Penulis
Intisari-Online.com - Dalam sejarah Timor Leste, negara yang letaknya di sebelah timur Nusa Tenggara Timur (NTT) ini pernah menjadi bagian wilayah Indonesia.
Dulu, orang-orang mengenalnya sebagai Timor Timur. Dan sejak melepaskan diri di era pemerintahan Presiden Habibie, ia punya nama resmi Republik Demokratik Timor Leste.
Selama 24 tahun lamanya Timor Leste berintegrasi dengan Indonesia, yaitu sejak 1975 hingga 1999.
Namun, selama seperempat dekade tersebut, berintegrasinya Timor Leste dengan Indonesia diwarnai perlawanan oleh rakyat Timor Leste pro-kemerdekaan.
Mereka ingin Timor Leste merdeka dari Indonesia dan menjadi negara sendiri, meski sebagian rakyat Timor Leste lainnya juga ada yang menginginkan tetap berintegrasi dengan Indonesia.
Tak ayal pertempuran demi pertempuran terjadi di Bumi Lorosae, rakyat Timor Leste pro-kemerdekaan bergerilya melawan tentara Indonesia.
Para pejuang kemerdekaan Timor Leste mempertaruhkan nyawanya demi tujuan mereka, menyusup ke hutan-hutan dan gunung.
Rupanya, lagu-lagu perlawanan ikut mewarnai masa-masa perjuangan rakyat Timor Leste pro-kemerdekaan itu.
Setelah Timor Leste lepas dari Indonesia dan merdeka menjadi sebuah negara yang berdiri sendiri, lagu-lagu itu tetap dirawat.
Maubere Timor, adalah sekelompok veteran yang menyanyikan lagu-lagu patriotik yang dulunya digubah di pegunungan selama hari-hari gelap pendudukan oleh Indonesia.
Kelompok tersebut kini merawat lagu-lagu perlawanan Timor Leste, merilis album pertama mereka pada 2017 lalu.
Melansir Aljazeera (18/4/2020), Domingos Pinto Gabrial, juga dikenal sebagai Berliku, adalah seorang guru sekolah berusia 19 tahun di timur laut kota Baucau ketika pasukan Indonesia menginvasi Timor Timur pada bulan Desember 1975.
Baca Juga: Salah Kaprah, Ternyata Minum Teh Saat Sahur Tidak Disarankan, Ini Penyebabnya
Dia bergabung dengan banyak anak muda yang melarikan diri ke pegunungan untuk bergabung dengan tentara perlawanan yang baru dibentuk, FALINTIL (Forcas Armadas de Libertacao de Timor-Leste, atau Angkatan Bersenjata untuk Pembebasan Timor Timur).
"Kami tidak punya pilihan; kami hanya harus bertarung," ungkapnya.
Berliku kini menjadi penyanyi utama Maubere Timor, sekelompok veteran yang menyanyikan lagu-lagu patriotik yang digubah di pegunungan selama hari-hari gelap pendudukan.
Baca Juga: Siapa Sangka Beginilah Kepribadian Penyuka Warna Kuning dan Abu-abu
Maubere Timor merilis album pertama mereka pada tahun 2017, pilihan 12 lagu yang menangkap semangat juang gerakan perlawanan di bawah pendudukan yang berlangsung selama 24 tahun dan menyebabkan kematian sekitar 200.000 orang Timor Leste.
Lebih dari 20 tahun setelah referendum kemerdekaan, dan hampir 18 tahun sejak negara itu akhirnya dinyatakan merdeka, Maubere Timor berusaha untuk menangkap keadaan bangsa melalui musiknya.
Berliku mengenang bahwa meski perjuangan kemerdekaan berlangsung lama, banyak orang di Timor Timur yang siap berjuang lebih lama.
"Kami pikir ini bisa lebih lama... kami sudah tahu ini akan menjadi perjuangan yang panjang dan sulit."
Mengenakan bekas luka untuk bertahan hidup
Terisolasi dari seluruh dunia, kehidupan di pegunungan itu sulit, dengan pertempuran yang berlangsung setiap hari dengan pasukan pendudukan Indonesia.
