Setelah Soviet menyatakan mendukung Indonesia pada 26 Februari 1960, berbagai kerja sama dilakukan, termasuk membantu angkatan bersenjata Indonesia.
Dana diguyurkan untuk mendukung perekonomian dan pembangunan di Indonesia.
Pada awal 1960, Soekarno mengundang delegasi Pemerintah Uni Soviet untuk berkunjung ke Indonesia.
Khrushchev mengaku sangat senang dan langsung menerima undangan tersebut.
Kedekatan ini sempat menimbulkan persepsi bahwa Pemerintahan Indonesia saat itu condong ke kiri.
KRI Irian 201
Pada sektor pertahanan, Soviet juga membantu Indonesia dengan proyek Cruiser 68-bis "Ordzhonikidze" yang dinamakan sebagai KRI Irian 201.
Kapal ini menjadi kapal perang Soviet yang pertama dalam sejarah pasca-peperangan yang dialihkan kepada negara asing.
Ada sejumlah cerita unik di balik proyek 68-bis.
Untuk pertama kalinya, insinyur Soviet menggunakan teknologi pengelasan pada lambung kapal dan pengelasan satuan badan kapal yang berbobot 100–150 ton.
Berbeda dengan kapal negara lainnya, kapal perang ini mengangkut meriam kaliber kecil, yaitu meriam kaliber 150 mm sebagai pengganti kaliber 203 mm yang diimbangi dengan performa yang baik.
Kapal ini mengangkut 12 meriam utama kaliber 152 mm, 12 meriam kaliber 100 milimeter, dan 32 meriam kaliber 37 milimeter.