Tapi senapan M16A1 sebenarnya kurang cocok untuk digunakan dalam pertempuran jarak dekat dan efek dari tembakan pelurunya pun bisa merusakkan pesawat.
Pasalnya tujuan operasi pembebasan sandera di pesawat DC-9 selain bertujuan menyelamatkan penumpangnya juga menyelamatkan pesawat agar bisa dioperasikan lagi.
Oleh karena itu Mayjen LB Moerdani kemudian menggantikan senapan M16A1 dengan senapan serbu H&K MP5 SD-2 buatan Jerman.
Senapan baru itu sangat cocok untuk pertempuran jarak dekat dan pelurunya yang dibuat secara khusus tidak akan merusak pesawat.
Tapi yang menjadi masalah pembagian MP5 dan pelurunya dilakukan mendadak ketika pasukan berada di dalam pesawat dan sudah bersiap di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta untuk bertolak ke Bangkok.
Merasa ragu ada yang tidak beres dengan MP5, apalagi semua pasukan antiteror belum pernah menggunakannya, Kolonel Sintong pun memberanikan diri minta ijin kepada Mayjen Benny untuk mencoba senjata.
Mayjen Benny langsung sangat marah atas permintaan Kolonel Sintong karena merasa diremehkan.
Tapi ternyata uji coba penembakan MP5 diijinkan oleh Mayjen Benny meski pesawat sudah nyala mesinnya dan nyaris berangkat.