Sementara tentara Indonesia dipersenjatai dengan sangat baik dan memiliki tenaga yang lebih baik, "secara taktis mereka harus banyak belajar. Masalah utama yang mereka hadapi adalah mereka tidak mengenal tanah [di pegunungan] dengan baik."
Dalam satu pertempuran, Berliku ditembak lima kali. Dia juga terluka di kaki saat serangan bom.
Dia memakai bekas lukanya tanpa kesombongan, mengatakan bahwa, di atas pegunungan, kita perlu "bertahan hidup".
"Hidup atau mati, kemerdekaan [adalah] satu-satunya jawaban. Tidak ada pilihan lain."
Menciptakan lagu perlawanan
Dinamakan seperti burung yang bernyanyi setiap pagi, Berliku diberi julukan oleh pemimpin perlawanan karena dia suka menyanyi dan menggubah lagu saat jeda dalam pertempuran.
Berliku didorong untuk mulai menulis musik dan puisi untuk disebarluaskan ke masyarakat, jelasnya, untuk menggunakan "musik atau alat apa pun yang bisa kita peroleh untuk melawan orang Indonesia".
Di pegunungan, tidak ada studio musik, jadi mereka merekam dengan tape recorder portabel di gua tempat mereka tinggal.
"Tujuannya saat itu adalah menyelundupkan musik keluar dari Timor untuk perlawanan di luar negeri," kata Berliku.
"Untuk menginspirasi dan mendidik orang-orang di luar Timor serta mendorong penduduk di seluruh negeri," sambungnya.
"Selama ini, kami dikurung, diisolasi. Itu kebijakan (mantan presiden Indonesia) Soeharto saat itu. Dia ingin mengisolasi Timor," katanya.
Berliku menggambarkan perasaan "ditinggalkan" oleh seluruh dunia dan mencari perlindungan pada musik yang merupakan cara untuk menyampaikan berita perjuangan Timor kepada dunia.
Bernyanyi sebagai orang bebas
Pada tahun 1990, Berliku ditangkap oleh pasukan Indonesia dan dipenjarakan di sebuah pulau terpencil, di mana ia hanya bisa dilihat saat negara tersebut memilih kemerdekaan pada tahun 1999.
Dia kembali ke Timor Leste pada tahun 2008, hampir satu dekade setelah kemerdekaan, dengan bantuan Palang Merah.
Selama ini, keluarganya di Baucau mengira dia sudah mati dan bahkan membuatnya menjadi kuburan.
Saat ini, Berliku masih bernyanyi sebagai orang bebas.
Pada tahun 2014, sekelompok veteran berkumpul untuk merekam lagu-lagu patriotik yang ditulis dahulu kala di pegunungan, untuk menangkap semangat perlawanan dan mendokumentasikan bagian penting dari sejarah Timor-Leste.
Selain konser di Australia, band ini juga melakukan tur ke Timor Leste, tampil untuk anak-anak sekolah. Mereka disambut dengan baik.
"Sejarah kami, perlawanan kami adalah sakral. Dan penting bagi [kaum muda] untuk memahami itu."
"Generasi muda merasa bangga dengan masa lalu dan sejarah kami, dan itu tidak akan mudah untuk dilupakan."
Setelah kemerdekaan Timor Leste akhirnya dicapai, Berliku mengatakan "perdamaian dan stabilitas" bagi Timor Timur adalah hal terpenting untuk masa depan.
Ditanya tentang perasaannya terhadap Indonesia, apakah ia membencinya, ini jawaban Berliku: "Itu masa lalu, tapi suka atau tidak, itu sejarah -Anda tidak bisa menyangkal sejarah. Tapi ya, kami harus bergerak maju."
Dengan rencana album lain, Berliku berkata dia ingin "terus bermain".
"Ini bukan hanya tentang mendongeng masa lalu, tetapi juga untuk masa depan generasi muda. Untuk memahami tentang masa lalu tetapi juga bagaimana mempromosikan pembangunan untuk masa depan," ungkapnya.
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik disini