Find Us On Social Media :

Korea Utara Bakal Jadi Masalah Besar, Amerika Terpaksa Pepet China untuk Menakhlukannya, Tapi...

By Tatik Ariyani, Kamis, 24 Desember 2020 | 13:13 WIB

Joe Biden dan Xi Jinping pernah bertemu 9 tahun lalu.

Intisari-Online.comKorea Utara akan terus menjadi "masalah" bagi Presiden AS Biden saat ia mulai menjabat pada bulan Januari.

Korea Utara telah berkonflik dengan AS sejak era Perang Dingin.

AS, Jepang dan sekutunya membantu membangun kembali Korea Selatan setelah Perang Korea tahun 1950 hingga 1952.

Sementara Korea Utara beralih ke Rusia dan pengaruh Komunis di dunia.

Baca Juga: Berbagai Opsi Denuklirisasi untuk Biden Bagi Korea Utara, Tekanan Maksimum, Tiru Libya atau Teruskan Cara Donald Trump?

Akibatnya, ketegangan antara AS dan Korea Utara meningkat sejak saat itu.

Presiden AS Donald Trump mencoba memperbaiki hubungan antara Korea Utara dan AS, salah satunya dengan mengadakan pertemuan dengan pimpinan Korea Utara Kim Jong Un.

Namun, Presiden Biden cenderung memandang Korea Utara sebagai masalah yang signifikan bagi Amerika, seperti diwartakan Express.co.uk, Rabu (23/12/2020).

Trump membuat landasan bersejarah setelah menjadi Presiden Amerika pertama yang bertemu dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un tahun 2018 lalu, dalam pertukaran yang digambarkan Presiden sebagai "luar biasa".

Baca Juga: Kemenangan Joe Biden Atas Donald Trump Tidak Membantu, Iran Secara Sembunyi-sembunyi Bangun Situs Nuklir Rahasia, Bikin Amerika Langsung Was-was

Kedua pimpinan itu membicarakan tentang senjata nuklir negara mereka di masa lalu.

Keduanya bertemu di sebuah hotel di Singapura, di mana mereka terlibat dalam upacara penandatanganan di depan wartawan dari seluruh dunia.

Dokumen yang ditandatangani termasuk janji dan ikrar untuk bekerja sama membangun hubungan baru antara kedua negara demi “perdamaian dan kemakmuran”.

Dokumen tersebut juga menjanjikan "denuklirisasi lengkap" di Semenanjung Korea.

Tetapi jelas rencana itu belum membuahkan hasil.

Saat ini, Korea Utara memiliki persenjataan nuklir militer yang terdiri dari sekitar 30 hingga 40 senjata.

Korea Utara juga memiliki cukup produksi bahan fisil untuk enam hingga tujuh senjata nuklir setahun.

Berbicara kepada Express.co.uk, Profesor Hubungan Internasional di Universitas Metropolitan London, Profesor Andrew Moran mengatakan Joe Biden akan menghadapi masalah besar ketika dia menjabat bulan depan.

Baca Juga: Al dan Dul, Membuat Destinasi Wisata Baru di Yogyakarta dengan Nama Restu Bumi Kreo

Moran mengatakan: “Korea Utara akan terus menjadi masalah besar bagi AS.

"Sekarang negara itu memiliki senjata nuklir dan harus diatasi."

Dan Presiden Biden mungkin tidak punya pilihan selain beralih ke China, kekuatan terbesar kedua di dunia, dalam hal memerintah di negara Korea.

Moran menambahkan: "Biden mungkin merasa dia harus meminta dukungan dari China dalam mencapai ini karena AS tidak akan dapat melakukannya sendiri."

Namun, China mungkin bukan negara terbaik untuk dituju ketika harus menerapkan kendali atas Kim Jong-un.

Kedua negara (China dan Korea Utara) telah berbagi ikatan yang erat di masa lalu dan menganggap memiliki hubungan khusus.

Hubungan khusus ini terkadang berantakan dalam beberapa tahun terakhir karena China tidak senang dengan program senjata nuklir Korea Utara, memandangnya sebagai ancaman.

China sering dianggap sebagai sekutu terdekat Korea Utara, terutama karena mereka memiliki ideologi yang sama.

Baca Juga: Korea Utara Memiliki Sebuah Tempat Misterius Ini yang Bahkan Telah Dipantau Intelijen AS Selama Lebih dari 10 Tahun, Ada Apa Sebenarnya?

China dan Korea Utara memiliki perjanjian kerja sama dan bantuan timbal balik, yang saat ini merupakan satu-satunya perjanjian pertahanan yang dimiliki negara tersebut.

Selain itu, China memiliki kedutaan besar di ibu kota Korea Utara, Pyongyang, dan konsulat jenderal di Chongjin.

Moran setuju bahwa China mungkin tidak akan memberikan bantuan kepada Biden dalam hal menahan Korea Utara.

Dia menyimpulkan: "Ini diperumit oleh fakta bahwa China tidak ingin kepemimpinan Korea Utara runtuh, karena khawatir gelombang besar pengungsi dan orang Amerika di depan pintunya."