Setahun Hilang Bak Lenyap Ditelan Bumi, Pria Ini Jalan Kaki 400 Km dari Kulon Progo ke Surabaya, Sampai Alami Razia hingga Disuntik, Kok Bisa?

Muflika Nur Fuaddah

Penulis

Kemisan hanya mengingat ia berjalan di jalan besar beraspal, melihat petunjuk jalan menuju Surabaya, dan ia hanya pakai sandal jepit.

Intisari-Online.com - Seorang pria bernama Kemisan (35) sempat menghilang selama satu tahun dan akhirnya ditemukan.

Ia kembali ke rumahnya di Pedukuhan (dusun) Plampang 2 pada Kalurahan (desa) Kalirejo, Kapanewon (kecamatan) Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pihak Dinas Sosial memulangkan Kemisan dari Surabaya.

Kemisan terlihat kurus berbalut kulit coklat gelap terbakar.

Baca Juga: Mensos Juliari Terancam Hukuman Mati Karena Terima Suap Bansos Covid-19 Sebanyak Rp17 Miliar: Begini Urutan Eksekusi Mati di Indonesia, Harus Mati dalam 1 Menit

Banyak bintik putih terang pada kulit tangan dan kaki yang membuat Kemisan terus menggaruk-garuk.

“Tidak ingat,” kata Kemisan setiap ditanya bagaimana bisa sampai ke Surabaya.

Kemisan ditemui di rumahnya, Jumat (4/12/2020).

Tak banyak yang diingat sehingga tak banyak pula yang bisa diceritakan.

Baca Juga: Terima Suap Rp17 Miliar dari Bansos Penanganan Covid-19, Warga Indonesia Minta Menteri SosialJuliari Dihukum Mati, 'Korupsidi SaatBencana Nasional Layak Dihukum Mati'

Kemisan hanya mengingat ia berjalan di jalan besar beraspal, melihat petunjuk jalan menuju Surabaya, dan ia hanya pakai sandal jepit.

Selebihnya, hanya sepotong-sepotong kejadian yang bisa diingat, termasuk terjaring razia Satpol PP di jalanan Surabaya, dikumpulkan ke sebuah panti rehabilitasi bersama banyak orang, diberi obat, dan katanya juga disuntik.

Ia juga mengingat sepotong perjalanan dari Surabaya kembali ke Wates, Kulon Progo.

“Dari (dinas sosial) Keputih (pulang) pakai mobil, antar (orang seperti dirinya) ke Ngawi, ke Temanggung, lalu ke Dinas Sosial Wates,” kata Kemisan.

Baca Juga: Mantan Agen dan Pejabat Badan Intelijen Israel Ungkap Betapa Rumitnya Operasi Pembunuhan: Persiapannya Bisa Bertahun-tahun!

Kemisan menghilang dari rumah awal Desember 2019.

Anak terakhir dari lima bersaudara ini sebenarnya tinggal bersama ibunya, Ngatiyah, yang sudah lansia.

Ketika Kemisan pergi dari rumah, Nasiran, kakaknya yang ketiga, sedang pergi bekerja.

Pria dengan tinggi sekitar 165 cm ini pergi tanpa pamit.

Baca Juga: Masing-masing Kerahkan Pasukan yang Jumlahnya 'Belum Pernah Terjadi Sebelumnya', Kini Inilah Perbandingan Kekuatan Militer China dan India, Siapa Memimpin?

Tidak ada barang apapun yang dibawa dari rumah, termasuk identitas.

Keluarganya tak mencari karena tidak tahu harus ke mana.

Banyak alasan, di antaranya kepergian tanpa pesan itu bukan yang pertama.

Kemisan pernah ke Yogyakarta, Banyumas atau bahkan Solo.

Baca Juga: Eksekusi Targetnya Secara Kejam dengan Pasta Gigi hingga Cuci Otak, Agen Rahasia Israel Mossad Telah Menjelma Jadi Mesin Pembunuh Rahasia Melebihi Agen Lainnya

Semua ditempuh dengan jalan kaki.

Setelah beberapa hari pergi, ia mendadak muncul lagi di rumah.

Alasan lain juga karena terkait perekonomian keluarga.

Akibatnya, mereka tidak bisa mencari Kemisan begitu saja.

Baca Juga: Kasus Positif Melonjak Karena Banyak Warga Indonesia yangLanggar Protokol Kesehatan, 'Kalau di Korea Utara, Mereka Sudah Pasti Ditembak Mati di Depan Umum'

“Selama ini dia pergi selalu tetap pulang,” kata Nasiran di rumahnya. Kali ini, kepergian Kemisan begitu lama. Ia pergi tepat satu tahun.

Di rentang itu, ibunya meninggal dunia tanpa kehadiran Kemisan.

