Find Us On Social Media :

Tahu Trump Tak Bisa Akses Militer Lagi, Iran Mendadak Tembakkan Rudal dan Luncurkan Kapal Perang Terbesar Mereka untuk Balas Dendam, Siap-siap Perang Dunia 3!

By Mentari DP, Kamis, 14 Januari 2021 | 13:10 WIB

Konflik antara Iran dan Amerika Serikat (AS).

 

Intisari-Online.com - Konflik antara Iran dan Amerika Serikat (AS) meningkat setelah Iran melakukan serangkaian uji coba rudal di Teluk Oman dan meluncurkan kapal perang terbesarnya.

Latihan misil, yang berlangsung selama dua hari, diadakan di tenggara teluk.

Dua kapal perang Iran yang terbaru mengambil bagian dalam latihan yang berlangsung karena ketegangan dengan AS tetap tinggi.

Dilansir dari express.co.uk pada Kamis (14/1/2021), dua kapal itu adalah Zereh, kapal peluncur rudal, dan Makran, kapal pendukung lengkap dengan landasan helikopter.

Baca Juga: Dikelilingi Pasukan Bersenjata, Donald Trump Didakwa 'Menghasut' Kerusuhan Capitol AS, Disebut Jadi Orang Paling Berbahaya untuk Amerika Serikat, Ini Hukumannya

Saat ini, Makran menjadi kapal terbesar di Angkatan Laut Iran.

Pasukan Iran telah meningkatkan latihan selama seminggu terakhir dengan uji drone militer besar-besaran yang dilakukan di seluruh negeri minggu lalu.

Pada hari Sabtu, Pengawal Revolusi elit Iran mengambil bagian dalam parade angkatan laut melintasi Teluk Persia.

Komandan Pengawal Revolusi bersumpah membalas dendam setelah Qasem Soleimani, yang memimpin Pasukan Quds eksternalnya, terbunuh oleh serangan pesawat tak berawak AS di Baghdad pada 3 Januari 2020.

AS mengklaim Soleimani telah membantu mengatur serangan terhadap pasukan barat di Timur Tengah.

Baca Juga: Hubungan AS dan Taiwan Begitu Mesra di Bawah Kepemimpinan Donald Trump, China Tak Tinggal Diam, Siapkan Hal 'Gila' Ini untuk Pelantikan Joe Biden, Apa Itu?

Menyusul pembunuhan itu, Iran meluncurkan rudal di pangkalan militer utama AS di Irak yang menyebabkan sejumlah cedera.

Awal pekan ini, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo meningkatkan konflik retoris dengan Iran yang menuduh negara itu bekerja dengan kelompok teroris Al-Qaeda.

Berbicara di Klub Pers Nasional AS dia berkomentar: “Tidak seperti di Afghanistan, ketika al-Qaeda bersembunyi di pegunungan, al-Qaeda hari ini beroperasi di bawah cangkang keras perlindungan rezim Iran."

"Akibatnya, ciptaan jahat Bin Laden siap untuk mendapatkan kekuatan dan kemampuan."

"Al-Qaeda memiliki basis baru: itu adalah Republik Islam Iran."

Pompeo tidak memberikan bukti spesifik dan Iran telah menjadi sasaran di masa lalu oleh kelompok ekstremis seperti Al-Qaeda dan ISIS.

Sekretaris Negara juga mengkonfirmasi Abu Muhammad al-Masri, orang kedua Al-Qaeda, meninggal di Teheran Agustus lalu.

Laporan pada saat itu menunjukkan dia ditembak mati oleh agen Israel, meskipun Pompeo tidak mengkonfirmasi hal ini.

Pada 2018, Presiden Donald Trump menarik Amerika Serikat (AS) dari kesepakatan nuklir Iran yang dinegosiasikan oleh pendahulunya Barack Obama.

Langkah tersebut langsung dikecam oleh China, Rusia, Inggris, Prancis, dan Jerman yang juga telah menandatangani perjanjian tersebut.

Baca Juga: Black Box Pesawat Sriwijaya Air SJ 182 Ditemukan, Mengapa Kotak Hitam Selalu Paling Dicari Ketika Terjadi Kecelakaan Pesawat?

Trump menuduh Iran melanggar semangat perjanjian dengan terus mengembangkan rudal jarak jauh dan mendanai kelompok teror di Timur Tengah.

Iran telah memberi tahu Badan Energi Atom Internasional bahwa mereka berencana untuk melanjutkan pengayaan uranium dengan kemurnian 20 persen yang merupakan pelanggaran besar atas kesepakatan tersebut.

Diperlukan pengayaan uranium hingga 90 persen untuk membuat senjata nuklir, yang dikhawatirkan AS dan Israel adalah tujuan akhir Iran.

Namun pada tanggal 27 November Mohsen Fakhrizadeh, ilmuwan nuklir terkemuka Iran, dibunuh di Iran.

Menurut seorang komandan Pengawal Revolusi, para penyerang menggunakan senapan mesin yang dikendalikan satelit dan tidak ada penyerang manusia di tempat kejadian.

Baca Juga: Patut Dinantikan Bagaimana Cara Joe Biden Hadapi China, Dijamin Langsung Akan Terjadi Betrokan Sesaat Setelah Dia Menjabat Presiden AS, Taiwan Bisa Jadi Penyebab Utamanya