Kisah Kampung Unik di Yogyakarta, Cuma Dihuni 7 Keluarga Sejak Dulu, Mereka Pantang Lakukan Ini! Ini Kisah Awal Mulanya!

K. Tatik Wardayati

Penulis

Kisah kampung unik di Yogyakarta, cuma dihuni 7 keluarga.

Intisari-Online.com – Siapa yang tidak kangen untuk kembali lagi bertandang ke Yogyakarta?

Dengan keanegaraman budaya di Yogyakarta serta tempat-tempat wisatanya, bagi yang pernah datang ke Yogyakarta, menjadikan tempat ini ngangeni.

Apalagi, bila Anda bertandang ke kampung unik di Gunungkidul, Yogyakarta ini, Anda tidak akan mendapati banyak orang di tempat ini.

Lho, kenapa?

Baca Juga: Jalan Keluar Ditembok Hingga Sulit Keluar Rumah, Ini Aturan Hukum tentang Tanah Helikopter yang Bisa 'Dimanfaatkan' 4 Keluarga di Yogyakarta

Sekilas kampung di Kalurahan Nglanggeran, Kapanewon Patuk, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), itu seperti kampung pada umumnya.

Namun, siapa sangka ada kepercayaan unik yang dipegang erat oleh masyarakat kampung di sekitar puncak Gunung Api Purba tersebut.

Sejak dahulu, kampung itu hanya ditinggali oleh tujuh keluarga.

Tak heran kampung itu pun dikenal dengan nama Kampung Pitu.

Baca Juga: Mantan Anggota DPR Gunungkidul Ketahuan Curi Pisang, Namun Ia Tak Ditahan, Ini Kata Polisi

Dalam bahasa Indonesia, pitu artinya tujuh.

Asal-usul berdirinya Kampung Pitu, dari kisah telaga dan kuda sembrani

Menurut salah satu sesepuh adat Kampung Pitu Yatnorejo, keberadaan Kampung Pitu berawal dari Telaga Guyangan yang tak jauh dari rumahnya.

Konon, area yang kini merupakan persawahan dengan mata air itu adalah sebuah telaga. Telaga tersebut pernah digunakan untuk mencuci kuda semberani.

Cerita itu dipercaya secara turun-temurun. Bahkan warga meyakini, sisa tapak kaki kuda sembrani masih ada hingga saat ini.

Di sekitar Telaga Guyangan, sempat diadakan sayembara Keraton.

Sayembara itu berbunyi akan memberikan hadiah tanah bagi siapa pun yang mampu menjaga pohon pusaka bernama Kinah Gadung Wulung.

Ternyata hanya dua orang yakni kakak beradik Iro Dikromo dan Tirtosari yang bisa menjaganya.

Mereka dan anak cucunya diperkenankan tinggal di tempat itu.

Baca Juga: Temukan Uangnya Rp4 juta Compang-camping Digerogoti Rayap, Pria Gunungkidul Ini Sungguh Apes Sering Kelupaaan Simpan Uang Hingga Niat Ditukarkan Gagal Gara-gara Hal Ini

Hanya tujuh keluarga

Ada alasan mengapa kampung itu disebut dengan Kampung Pitu.

Sebab, hanya ada tujuh keluarga yang boleh tinggal di tempat tersebut. Kata pitu berasal dari bahasa Jawa yang berarti tujuh.

"Meski memiliki banyak anak turun, tetapi setelah menikah hanya diperbolehkan tujuh kepala keluarga," tutur Yatnorejo.

Sebenarnya, kata dia, ada delapan rumah di kampung tersebut. Namun, hanya tujuh yang ditempati.

Kepercayaan hanya ditinggali tujuh keluarga ini terus dipegang erat oleh masyarakat setempat hingga kini.

"Dari generasi pertama sampai saat ini tidak ada penduduk dari luar daerah yang tinggal di sini. Selain itu, jika penduduk sudah menikah pun harus keluar," kata Yatnorejo.

Dia mengatakan, warga kampung itu mencari penghidupan dengan bertani dan beternak.

Baca Juga: Viral Nama Seorang Gadis Berarti 'Diikat Tali Rafia,' Nama-nama Orang Indonesia Ini Tak Kalah Unik, dari 'Tuhan' hingga 'Nabi'

Pantangan selenggarakan pertunjukan wayang kulit

Selain terkait jumlah keluarga yang harus menempati, ada kepercayaan lain yang terus diyakini hingga kini.

Warga Kampung Pitu pantang menyelenggarakan pertunjukan wayang kulit. Sebab, gunung di sekitar desa tersebut dinamakan gunung wayang.

Sehingga, warga kampung pitu memegang kepercayaan untuk tidak menyelenggarakan pertunjukan wayang kulit.

Masyarakat di Kampung Pitu juga masih teguh dengan beberapa tradisi, misalnya dalam membangun rumah dan upacara-upacara.

"Mau mendirikan rumah pun harus sesuai perhitungan masyarakat Jawa pada umumnya, harus ada hari yang tepat. Selain itu ada kenduri," kata Yatnorejo.

Siapkan penerus untuk tinggal di Kampung Pitu

Yatnorejo, sebagai sesepuh desa, mengatakan, warga juga akan menyiapkan penerus untuk menempati Kampung Pitu.

Baca Juga: Ketika Kota di Indonesia Lainnya Alami Lonjakan Kasus Covid-19, di Tempat Ini Malah Catatkan 0 Kasus Selama Sepekan Lamanya

Dia akan menunjuk satu anaknya untuk menemaninya tinggal di tempat tersebut.

Meski jauh dari pusat keramaian, hal itu tak menyurutkan minat generasi berikutnya untuk tinggal di sana. Salah satunya Sarjono yang merupakan menantu Yatnorejo.

"Ingin tinggal di sini suatu saat nanti," akunya. (Markus Yuwono)

Baca Juga: Viral Setelah Disebut Berada di Yogyakarta oleh Anya Geraldine, Faktanya Borobudur Punya Kisah Memilukan saat Pertama Kali Ditemukan, Jauh dari Kata Megah

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari

Artikel Terkait