Find Us On Social Media :

Masih Timbulkan Masalah Meski Tak Lagi Jadi Presiden, AS Terpaksa Jalankan Taktik Perang Saat Trump Pergi dengan 'Bola Nuklir' Masih Bersamanya

By Tatik Ariyani, Kamis, 21 Januari 2021 | 16:26 WIB

Donald Trump.

Intisari-Online.com - Joe Biden dilantik menjadi Presiden AS ke-46 pada Rabu, 20 Januari 2021.

Beberapa saat setelah dilantik, Joe Biden, langsung menandatangani sejumlah perintah eksekutif.

Donald Trump sendiri tidak menghadiri pelantikan Biden.

Bahkan, mantan presiden berusia 74 tahun itu masih menolak kekalahannya dalam Pilpres AS.

Baca Juga: Bisa Memicu Perang Nuklir dan Hanya Dipegang Presiden AS, Inilah 'Koper Nuklir' yang Sebelumnya Dipegang Donald Trump yang Kini Diserahkan ke Joe Biden

Rupanya, keputusan Trump untuk melewatkan pelantikan Joe Biden, menimbulkan masalah soal sistem keamanan nuklir AS.

AS dipaksa menjalankan taktik perang karena penyerahan tradisional kode nuklir Presiden dibatalkan, seperti melansir The Sun pada Rabu (20/1/2021).

Hal ini jelas menimbulkan masalah logistik serius bagi para pemimpin militer.

Masalahnya, Trump yang saat itu masih menjadi Presiden AS meninggalkan Washington DC sekitar pukul 8 pagi untuk terbang ke tanah miliknya di Florida, Mar-a-Lago.

Baca Juga: Patahkan Asumsi Publik Tentang Ketidakpeduliannya, Trump Rupanya Tinggalkan Catatan 'Kejutan' untuk Joe Biden Layaknya Tradisi Pendahulunya, Apa Isinya?

Sebagai presiden, ia akan membawa “bola nuklir” bersamanya. Jika Trump meninggalkan “bola nuklir” dan kode, itu akan menjadi penyimpangan besar dari protokol.

Dalam kondisi normal, bola nuklir, yang berisi semua perlengkapan yang dibutuhkan presiden untuk meluncurkan serangan nuklir, akan diserahkan dari satu asisten presiden ke asisten presiden lainnya pada tengah hari.

Penyerahan itu merupakan bagian pelantikan yang signifikan dilakukan.

Selain perangkat berupa koper logam berlapis kulit seberat 45 pon tersebut, kartu berisi kode otentikasi, yang dikenal sebagai "biskuit nuklir" juga harus diserahkan kepada Presiden baru.

Pensiunan Letnan Kolonel Angkatan Udara Buzz Patterson, yang membawa “bola nuklir” untuk mantan Presiden Bill Clinton, mengatakan kepada Business Insider, "Agar proses dapat berjalan, harus ada tanggung jawab yang jelas dalam peralihan.

Baca Juga: Segudang Manfaat Pijat Refleksi, Anda Bisa Gunakan untuk Sembuhkan Ini

"Kami menggunakan taktik perang dalam hal ini, dan kami mempraktikkannya tanpa henti selama bertahun-tahun. Kami tidak menganggap enteng hal ini."

Dengan penyerahan yang biasa tidak dapat dilakukan, para pejabat harus mencari solusi yang rumit untuk memastikan penyerahan nuklir berjalan mulus.

Stephen Schwartz, seorang rekan senior bukan penduduk di Bulletin of the Atomic Scientists, mengatakan kepada CNN bahwa situasi yang tidak biasa itu berarti perubahan pada protokol bola nuklir biasa.

“Setidaknya ada tiga hingga empat “bola” yang identik: satu mengikuti presiden, satu mengikuti wakil presiden, dan satu secara tradisional disisihkan untuk orang yang ditunjuk pada acara pelantikan dan sudah diangkat sumpah,” katanya.

"Pada 20 Januari, perangkat ekstra akan keluar kota di suatu tempat dengan orang yang ditunjuk. Menyisakan perangkat di Mike Pence, kecuali Kantor Militer Gedung Putih telah mempersiapkan, atau sudah memiliki, cadangan lain untuk Tuan Biden."

Baca Juga: Kini Beranggotakan 10 Negara, Ini Negara-negara Pertama yang Menjadi Anggota ASEAN, Timor Leste Masih Ditolak

Hingga waktunya resmi Joe Biden dilantik sebagai Presiden ke-46 Amerika Serikat, Trump masih akan menjadi satu-satunya orang yang berwenang meluncurkan senjata nuklir.

Tapi, meskipun dia akan berada di Florida dengan bola nuklir dan biskuit otorisasi, kekuatan serangan nuklir Trump akan berakhir pada siang hari, karena kodenya akan dinonaktifkan.