Keluarganya masih optimis Kemisan bakal pulang suatu waktu nanti.

“Dia pergi ke mana-mana jalan kaki,” kata Nasiran.

Kemisan rupanya sampai Surabaya. Kalirejo, Kulon Progo – Surabaya itu jaraknya sekitar 400 kilometer.

Baca Juga: Sanggup Penggal Negara Malaysia Jadi 2 Bagian, Sebegini Kuat Kekuatan Tempur TNI di Pulau Natuna, China yang Begitu Ditakuti Itu Saja Langsung Mundur Ketakutan

Di sana, ia terjaring operasi Satpol PP satu tahun lalu. Kondisinya memprihatinkan.

Kemisan sakit kulit parah, penuh bintik putih dan gatal. Ia langsung masuk panti rehabilitasi.

Perubahan terjadi selama satu tahun perawatan. Kemisan sudah mulai bisa diajak bicara.

“Setelah perawatan setahun baru bisa diajak komunikasi. Ia mengaku berasal dari Kokap, Kulon Progo. Dinsos Surabaya menghubungi Dinsos Wates melalui Kasi Rehabilitasi, lalu disampaikan ke saya untuk melaksanakan asesmen.

Kemudian, Kemisan diterima Dukuh (kepala dusun) dan kakaknya,” kata Koordinator Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Kokap, Taufik via pesan.

Sejak itu, ia punya kesempatan kembali ke Kulon Progo. Dinsos Surabaya, kata Taufik, membawanya ke Kulon Progo dan tiba Rabu (2/12/2020) malam.

Dukuh Plampang 2, Dwi Wuryaningsih menceritakan bahwa Kemisan berlatar belakang seorang lulusan SMP.

Baca Juga: Banyak Negara Ketar-ketir Lawan China, Justru Indonesia Berani Tolak China UntukUbah Wilayahnya Pangkalan Militer, 'Kami Tak Mau Jadi Medan Perang'

Ia bisa membaca dan komunikasinya cukup baik.

Ia bahkan mengenal alamat rumah hingga identitas dirinya.

Komunikasi dengan Kemisan bisa dua arah.

Ini menyiratkan kondisi baik pada dirinya. Namun, Kemisan memang memiliki riwayat sakit syaraf pada otak di masa lalu. Pernah berobat dan menjalani terapi obat yang panjang.

“Dua Minggu sebelum kepulangan, saya mendapat kabar tentang keberadaan Kemisan di Surabaya. Saya beritahu keluarga bahwa Kemisan baik-baik saja,” kata Dwi via telepon.

Pekerjaan rumah

Persoalan orang dengan gangguna jiwa menjadi pekerjaan rumah rutin bagi pemerintah kelurahan Kalirejo.

Lurah Kalirejo, Lana mengungkapkan, ada 49 difabel dengan gangguan jiwa di desanya. Lana mengungkapkan, Kemisan salah satunya.

Kemisan bukan penderita yang berat, namun ringan.

Pengobatannya sudah berlangsung lama.

“Kami pernah membawa Kemisan ke RS Grahsia dan Magelang untuk dirawat,” kata Lana di kantornya.

Lana menceritakan, pemerintah memberikan perhatian besar pada para ODGJ di desanya.

Pasalnya, mayoritas mereka berusia produktif. Rata-rata tidak mendapat perhatian serius dari keluarga.

Baca Juga: Foto-fotonya Ketika Mengumbar Urat Bocor ke Publik, Selir Kesayangan Raja Thailand Ini Terancam Digulingkan Lagi, Akan Terima Hukuman Mengerikan Ini

Akibatnya, pemerintah desa (Pemdes) dan pedukuhan berupaya ekstra membantu pengobatan bagi para penderita.

Pemdes mendorong agar difabel gangguan jiwa tetap rutin berobat sehingga tetap bisa turut berkarya di desa dan berkembang bersama warga kebanyakan.

Lana menceritakan, para pamong desa (pejabat desa) juga punya banyak cara untuk membantu, mulai dari memberi perhatian ekonomi bagi para penderita, hingga mendorong kinerja sebuah lembaga kesejahteraan sosial (LKS) yang menangani penderita gangguan jiwa.

Tidak mudah. Hasilnya ada yang sembuh tapi malah jadi pengemis, juga ada yang kambuh lagi. Ada yang memang sakit permanen.

Namun, yang utama sejatinya perhatian serius dan dukungan penuh dari keluarga si penderita.

“Tapi saya pastikan tidak ada yang dipasung (di Kalirejo). Akibatnya risiko sering pergi-pergi,” kata Lana. (Kompas.com/Dni Julius Zebua)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Satu Tahun Hilang, Kemisan Rupanya Jalan Kaki 400 Km dari Kulon Progo ke Surabaya"

Artikel Terkait