Penulis
Intisari-Online.com - Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Asia atau dikenal juga dengan Konferensi Bandung yang diselenggarakan pada 18 April 1955.
Pertemuan yang digelar di Bandung itu terjadi dilatarbelakangi oleh kekhawatiran negara-negara Asia-Afrika, terutama yang baru merdeka, atas ketegangan yang terjadi antara kubu AS dan Uni Soviet setelah Perang Dunia II berakhir.
Saat itu, berlangsung persaingan ideologi antara AS dan Uni Soviet dalam memperebutkan pengaruh negara-negara lain atau yang dikenal sebagai Perang Dingin.
Indonesia ikut mempelopori diselenggarakannya Konferensi Asia tahun 1955 itu. Presiden Soekarno mengundang para pemimpin negara-negara yang baru merdeka di Asia dan Afrika ke Bandung.
Dihadiri 29 pemimpin dari Asia Afrika, di mana mereka adalah perwakilan dari separuh penduduk dunia, pertemuan tersebut berhasil menyepakati Dasasila Bandung.
Pertemuan tingkat tinggi ini mengumpulkan negara Asia dan Afrika untuk membahas masalah yang tengah terjadi di dunia.
Banyak di antara peserta yang datang, khususnya di Afrika, mewakili danmenyampaikan aspirasi negara-negara yang masih dalam proses kemerdekaan.
Adapun isi Dasasila Bandung adalah sebagai berikut:
Baca Juga: 8 Pasukan Khusus Terbaik dalam Perang Dunia II, Mereka Paling Produktif Salah Satunya dari Nepal
Menyepakati Dasasila Bandung, Konferensi Asia tahun 1955 yang berlangsung di Gedung Merdeka Bandung mulai jam 09.00 WIB tersebut dimulai dengan pidato pembukaan oleh Presiden Soekarno.
Kemudian, sidang-sidang selanjutnya dipimpin oleh Ketua Konferensi, PM RI Ali Sastroamidjojo.
Siapa Ali Sastroamidjojo yang memimpin Sidang Konferensi Asia tahun 1955? Sebuah pertemuan yang membuat takjub dunia karena tak banyak yang mengira bahwa Bandung memiliki gedung dari zaman peninggalan Belanda yang megah dan memadai untuk penyelenggaraan konferensi bertaraf internasional.
Melansir Tribunnews, Ali Sastroamidjojo merupakan Perdana Menteri Indonesia yang meyakinkan negara Asia Afrika untuk bersatu menyelesaikan permasalahan dunia pada saat itu.
Ali Sastroamidjojo berkeinginan menyelenggarakan KAA, karena pada saat itu terjadi perang dingin di Asia.
Kiprahnya sudah terlihat sejak muda. Semenjak menjadi aktivis mahasiswa, Ali Sastroamidjojo memiliki visi untuk membentuk sebuah kerjasama politik antar negara Asia dan Afrika.
Pada 1923 ketika bersekolah di Belanda, Ali Sastroamidjojo telah mengamati dan bertemu dengan berbagai aktivis yang anti kolonial Asia dan Afirka serta membangun gerakan politik transnasional di Eropa.
Setelah Indonesia merdeka, Ali Sastroamidjojo selalu mendapatkan jabatan yang berhubungan dengan dunia internasional.
Ali Sastroamidjojo kemudian mengikuti Konferensi Antar-Hubungan Asia di New Delhi pada 1947.
Ali Sastroamidjojo pernah menjabat sebagai duta besar Indonesia untuk Amerika pada 1950 hingga 1953.
Ali Sastroamidjojo berperan dalam memperluas dan melekatkan hubungan diplomatik antara Indonesia dengan negara-negara Asia-Afrika.
Ali Sastroamidjojo memupuk hubungan baik dengan mendatangi kediaman duta besar Asia dan Afrika secara bergiliran sebulan sekali.
Baca Juga: Tidak Hanya Pangeran Harry yang Nikahi Seseorang Tanpa Silsilah Kerajaan, Inilah Daftar Mereka!
Pengalamannya sebagai duta besar membuat Ali Sastroamidjojo semakin yakin untuk melaksanakan kerjasama antara negara Asia dan Afrika.
Saat dilantik pada 1953, Ali Sastroamidjojo menekankan bahwa perang dingin yang terjadi tidak dapat diredakan jika Indonesia hanya menjalankan diplomasi tanpa melibatkan negara-negara lain yang memiliki nasib sama.
Oleh sebab itu, Ali Sastroamidjojo mengungkapkan jika kerjasama politik sangat diperlukan.
Menjalin hubungan dengan negara Asia dan Afrika dapat memperkuat tercapainya perdamaian dunia.
Baca Juga: Ini Sifat-sifat Pribadi Penyuka Warna Merah Muda, Kuning dan Abu-abu
Perang Vietnam pada 1954 mendorong perdana menteri di Asia mencari solusi agar hal tersebut tidak menyebabkan konflik yang lebih luas.
Perdana Menteri Sri Lanka mengusulkan agar negara yang baru saja merdeka seperti India, Indonesia, Pakistan, dan Burma, membahas mengenai perang dingin di Asia.
Ketika diberi undangan, Ali Sastroamidjojo meminta agar Indonesia diberi kesempatan menyelenggarakan sebuah Konferensi negara Asia dan Afrika yang kemudian disetujui oleh Kotelawa.
Ali Sastroamidjojo kemudian mengungkapkan gagasannya pada Konferensi Kolombo yang berlangsung sejak akhir April hingga awal Mei 1954.
Empat perdana menteri yang hadir sempat skeptis atas usulan Ali Sastroamidjojo karena menyelengarakan konferensi besar bukanlah perkara mudah.
Namun ketika Ali Sastroamidjojo mengungkapkan alasannya dan Indonesia bersedia menjadi tuan rumah, Perdana Menteri Burma U Nu menyetujui usulan tersebut.
Persetujuan penyelenggaraan KAA menjadikan Ali Sastroamidjojo sebagai ketua pelaksana dan bertugas mengirim undangan kepada negara-negara Asia dan Afrika.
Keberhasilan penyelanggaraan KAA di Bandung merupakan buah dari pikiran dan jasa Ali Sastroamidjojo.
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik disini