100 Persen Lebih Mematikan! Riset Terbaru Ungkap Tingkat Kematian Virus Corona Varian Inggris B.1.1.7, Peneliti: 'Harus Ditanggapi dengan Serius'

Muflika Nur Fuaddah

Penulis

Virus corona varian Inggris lebih mematikan hingga 100%

Intisari-Online.com - Dalam studi terbaru, para peneliti menemukan bahwa varian Covid-19 pertama yang sangat menular yang ditemukan di Inggris memiliki tingkat kematian antara 30% dan 100%.

Al Jazeera melaporkan dalam sebuah penelitian yang membandingkan kematian orang yang terinfeksi varian B.1.1.7 di Inggris dengan mereka yang terinfeksi jenis lain.

Para ilmuwan mengatakan bahwa tingkat kematian strain baru itu jauh lebih tinggi.

Diterbitkan di British Medical Journal pada hari Rabu (11/3/2021), studi di Inggris mengungkapkan infeksi dengan apa yang umumnya dikenal sebagai "varian Inggris" menyebabkan 227 kematian dalam sampel dari 54.906 pasien Covid-19, dibandingkan dengan 141 di antara jumlah pasien yang sama yang terinfeksi varian lainnya.

Baca Juga: Bangkai Kapal Inggris yang Ditorpedo dan Ditenggelamkan oleh Kapal Selam Jerman dalam Perang Dunia II, Ditemukan dalam Kondisi Baik

"Ditambah dengan kemampuannya untuk menyebar dengan cepat."

"Ini membuat B.1.1.7 menjadi ancaman yang harus ditanggapi dengan serius," kata Robert Challen, peneliti di Exeter University yang ikut memimpin penelitian seperti yang dikutip dari Al Jazeera.

B.1.1.7 pertama kali terdeteksi di wilayah Inggris Kent pada September 2020 dan sejak itu menjadi strain dominan di Inggris.

Varian ini kemudian menyebar ke luar dengan cepat.

Baca Juga: Sombong? Tiongkok Berpikir Militernya Sekarang Dapat Memenangkan Perang Apa Pun, Termasuk Merebut Pulau yang Disengketakan di Laut China Timur dan Selatan

Lebih dari 100 negara lain telah melaporkan kasus sejak saat itu.

Varian ini memiliki 23 mutasi dalam kode genetiknya - jumlah perubahan yang relatif tinggi - dan beberapa di antaranya membuatnya jauh lebih mampu menyebar.

Ilmuwan Inggris mengatakan varian Inggris ini sekitar 40%-70% lebih mudah ditularkan daripada virus corona gelombang pertama.

Penyebarannya yang cepat di Inggris akhir tahun lalu memicu lonjakan kasus dan kematian.

Baca Juga: Kudetanya Ditentang Keras oleh Turki, Nyatanya Mesir Bisa Lagi Jalin Hubungan Diplomatik Pertama dengan Turki Sejak Konflik 2013 Lalu

Hingga akhirnya, pada 4 Januari, varian ini memaksa penguncian nasional ketiga di negara itu sejak pandemi dimulai.

Hingga saat ini, Inggris telah mencatat lebih dari 4,3 juta kasus Covid-19.

Virus itu telah menewaskan hampir 125.000 orang di seluruh negeri, salah satu jumlah kematian terburuk di dunia.

Melansir Al Jazeera, dalam upaya untuk mengekang krisis, para pejabat telah meluncurkan upaya inokulasi massal.

Baca Juga: Sok-sokan Bela Negara Asia Tenggara hingga Tantang China di Laut China Selatan, Jenderal Amerika Ini Malah Bocorkan Sendiri Kebobrokan Militernya, 'China Sangat Kuat'

Hingga saat ini, sudah lebih dari 22,5 juta orang atau sekitar sepertiga dari populasi orang dewasa Inggris, yang menerima setidaknya satu dosis vaksin Covid-19.

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson bulan lalu mengatakan, dia yakin vaksin yang saat ini digunakan di Inggris - diproduksi oleh Oxford-AstraZeneca dan Pfizer-BioNtech - efektif dalam melindungi dari kematian dan penyakit serius.

Pernyataannya muncul di tengah kekhawatiran akan munculnya dua jenis virus yang sangat menular lainnya - yang disebut varian Brasil dan Afrika Selatan, yang dikenal oleh para ilmuwan sebagai 20I / 501Y.V2 atau B.1.351 dan P.1.

Baca Juga: Masa Depan Myanmar Kian Suram, Kekuasaan Diperebutkan Dua Pribadi Min Aung Hlaing dan Aung San Suu Kyi, Nyatanya Keduanya Tidak Punya Penerus untuk Meneruskan Kekuasaan

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), vaksin Covid-19 yang saat ini sedang dikembangkan atau telah disetujui di berbagai belahan dunia diharapkan dapat memberikan setidaknya beberapa perlindungan terhadap varian baru tersebut.

Sementara itu, di Indonesia telah ditemukan 6 mutasi baru virus corona B117 sudah ditemukan.

Hingga saat ini, virus corona B117 tersebut sudah tersebar di 94 Negara di dunia.

(*)

Artikel Terkait