Sekitar 37.000 orang asing dipulangkan tahun lalu. Malaysia adalah rumah bagi jutaan migran yang bekerja dengan gaji rendah, seperti konstruksi.
Jarang bagi kelompok HAM untuk mengajukan gugatan hukum terhadap deportasi, tetapi mereka didorong untuk melakukannya, karena khawatir para migran akan menghadapi risiko yang lebih besar sejak militer Myanmar merebut kekuasaan.
Selain itu, karena sebagian dari orang yang dideportasi adalah para pencari suaka.
Aktivis semakin khawatir sejak pihak berwenang memblokir badan pengungsi PBB untuk mengakses pusat penahanan imigrasi di Malaysia pada 2019.
Langkah itu artinya PBB tidak dapat menilai, apakah orang asing adalah migran ekonomi yang mencari pekerjaan atau pencari suaka yang melarikan diri dari penganiayaan dan konflik, yang biasanya diberikan status pengungsi dan hak untuk tetap tinggal di Malaysia.
Dalam kasus terbaru, Lilianne Fan, direktur internasional Yayasan Geutanyoe, yang bekerja dengan para pengungsi, mengatakan para tahanan imigrasi diyakini termasuk anggota minoritas Chin Kristen dan orang-orang dari negara bagian Kachin dan Shan yang dilanda konflik.
Sejak kudeta militer, pihak berwenang di Myanmar yang sebagian besar beragama Buddha secara bertahap meningkatkan penggunaan kekuatan mereka, yang telah mengakibatkan 3 pengunjuk rasa anti-kudeta tewas dalam demonstrasi.
Malaysia awalnya menyatakan "keprihatinan serius" atas kudeta tersebut, tetapi hanya beberapa hari kemudian muncul berita bahwa pihaknya telah menerima tawaran dari junta Myanmar untuk mengirim kapal perang untuk memulangkan para tahanan imigrasi.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini