Find Us On Social Media :

India Kacau Dihajar Covid-19, Kepala Departemen Sains WHO Ini Beberkan Alasan Covid-19 Begitu Mudah Menyebar di India

By Afif Khoirul M, Senin, 10 Mei 2021 | 19:00 WIB

Sudah jatuh tertimpa tangga, sudah lumpuh karena serangan gelombang kedua virus Corona, India terancam dikucilkan di Asia Selatan karena janji palsu mengenai vaksin Covid-19

Intisari-online.com - Sejauh ini Covid-19 di India masih menjadi sorotan dunia, sejah tsunami Covid-19 melanda negara itu.

Pada Minggu (9/5/21), India mencatat hari kedua berturut-turut jumlah kematian akibat Covid-19, melebihi 4.000 dengan 4.092 kasus.

Tambahan 403.738 kasus baru juga telah dilaporkan.

Menurut Reuters, jumlah kasus di India sejak awal pandemi telah mencapai 22,3 juta kasus dengan 242.362 kematian.

Baca Juga: Setelah Heboh Ratusan WNA India yang Beberapa Positif Covid-19, Kini Giliran 157 WNA China Dibolehkan Masuk ke Indonesia Setelah Imigrasi Lakukan Hal Ini, Apakah Kita Kecolongan Lagi?

Banyak wilayah di India telah memberlakukan blokade ketat selama sebulan terakhir untuk mencegah peningkatan jumlah kasus.

Sementara bagian lain telah memberlakukan pembatasan perjalanan, bioskop, pub dan pusat perbelanjaan.

Namun, tekanan semakin meningkat pada Perdana Menteri Narendra Modi, karena banyak orang mendesak pemerintah mengeluarkan blokade nasional.

Serupa dengan yang diberlakukan pada tahun lalu, saat wabah pertama kali menyebar.

Baca Juga: Dengan Tertawa China Bisa Menari-nari di Atas Penderitaan India, Tahu India Gagal Jadi Malaikat Pemberi Vaksin Dunia China Mulai Ketiban Rejeki Kirimkan Vaksin dengan Bebas Tanpa Pesaing

Sementara itu, Soumya Swamithan, kepala departemen sains WHO, mengatakan Strain B.1.6.17 adalah salah satu alasan mengapa Covid-19 begitu cepat menyebar di India.

Varian yang lebih menular dan mungkin mengelak dari vaksin Covid-19 muncul di India, berkontribusi pada wabah infeksi, kata kepala sains WHO, menurut NDTV.

"Fitur epidemiologi yang kita lihat di India saat ini menunjukkan bahwa itu adalah varian yang menyebar dengan sangat cepat," kata Swaminathan.

Swaminathan mengatakan strain Covid-19 bernama B.1.167, pertama kali ditemukan pada Oktober tahun lalu, adalah salah satu penyebab tragedi Covid-19 di India .

"Ada banyak agen percepatan, salah satunya virus yang menyebar lebih cepat," ujar ilmuwan berusia 62 tahun itu.

Organisasi Kesehatan Dunia mengevaluasi strain B.1.167 untuk memiliki ciri mutan yang berbeda dan "membutuhkan perhatian".

Baca Juga: Kini Jumlah Kematian Covid-19 di India Mencapai Lebih dari 200 Ribu, Prediksi Terbaru Justru Gambarkan Kondisi Lebih Parah akan Segera Dihadapi Negara Ini dengan Berkali-kali Lipat Kematian dari Jumlah saat Ini

WHO belum menempatkan varian ini dalam daftar yang mengkhawatirkan, termasuk strain yang lebih berbahaya daripada yang semula menyebar di Wuhan, China.

Swaminathan mengatakan hanya masalah waktu sebelum WHO memasukkan strain tersebut ke dalam daftar.

"B.1.617 adalah jenis yang mengkhawatirkan karena ada sejumlah mutasi yang meningkatkan penyebaran dan dapat membantu virus melawan antibodi yang dibentuk oleh vaksinasi atau infeksi Covid-19 yang sudah ada sebelumnya," kata Swaminathan.

Namun, ilmuwan WHO juga menekankan bahwa strain B.1.167 bukan satu-satunya penyebab rekor peningkatan jumlah infeksi dan kematian di India.

Banyak orang India tampaknya subjektif, tidak mematuhi aturan pencegahan dan berpartisipasi dalam pertemuan massal.

Swaminathan berkata bahwa India telah melewatkan peluang emas untuk menghentikan Covid-19 sebelum menyebar dengan luas.

Baca Juga: Kelabakan Akibat Covid-19 Makin Merajalela, India Sampai Lakukan Vaksinasi Darurat dengan Cara yang Jadi Sorotan Dunia, Tunjukan Betapa Paniknya India

"Pada saat epidemi Covid-19 di India tumbuh, sangat sulit dihentikan karena virus tersebut telah menginfeksi puluhan ribu orang, terus berkembang biak dengan sangat cepat," kata Swaminathan.

Berbicara tentang kampanye imunisasi di rumah, Swaminathan mengakui bahwa India hanya memvaksinasi Covid-19 untuk sekitar 2% dari populasi.

"Ini akan memakan waktu berbulan-bulan sampai kami mencapai tingkat imunisasi antara 70 dan 80% dari populasi," katanya.