Irian Barat Direbut, Gelora Bung Karno pun Kokoh Berdiri, Siapa Sangka Pria Rusia Inilah yang Jadi Dalang Semuanya, Poles Wajah Indonesia Jadi Negara Paling Disegani Seantero Asia Tenggara

Mentari DP

Penulis

Meski sudah runtuh, Uni Soviet pernah menjadi salah satu negara yang mendukung Indonesia. Khususnya di era Soekarno.

Intisari-Online.com - Uni Soviet memang telah runtuh.

Namun negara itu pernah menjadi negara adikuasa pada zamannya.

Salah satunya bahkan Soviet pernah mendukung Indonesia. Baikitu pembangunan maupun ekonomi.

Baca Juga: Belum Sempat Para Pengawalnya Bereaksi Saat Presiden Dilempar 5 Granat, Bukannya Berlindung, Tak Disangka Justru Soekarno Lakukan Aksi Tak Terduga Ini

Bagaimana kronologisnya?

Dilansir dari kompas.com pada Senin (12/4/2021), kejadian itu terjadi pada26 Februari 1960.

Saat itu,Pemerintah Uni Soviet, melalui Perdana MenteriNikita Khrushchev mengemukakan kepada publik bahwa Soviet mendukung Indonesia.

Pernyataan ini membawa perubahan bagi hubungan dan kerja sama kedua negara.

Sebelumnya, sebagai negara yang baru merdeka, Indonesia tak begitu dilirik Uni Soviet di masa kepemimpinan Stalin.

Hubungan harmonis kedua negara mulai berkembang ketika usai Perang Dunia II.

Pada 1950, Indonesia dan Uni Soviet menjalin hubungan diplomatik.

Baca Juga: Dikenal Sangat Karismatik, Ternyata Soekarno Pernah Beberapa Kali Pinjam Uang Meski Sudah Jadi Presiden, 'Aku Butuh Duit'

Soviet membutuhkan sekutu setelah perang, sedangkan Indonesia berupaya mencari dukungan untuk menghilangkan bekas-bekas penjajahan Belanda.

Dilansir dari Russia Beyond The Headline, Pemerintah Soviet mulai membicarakan Indonesia di tingkat Komite Pusat (Partai Komunis Uni Soviet) pada 1955, ketika penandatanganan Dasasila Bandung (sepuluh poin hasil pertemuan Konferensi Asia-Afrika).

Peristiwa itu menarik seluruh perhatian dunia.

Sejak itu, nama presiden Indonesia, Soekarno, mulai sering muncul di surat-surat kabar Soviet.

Secara perlahan, Indonesia mulai menarik perhatian Soviet. Hubungan diplomatik kedua negara semakin kuat.

Di tengah gencarnya Perang Dingin, Indonesia tetap bersikukuh tak memihak dan mempertahankan sikap nonbloknya.

Bahkan, Indonesia mempelopori Gerakan Non Blok (GNB) di Beograd, Yugoslavia.

Inilah yang membuat PM Nikita Khrushchev membawa Uni Soviet semakin dekat dengan Indonesia.

Nikita Khrushchev mendukung Indonesia

Pada 1956, setelah Kongres Partai Komunis Uni Soviet yang ke-20, Presiden Soekarno berkunjung ke Uni Soviet.

Sang proklamator mendapatkan sambutan hangat dari PM Nikita Khrushchev.

Keduanya saling bertukar pikiran dan pendapat mengenai kondisi negara masing-masing.

Baca Juga: Kisah Haji Johannes Cornelis Prince, Desertir Belanda Peraih Bintang Gerilya yang Pernah Dipenjara oleh Nazi, Soekarno, dan Juga Soeharto

Setelah Soviet menyatakan mendukung Indonesia pada 26 Februari 1960, berbagai kerja sama dilakukan, termasuk membantu angkatan bersenjata Indonesia.

Dana diguyurkan untuk mendukung perekonomian dan pembangunan di Indonesia.

Pada awal 1960, Soekarno mengundang delegasi Pemerintah Uni Soviet untuk berkunjung ke Indonesia.

Khrushchev mengaku sangat senang dan langsung menerima undangan tersebut.

Kedekatan ini sempat menimbulkan persepsi bahwa Pemerintahan Indonesia saat itu condong ke kiri.

KRI Irian 201

Pada sektor pertahanan, Soviet juga membantu Indonesia dengan proyek Cruiser 68-bis "Ordzhonikidze" yang dinamakan sebagai KRI Irian 201.

Kapal ini menjadi kapal perang Soviet yang pertama dalam sejarah pasca-peperangan yang dialihkan kepada negara asing.

Ada sejumlah cerita unik di balik proyek 68-bis.

Untuk pertama kalinya, insinyur Soviet menggunakan teknologi pengelasan pada lambung kapal dan pengelasan satuan badan kapal yang berbobot 100–150 ton.

Berbeda dengan kapal negara lainnya, kapal perang ini mengangkut meriam kaliber kecil, yaitu meriam kaliber 150 mm sebagai pengganti kaliber 203 mm yang diimbangi dengan performa yang baik.

Kapal ini mengangkut 12 meriam utama kaliber 152 mm, 12 meriam kaliber 100 milimeter, dan 32 meriam kaliber 37 milimeter.

Baca Juga: Sok-sokan Ikut Campur Konflik Rusia dan Ukraina, Terkuak Pesawat Mata-mata Amerika Sukses Diusir dari Area Sengketa Ini, Langsung Kocar-kacir!

Selain itu, kapal ini mampu mengangkut hasil tambang dan membawa dua set torpedo tabung kaliber 533 milimeter.

Kapal ini juga menjadi saksi bisu runtuhnya hubungan Soviet dan Indonesia.

Gelora Bung Karno

Soviet juga sepakat untuk membantu penyediaan sejumlah peralatan dan memberikan pinjaman untuk penambangan timah dan barang tambang berharga.

Soekarno bahkan meminta agar Uni Soviet membantu pembangunan stadion di Jakarta untuk menunjang perhelatan Asian Games ke-IV pada 1962.

Ketika itu, Indonesia diwajibkan membangun sebuah multi-sports kompleks, yang kala itu belum terbayangkan seperti apa wujudnya.

Pembangunan GBK didanai melalui pinjaman lunak Uni Soviet senilai 12,5 juta dollar AS.

Uni Soviet juga mengirimkan insinyur dan teknisinya untuk merancang Stadion Utama GBK.

Perdana Menteri Uni Soviet Nikita Kruschev turut hadir dalam pencanangan tiang pancang pertama pada 8 Februari 1960.

Beton yang harus dicor sebanyak 100.000 meter kubik memerlukan 800.000 sak semen.

Beton bertulang untuk Stadion Utama juga tak kalah fantastis.

Sebanyak 21.000 ton besi beton, jika disambung dalam rangkaian panjangnya mencapai 10.000 kilometer.

Total, ada 12.000 lebih tenaga pekerja yang bekerja pagi hingga malam untuk mewujudkan Gelora Bung Karno.

Dua tahun kemudian, pada 24 Agustus 1962, stadion itu resmi dibuka sebagai kelengkapan sarana dan prasarana Asian Games 1962 yang diadakan di Jakarta.

(kompas.com)

Baca Juga: Dikepung Pasukan Rusia, Ukraina TakutPerang Dunia III Pecah di Wilayah Sengketa Ini, Langsung Merengek Minta Bantuan Militer pada Amerika dan Sekutunya

Artikel Terkait