Menurut Ojea Quintana, dikuranginya aktivitas perdagangan dengan China telah menyebabkan penurunan signifikan dalam aktivitas pasar dan mengurangi pendapatan bagi banyak keluarga yang bergantung pada aktivitas pasar skala kecil.
"Terjadi kekurangan barang-barang kebutuhan pokok, obat-obatan, input pertanian untuk pertanian dan bahan baku untuk pabrik milik negara," katanya.
Permasalahan penutupan perbatasan dengan China sebenarnya sudah menjadi masalah sejak tahun lalu.
Perekonomian yang sudah rapuh semakin hancur, dan kini negara itu mengakui negara mereka mengalami "berbagai krisis" karena pandemi, bencana alam, dan sanksi pimpinan AS yang terus-menerus dijatuhkan kepada Korea Utara atas program nuklirnya.
Dia juga menyuarakan keprihatinan bahwa topan dan banjir tahun lalu dapat menyebabkan krisis pangan yang serius.
"Kematian karena kelaparan telah dilaporkan, begitu juga dengan peningkatan jumlah anak-anak dan orang tua yang terpaksa mengemis karena keluarga tidak mampu mendukung mereka," tambahnya seperti yang dilansir Reuters.
Operasi kemanusiaan hampir terhenti dan hanya tiga pekerja bantuan internasional yang tetap berada di Korea Utara. Sementara itu, barang bantuan telah tertahan di perbatasan China selama berbulan-bulan karena pembatasan impor, katanya.
Angka alokasi dari aliansi vaksin GAVI dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan pada hari Selasa (2/3/3021), Korea Utara akan menerima 1,7 juta dosis vaksin AstraZeneca melalui fasilitas COVAX pada akhir Mei.