Melansir artikel War on Rock oleh Paul D Williams (20/5/2019), kegagalan yang masih ditemui dalam upaya membangun kembali Somalia National Army (SNA), tak lepas dari warisan keruntuhan negara ini.
Dikatakan, pertama, Somalia menghadirkan konteks unik yang sulit bagi calon pembangun negara karena mereka harus berurusan dengan warisan keruntuhan negara selama dua dekade dan kompleksitas dinamika marga di negara itu.
Sejak perang saudara di akhir 1980-an, Somalia telah menjadi kasus pola dasar keruntuhan negara, diganggu oleh panglima perang, gangsterisme, dan korupsi endemik serta kekeringan dan kelaparan siklis.
Keamanan, keadilan, pendidikan, dan perawatan kesehatan umumnya disediakan oleh klan, yang berupaya untuk menguasai kota-kota besar, pelabuhan, dan rute transit.
Dijelaskan bahwa aktor-faktor tersebut digabungkan untuk membuat pemerintah federal hampir tidak memiliki sumber daya dan sangat sedikit tentara yang setia kepada negara, daripada klan tertentu atau individu kuat lainnya.
Meski begitu, masih diyakini dengan kemauan politik yang memadai dan kesatuan tujuan di antara para pemimpin Somalia dan mitra internasional, konteks yang sulit tersebut masih mungkin diatasi.
Faktor yang bisa menjadi kunci keberhasilan upaya tersebut adalah masalah politik Somalia.
Hal terpenting adalah asimetri minat antara aktor internasional dan elit Somalia, kata Williams, penulis dan profesor di Washiongton University. Sayangnya, ini juga tak nampak terjadi.