun meski begitu pengunjuk rasa Arab muda dapat mengklaim kemenangan, karena mereka berhasil memaksa penundaan Mahkamah Agung Israel untuk mengusir warga di Sheikh Jarrah.
Mereka juga memaksa kebijakan mengubah rute Hari Yerusalem jauh dari warga Muslim di kota tua itu.
Ketegangan ini adalah sisa dari ketegangan 1967, ketika kelompok Islamis mengundang warga Arab-Israel muda.
Kota-kota Arab-Yahudi yang seharusnya menjadi contoh keberadaan seperti Acre, Ramla, Jaffa dan Lod, meledak dalam kekerasan dan kerusakan.
Lod diambil alih oleh geng Arab muda, tapi Yerusalem telah menjadi titik konflik, dengan menjadi kesempatan emas bagi Hamas untuk memenangkan dominasi atas kolaborator Israel di Otoritas Palestina Tepi Barat dan singkirkan kepemimpinan Presiden Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas, yang hampir mati.
Di bawah tekanan Israel, Abbas telah membatalkan pemilihan legislatif karena takut jika Hamas yang sudah menguasai Gaza sejak 2006 dapat menang dan memperluas kekuasaan mereka ke Tepi Barat.
Abbas membingkai keputusannya saat protes melawan penolakan Israel merebak, tapi kenyataannya kehadiran Otoritas Palestina di Yerusalem Timur sudah menghilang, dan kekuasaan dipegang oleh generasi Palestina muda sekuler yang mengubah Temple Mount menjadi simbol perlawanan mereka atas kependudukan Israel.
Dalam ketegangan baru-baru ini, Hamas menghubungkan semua kemungkinan yang diperlukan untuk meraih posisi strategis di pergerakan nasional Palestina.