Find Us On Social Media :

Belum Tenang Jika Iran Belum Musnah, Inilah Alasan Mengapa Israel Terus Hasut AS untuk Hancurkan Iran Sampai Akar-akarnya

By Maymunah Nasution, Kamis, 4 Maret 2021 | 15:37 WIB

Mengulik mengapa Israel tidak tenang jika Iran belum musnah

Intisari-online.com - Pada 21 April 2013, Mantan Menteri Pertahanan AS memulai kunjungannya ke Timur Tengah.

Pemberhentian utamanya adalah Israel, saat ia mengesahkan hubungan sangat istimewa antara dua negara, sembari menasihati tindakan militer sepihak Israel terhadap fasilitas nuklir Iran.

Hubungan Israel dan Iran memang sejak lama sudah rumit, ditambah dengan kemudian Presiden Suriah Bashar Assad menggunakan gas kimia beracun untuk membunuh warganya sendiri.

Dilaporkan dari situs Pell Center, Hagel saat itu jelas menyatakan jika ia menghargai ikatan yang dimiliki AS dengan sekutunya.

Baca Juga: Tak Henti-hentinya Saling Serang, Hizbullah Mengaku Tidak Tertarik Berperang dengan Israel

"Aku akan pergi ke Israel duluan karena itu negara yang memiliki hubungan sangat istimewa dengan AS.

"Dan Israel adalah negara yang berada di posisi sangat berbahaya saat ini, yang berada di posisi terisolasi…sangat penting bagi warga Israel untuk tahu jika AS berkomitmen atas keamanan dan hubungan istimewa ini,"ujarnya.

Sejak Iran nekat membangun senjata nuklir, sudah banyak negara melaksanakan sanksi ekonomi kepada negara itu, gunanya memblokir transfer senjata dan teknologi.

Selain itu, gunanya sanksi tersebut untuk menarget sektor terpilih dari ekonomi Iran yang relevan dalam aktivitas pengembangan senjata nuklir.

Baca Juga: Sakit Hati pada Serangan AS di Suriah, Iran Lanjutkan Pengayaan Uranium Meski Ada Pembatasan, 'Barat yang Sombong Ingin Iran Bergantung pada Mereka'

Hal ini dilakukan dengan harapan memaksa Iran mematuhi kewajiban internasionalnya mengenai kesepakatan nuklir.

"Sanksi yang saat ini diterapkan pada Iran adalah termasuk yang paling keras dan paling efektif yang pernah dikeluarkan," ujar Hagel.

"Kita tahu melalui banyak tindakan jika sanksi-sanksi tersebut menyakiti Iran, secara signifikan," ujar Hagel, yang tambahkan jika penjualan senjata berperan sebagai "sinyal lain yang sangat jelas untuk Iran."

Sangat penting bagi kedua negara berada dalam kepahaman yang sama, sehingga Hagel mengklaim Israel dan AS setara sama-sama paham ancaman Iran, tapi ia juga memahami jika mereka tidak sepaham dalam kisaran waktu dan apakah sanksi internasional serta diplomasinya dapat mencegah Iran mengembangkan senjata nuklir.

Baca Juga: Sempat Disembunyikan Rapat-Rapat, Video Pangkalan Militer AS Dihancurkan Oleh Iran Akhirnya Bocor, Pantas Saja AS Sangat Bernafsu Hancurkan Iran

"Ketika Anda mundur ke waktu yang spesifik dan jika Iran memutuskan mengejar senjata nuklir, akan ada beberapa perbedaan."

Saat itu, Hagel berupaya mementingkan Israel karena ingin mengembangkan hubungan kuat dengan rekan Israelnya, Moshe Yaalon.

Keduanya tampak berkeyakinan sama jika pilihan militer harus selalu ada, tapi menyimpannya sebagai alternatif terakhir.

"Dengan satu cara atau cara lain, proyek militer nuklir Iran harus dihentikan," ujar Yaalon.

Baca Juga: Dikenal Sebagai Musuh Bebuyutan, Ternyata Perang Amerika-Iran Sudah Diramalkan Sejak Zaman Kuno Ini, Bahkan Sejak Iran Belum Menjadi Sebuah Negara, Begini Bunyi Ramalannya

"Dengan sudah mengatakannya, kami yakin jika opsi militer, yang sudah didiskusikan dengan baik, seharusnya tetap jadi pilihan terakhir."

Israel memiliki daftar panjang ancaman dari negara-negara tetangga.

Suriah mengambil banyak sorotan dalam serangan kepada Israel, yang sampai disebut oleh mantan Presiden Barrack Obama sebagai 'pengubah permainan.'

Ancaman dari Suriah adalah masalah yang harus dijawab dunia dan beberapa pakar yakin jika kurangnya aksi di Suriah akan mengirim pesan ke Iran.

Baca Juga: Sampai Amerika Jatuhkan Bom di Suriah, Pantas Saja Perang Tak Kunjung Mereda, Ternyata Banyak Tentara Nimbrung di Sana, Tentara Bayaran Rusia Saja Ikut Campur

Namun selama perjalanan Hagel, Israel tetap dalam jalur yang selama ini mereka yakini tentang Iran.

Yuval Steinitz, mantan Menteri Intelijensi, Menteri Hubungan Internasional dan Menteri Urusan Strategi Israel, mengatakan: "Kami tidak pernah meminta, atau mendorong, untuk AS melakukan aksi militer di Suriah… dan kami tidak membuat perbandingan atau kaitan apapun dengan Iran, yang sudah menjadi masalah berbeda."

Menjelaskan jika dua urusan tersebut hampir tidak bisa dibandingkan, Steinitz mengklaim jika situasi di Suriah hampir pasti akan hanya ada di Suriah, sementara ancaman nuklir Iran mengancam seluruh dunia.

Israel telah sangat pasif mengenai perang sipil Suriah.

Baca Juga: Punya Hubungan Amat Dekat dengan Israel Sampai Dituduh Antek-Antek Yahudi, Siapa Sangka Tujuan Asli Gus Dur Dekati Israel Justru Sangat Mengejutkan

Mereka memang bukan pendukung Bashar Assad, tapi keluarga besarnya telah menjaga perbatasan dengan Israel damai selama 48 tahun terakhir.

Ben-Eliezer, politikus Israel dan mantan pejabat militer, mengatakan kepada Associated Press, "Aku tidak akan mengesampingkan rencana untuk Israel bertindak jika dunia terus-terusan diam dan senjata terus mengalir ke Hezbollah.

"Mereka adalah orang gila, teroris yang tidak akan ragu untuk menggunakan senjata-senjata itu besok pagi."

Sayangnya, Israel harus takut siapa yang akan mengambil alih Suriah jika Assad digulingkan.

Baca Juga: Bukannya Lebih Baik Dari Trump Ternyata Biden Lebih Beringas Hancurkan Timur Tengah, Foto Ini Jadi Bukti Keganasannya, Hanya Beberapa Bulan Memimpin AS Sudah Ciptakan Kerusakan Separah Ini

Sudah jelas bagi Israel, bagi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Steinitz jika Iran masih menjadi masalah nomor satu untuk mereka.

Steinitz mengakui saat kunjungan Obama, Menter Luar Negeri John Kerry dan Menteri Pertahanan Chuck Hagel, jika perjanjian dukungan dan kerjasama dua negara ditampilkan dalam urusan iran.

Namun saat itu, Steinitz paham jika Israel perlu membuat masalah Iran menjadi masalah mereka sendiri.

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini