Find Us On Social Media :

Kebenciannya Terhadap Iran Sudah Mendarah Daging, Sebelum Lengser, Trump Berencana Berikan 'Pukulan Telak' Ini pada Iran, Langsung Bisa Sebabkan Perang Besar

By Mentari DP, Kamis, 26 November 2020 | 14:40 WIB

Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

Intisari-Online.com - Walau kalah dalam Pemilihan Presiden Amerika Serikat (Pilpres AS) 2020, Donald Trump masih akan menjabat sebagai Presiden AS.

Hal ini karena Presiden AS Terpilih Joe Biden baru akan menjabat pada Januari 2021.

Oleh karenanya hanya tersisa kurang dari dua bulan bagi Trump untuk memimpin AS.

Masalahnya sisa waktu itu digunakan Trump untuk meneror negara lain.

Baca Juga: Pernah Dituduh Sebagai Pencipta Virus Corona, Mendadak Bill Gates Kembali Prediksi Kapan Pandemi Berikutnya Terjadi, 'Tidak Terlalu Merusak Tapi...'

Salah satunya adalah musuh mereka, Iran.

Dilaporkan Trump mengirim pesawat pengebom B-52 ke Timur Tengah sebagai bentuk peringatan untuk Iran.

Kabar itu muncul setelah sang presiden sebelumnya sempat mempunyai rencana menyerang situs nuklir negara itu, yang ditentang karena bisa menyebabkan perang besar.

Saat itu, dikabarkan bahwa presiden berusia 74 tahun itu berencana menghancurkan fasilitas nuklir sebelum dirinya digantikan Joe Biden.

Baca Juga: Susi Pudjiastuti Pernah Sindir Sebelum Edhy Prabowo Jadi Tersangka Suap, Ini Perbedaan Aturan Ekspor Benih Lobster Era Susi dan Edhy, 'Dia Menteri Tapi Rugikan Nelayannya'

Hubungan AS dan Iran memburuk semenjak Trump menjadi presiden pada Januari 2017, di mana dia menjatuhkan serangkaian sanksi ke Teheran.

Komando Sentral AS menyatakan, keberadaan pesawat pengebom B-52 itu untuk menjamin sekutu maupun mitra Washington serta mengancam musuh.

Setidaknya sudah ada tiga pesawat Stratofortress, terbesar di Angkatan Udara AS, yang terbang ke Timur Tengah, dilaporkan The Sun pada Selasa (24/11/2020).

Pesawat dengan daya jelajah hingga 14.000 kilometer itu dilaporkan terbang dari pangkalannnya di North Dakota dengan tujuan Qatar.

B-52 Stratofortress yang bisa membawa bom nuklir itu terbang dengan dikawal oleh jet tempur F-15 dan pesawat tanker udara KC-10 maupun KC-135.

Letnan Jenderal Greg Guillot, Komandan AU Ke-9 mengatakan, satuan mereka punya kemampuan bergerak cepat ke seluruh medan untuk merebut daerah maupun mengeksplorasi potensi serangan.

Jenderal Guillot menerangkan, misi ini tak saja membantu kru B-52 dalam memahami medan udara di kawasan sasaran, dan melakukan fungsi kontrol dan komando selama di sana.

"Mereka juga berintegrasi dengan aset baik milik AS maupun sekutu di teater, sehingga meningkatkan kesiapan pasukan gabungan," paparnya.

Washington menyiratkan bahwa keberadaan benteng udara mereka tergantung seberapa genting situasi yang terjadi di Timur Tengah.

Baca Juga: Tutup Usia di Umur 60 Tahun, Diego Maradona Diduga Kena Serangan Jantung: Hati-hati, Ini 5 Tanda Seseorang Akan Alami Serangan Jantung, Salah Satunya Kelelahan

Sebelumnya, Pentagon pernah mengirimkan pesawat yang bisa membawa 30 ton bom itu setelah membunuh komandan top Iran, Qasem Soleimani, pada Januari.

Kemudian di Mei 2019, mereka juga memberangkatkan pesawat itu setelah Teheran mengeklaim menembak jatuh drone AS.

Ini karena berada di wilayah udara mereka.

Relasi dua negara mulai memburuk setelah Trump secara sepihak mengeluarkan "Negeri Uncle Sam" dari perjanjian nuklir 2015, di 2018.

Saat itu, Trump berdalih kesepakatan era Barack Obama tersebut tidak mencakup aktivitas Iran di Timur Tengah, seperti mendanai Houthi di Yaman.

(Ardi Priyatno Utomo)

(Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Beri Peringatan ke Iran, Trump Kirim Pesawat Pengebom B-52")

Baca Juga: Sama-sama Pasukan Elite yang Dapat Latihan Militer Keras, Ternyata Pengawal Khusus Kim Jong-Un dan Paspampres Punya Banyak Kemiripan, 'Jika Bertemu, Mereka Sudah Paham'