Find Us On Social Media :

Berbeda dengan Warga Sumurgeneng yang Makin Kaya setelah Jual Tanah untuk Kilang Minyak, di Myanmar Tambangnya Justru Dikuasai dan Jadi Pabrik Uang Militernya

By Khaerunisa, Kamis, 18 Februari 2021 | 20:30 WIB

(ilustrasi) Industri batu giok Myanmar dikuasai militer.

Intisari-Online.com - Indonesia belakangan tengah diramaikan dengan viralnya kisah warga di Desa Sumurgeneng, Kecamatan Jenu, Tuban, Jawa Timur, yang berbondong-bondong membeli mobil.

Dikatakan mereka memperoleh rejeki nomplok dari kompensasi pembebasan lahan oleh proyek kilang minyak New Grass Root Refienery (NGGR).

Menurut Kompas.com, tanah yang dibeli oleh Pertamina berkisar antara Rp28 juta, hingga Rp10 miliar.

Kabarnya, hingga saat ini sudah ada sekitar 176 mobil baru yang didatangkan, terakhir ada 17 mobil baru.

Baca Juga: Pantas Saja Militer Myanmar Dibenci Setelah Kuasai Negara, Ternyata Ada Agenda Terselubung di Balik Kudeta Itu, Salah Satunya Amankan Kekayaan Pribadi

Rejeki nomplok didapat warga Sumurgeneng Indonesia, berbeda cerita dengan apa yang terjadi di Myanmar selama ini.

Myanmar juga terkenal punya kekayaan alam melimpah seperti Indonesia.

Bahkan, tetangga Indonesia ini dikenal sebagai penghasil batu giok terbesar di dunia.

Meski begitu, selama ini bisnis tersebut berada di bawah penguasan militer.

Baca Juga: Salah Satu Militer Paling Kuat di Dunia, Ternyata Inggris Anti Memaksa Warganya Masuk Militer hingga Bekali Tentara dengan Pakaian Dalam Antimikroba!

Melansir asiantimes, meskipun Myanmar adalah penghasil batu giok terbesar di dunia, dan perdagangannya diperkirakan bernilai miliaran dolar per tahun, hanya sebagian kecil dari rejeki nomplok finansial yang berakhir di kas negara, dengan sebagian besar batu berkualitas tinggi diyakini akan diselundupkan. perbatasan ke Cina.

Sejak 2011, di mana pemerintahan sipil berkuasa, industri batu giok yang rawan bencana tetap “dikendalikan oleh jaringan elit militer, raja obat bius dan kroni mereka,” menurut LSM Global Witness.

Selain itu, melalui Myanmar Economic Holdings Limited (MEHL) dan Myanmar Economic Corporation (MEC) -dua 'raksasa' yang dikendalikan militer Myanmar- setidaknya 133 perusahaan di negara itu seluruhnya atau sebagian diawasi oleh para jenderal, menurut laporan Justice For Myanmar (JFM).

Anak perusahaan MEHL dilaporkan memiliki jumlah izin penambangan batu giok terbesar.

Baca Juga: Siapakah yang Paling Membuat Drupadi Menderita dari Lima Suami Pandawa?

MEHL juga memiliki kemitraan dengan perusahaan di China, Jepang, Korea Selatan, dan Singapura.

Ini telah memperkaya pemegang sahamnya di Myanmar, yang menurut pengajuan pemerintah konglomerat, semuanya adalah pejabat militer saat ini atau pensiunan.

Antara 1990 dan 2011, sekitar $ 18 miliar telah dibayarkan kepada mereka, menurut laporan Amnesty International pada September 2020.

Ketua Umum Junta Min Aung Hlaing, dilaporkan salah satu pemegang saham utama, akan menerima sekitar $ 250.000 dividen dari MEHL pada 2011 saja, kata laporan itu.

Baca Juga: Sok-sokan Sebut China Cari Mangsa dengan Jebakan Utangnya, Ternyata Amerika Diam-diam Juga Punya Proyek yang Serupa dengan BRI China

Selama hampir setengah abad, "petinggi militer punya waktu untuk memperkaya diri mereka sendiri", kata Francoise Nicolas, direktur Asia Institut Hubungan Internasional Prancis.

Sementara itu, kepemimpinan singkat pemerintahan kuasi-sipil dari 2011-21 tidak banyak mengubah itu.

Namun, menurut Nicolas militer mungkin mengkhawatirkan prospek masa depannya setelah partai Suu Kyi menang telak pada November.

“Ini berisiko membahayakan sebagian dari kekayaan mereka dan sangat mungkin merupakan bagian dari keputusan mereka untuk melakukan kudeta,” tambahnya. Di mana setelah kudeta, militer mendapatkan kembali kendali atas perusahaan-perusahaan negara.

Baca Juga: Jangan Asal Lihat 'Bandelnya' Iran dan Korut, Setiap Negara di Dunia Tak Boleh Asal Sembrono Begitu Saja Membuat Bom Nuklir, Mengapa?

Kudeta Myanmar sendiri telah mendapat kecaman baik dari rakyat Myanmar maupun masyarakat internasional, termasuk AS.

Pada hari Kamis (11/2), Amerika Serikat memberikan sanksi kepada petinggi negara itu, di mana Presiden Joe Biden mengatakan pemerintahannya memutus akses para pemimpin militer ke dana US $ 1 miliar di AS.

Sementara Departemen Keuangan memblokir semua aset dan transaksi AS dengan 10 pejabat militer saat ini atau mantan yang dianggap bertanggung jawab atas kudeta 1 Februari.

Namun, para ahli percaya bahwa para panglima militer masih memiliki akses ke kekayaan yang sangat besar dari para konglomerat di belakang mereka.

Baca Juga: Hanya Berjarak 3 Jam dari Desa 'Pemborong' Mobil, Warga di Desa Ini Justru Harus Menderita Selama Lebih dari 1 Dekade karena 'Ulah' Lumpur Lapindo

(*)

 

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari