Find Us On Social Media :

Tak Mau Rugi Besar Didepak dari Program Jet Tempur F-35, Turki Rogoh Kocek Rp10,5 Miliar Sewa Firma Hukum Internasional untuk Bujuk Amerika

By Tatik Ariyani, Sabtu, 20 Februari 2021 | 10:36 WIB

Jet tempur F-35

Intisari-Online.com - Pembelian sistem pertahanan rudal S-400 Rusia oleh Turki memicu sanksi AS.

Karena pembelian S-400 tersebut, Turki telah dihapus dari program F-35, meskipun telah menghasilkan beberapa bagian untuk jet tersebut.

AS mengatakan sistem Rusia dapat membahayakan keselamatan F-35.

Beberapa waktu lalu, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengkritisi Amerika Serikat yang mengelurkan negaranya dari program jet F-35.

Baca Juga: Borong Senjata, Israel Berencana 'Meminang' Alutsista Amerika, Termasuk F-35 dan F-16, Nilainya Rp 126 Triliun

Jumat (15/1/2021) di Istanbul, Erdogan mengatakan bahwa Turki telah membayar "uang dengan sangat banyak" untuk mendapatkan jet siluman F-35.

"Ini adalah kesalahan yang sangat serius yang telah dilakukan Amerika, sebagai negara sekutu, kepada kami," kata Erdogan seperti yang dilansir dari Kathimerini pada Jumat (15/1/2021).

"Saya berharap dengan Joe Biden menjabat dapat diskusi, dia akan mengambil langkah yang lebih positif dan kita bisa meluruskan ini," tambahnya.

Rupanya, Turki memang benar-benar tak mau lepas dari program F-35 dan telah berusaha agar dapat kembali lagi.

Baca Juga: Diberi Pilihan Sulit antara Rudal S-400 Rusia atau Jet Tempur F-35 Amerika, Turki Akhirnya Beri Jawaban, Meski Tahu Pilih Salah Satu Opsi Bak Seperti Bunuh Diri

Turki gandeng firma hukum internasional yang berbasis di Washington untuk melobi pemerintah AS agar mengembalikannya dalam program pesawat jet tempur F-35 yang dibekukan.

Ankara memesan lebih dari 100 unit pesawat tempur siluman dalam program AS 2019, tapi telah dihapus setelah membeli sistem pertahanan rudal S-400 produk Rusia, yang menurut Washington mengancam F-35.

Ankara sekarang menyewa jasa hukum dari Arnold & Porter untuk "nasihat strategis dan penjangkauan" terhadap otoritas AS, dengan kontrak 6 bulan senilai 750.000 dollar AS (Rp 10,5 miliar), yang dimulai pada Februari ini.

Kontrak tersebut ditandatangani dengan SSTEK Defense Industry Technologies yang berbasis di Ankara, yang dimiliki oleh Kepresidenan Industri Pertahanan (SSB) Turki, otoritas industri pertahanan utama Ankara.

Baca Juga: Militer Pakistan Makin Gagah Berkat China: Mampu Hadirkan Al Khalid Si Raja Medan Perang, Seperti Apa Kolaborasi Pakistan-China Ini?

Arnold & Porter akan "memberi nasihat tentang strategi bagi SSB dan kontraktor Turki untuk tetap berada dalam Program Joint Strike Fighter, dengan mempertimbangkan dan menangani faktor geopolitik serta komersial yang kompleks," kata kontrak tersebut.

Ankara mengatakan penghapusannya dari program F-35 tidak adil, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berharap ada perkembangan positif di bawah pemerintahan Presiden Joe Biden.

Meskipun Turki dikeluarkan dari program tersebut, dan sanksi dijatuhkan pada industri pertahanan Turki pada Desember, Pentagon mengatakan akan terus bekerjasama dengan kontraktor Turki untuk komponen utama F-35.

Direktur komunikasi Turki Fahrettin Altun mengatakan bahwa Turki telah membayar beberapa jet F-35.

"Bahkan biaya hanggar telah diambil dari Turki untuk jet yang tidak dapat dikirimkan," katanya dalam acara terkait NATO pada Kamis (18/2/2021).

Baca Juga: Militer Myanmar Mulai Gunakan Kekerasan, Satu Pengunjuk Rasa Tewas Tertembak, Saudaranya Ungkap Hal Ini

Menteri Pertahanan Hulusi Akar, setelah pertemuan para menteri pertahanan NATO, mengatakan bahwa dia telah "memberi perhatian yang jelas kepada sekutu kita bahwa pembatasan perizinan, upaya sanksi atau bahkan ancaman sanksi terhadap Turki" hanya melemahkan aliansi.

Banyak negara ingin memiliki jet tempur F-35 buatan Amerika Serikat.

Bahkan, negara Timur Tengah seperti UEA rela untuk normalisasi hubungan dengan Israel salah satunya agar bisa membeli F-35.

Sebelumnya, F-35 tidak dijual ke negara-negara Timur Tengah karena Israel khawatir hal itu dapat memengaruhi keseimbangan kekuatan militer di wilayah tersebut.

Juga agar Israel mampu mempertahankan keunggulan militer kualitatifnya mengingat selama ini hanya Israel yang memiliki F-35 di wilayah tersebut.