'Tak Ada Satu Pun yang Mati', Ketika 40 Tentara AS Kalahkan 500 Tentara Bayaran Rusia, Diklaim Jadi Pertempuran Paling Berdarah Pasukan AS di Suriah

Mentari DP

Penulis

Sementara, dari 40 tentara AS yang mempertahankan sebuah pos kecil di wilayah timur Suriah, tak satu pun tewas.

Intisari-Online.com - Suriah berubah menjadi area perang.

Tapi tidak ada yang menyangka bahwa Amerika Serikat (AS) bisadipukul mundur dalam sebuah pertempuran di Suriah.

BahkanThe New York Times menyebut ini sebagai salah satu pertempuran paling berdarah tentara AS di Suriah.

Apa yang sebenarnya terjadi?

Baca Juga: Buktikan Masih Jadi yang Terbaik di Dunia, AS Jumawa Karena Miliki Rudal Hipersonik, Bisa Melesat 6.000 Mil hanya Dalam Hitungan Menit, 'Setara dengan 7,5 Kecepatan Suara'

Saat itu, tembakan artileri itu begitu gencar sehingga membuat pasukan komando AS harus bersembunyi di dalam lubang perlindungan.

Tembakan salvo gencar itu merupakan "menu" pembukaan dari sebuah serangan selama empat jam pada Februari lalu yang melibatkan 500 personel pasukan Suriah dan tentara bayaran Rusia.

Setelah pertempuran empat jam itu berakhir 200-300 orang penyerang tewas dan sisanya mundur di bawah serangan udara AS meninggalkan mayat teman-teman mereka.

Sementara, dari 40 tentara AS yang mempertahankan sebuah pos kecil di wilayah timur Suriah, tak satu pun tewas.

Rincian pertempuaran yang terjadi pada 7 Februari lalu diperoleh harian The New York Times dari sejumlah dokumen yang dilengkapi wawancara.

Baca Juga: Pamerkan Roket Baru dan Rudal Cepat yang BisaHancurkan Korea Selatan dalam Sekejab Mata, Bos Pentagon Gentar Lihat Program Nuklir Korea Utara, Langsung Beri Laporan Ini ke Donald Trump

Berbagai dokumen dan wawancara itu menegaskan salah satu pertempuran paling berdarah yang melibatkan pasukan AS di Suriah sejak dikerahkan dalam operasi pemberantasan ISIS.

Pentagon menggambarkanpertempuran itu sebagai sebuah upaya membela diri dari serangan sebuah unit pasukan pro-pemerintah Suriah.

Dalam sejumlah wawancara, para personel militer AS yang terlibat dalam pertempuran itu mengatakan, mereka amat gugup saat menyaksikan ratusan personel, kendaraan tempur, dan artileri musuh disiapkan menjelang serangan itu.

Kemungkinan bentroknya pasukan AS dan Rusia sudah lama dikhawatirkan apalagi kedua rival Perang Dingin itu berada di sisi yang berseberangan dalam perang saudara Suriah.

Beberapa hari sebelum serangan itu dimulai, di sisi yang berbeda dari Sungai Eufrat, Rusia dan AS mendukung kelompok berbeda yang sama-sama memerangi ISIS di provinsi kaya minyak, Deir el-Zor yang berbatasan dengan Irak.

Para perwira AS sudah berulang kali memperingatkan soal penumpukan pasukan itu, tetapi para perwira Rusia mengatakan mereka tak memiliki kendali atas pasukan yang berada di dekat sungai itu.

Di sisi lain, peralatan pengintai milik AS yang menangkap transmisi radio mengungkap adanya percakapan dalam bahasa Rusia di antara pasukan tersebut.

Dokumen yang diterima The New York Times hanya menyebut pasukan yang berkumpul di tepi Sungai Eufrat itu sebagai "pasukan pro-pemerintah".

Dalam pasukan itu terdapat prajurit reguler Suriah dan milisi bersenjata.

Namun, intelijen militer AS menambahkan, terdapat pasukan bayaran Rusia dalam jumlah cukup besar dalam pasukan itu.

Pasukan bayaran itu, menurut intelijen militer AS, kemungkinan besar merupakan anggota Warner Group, sebuah perusahaan yang kerap digunakan Kremlin untuk menjalankan misi rahasia yang tak bisa dikaitkan dengan pemerintah Rusia.

"Komando tertinggi Rusia di Suriah memastikan mereka bukan bagian dari pasukan Rusia," kata Menhan AS Jim Mattis kepada para senator bulan lalu.

Baca Juga: Sudah Berpengalaman di Dunia Hukum Selama 30 Tahun,Hotman ParisSebut Omnibus Law UU Cipta KerjaSangat Menguntungkan Bagi Pekerjadan Kaum Buruh,'Ini Berita Bagus'

Mattis mengatakan, dia memerintahkan Jenderal Joseph F Dunford Jr, panglima angkatan brsenjata untuk menyerang dan memusnahkan mereka.

"Dan mereka melakukannya," kata Mattis.

Hari pertempuran terjadi, satu tim pasukan khusus terdiri atas 30 personel Delta Force dan Rangers AS bersama pasukan Kurdi dan milisi Arab berjaga di sebuah pos kecil dan berdebut di dekat ladang gas Conoco, tak jauh dari kota Deir al-Zor.

Sekitar 32 kilometer dari tempat itu, di sebuah pangkalan, satu tim pasukan Green Berets dan satu peleton Marinir memandangi layar komputer mereka.

Mereka menyaksikan gambar yang dikirim drone dan kemudian mengirimkan informasi itu kepada pasukan yang berjaga di pos Conoco.

Pada pukul 15.00, pasukan Suriah mulai menjepit pasukan AS dan sekutunya di ladang gas Conoco.

Di petang harinya, lebih dari 500 personel dan 27 kendaraan tempur termasuk tank, meramaikan penyerbuan.

Sementara itu, di Pangkalan AU Al Udeid di Qatar dan di Pentagon, para perwira militer dan analis intelijen menyaksikan "drama" itu.

Para komandan memberi taklimat kepada para pilot dan kru darat sementara jet-jet tempur di kawasan itu disiagakan.

Di lokasi misi, pasukan Green Berets dan Marinir mempersiapkan pasukan reaksi yang terdiri dri 16 personel di dalam kendaraan anti-ranjau.

Mereka disiapkan jika pasukan yang berjaga di ladang gas Conoco membutuhkan bantuan.

Mereka memastikan kelengkapan persenjataan dan memastikan kendaraan mereka sudh membawa misil anti-tank, kaca mata pemantau panas, makanan, dan air minum.

Baca Juga: Sudah Jatuh Tertimpa Tangga, Masalah Covid-19 Belum Tuntas, Kini Presiden Jokowi Ingatkan Sebagian Besar Wilayah Indonesia Bisa Alami Bencana Alam Ini

Pada pukul 20.30, tiga tank T-762 buatan Rusia yang berbobot hampir 50 ton dengan meriam 125 milimeter bergerak menuju ladang gas Conoco.

Mengetahui hal ini, pasukan reaksi yang disiapkan Green Berets bersiap melakukan tugas mereka.

Di pos Conoco, pasukan AS menyaksikan barisan tank dan kendaraan tempur bergerak menuju ke arah mereka pada pukul 22.00, bermunculan dari permukiman yang membuat mereka tak terdeteksi.

Setengah jam kemudian, pasukan Suriah yang dibantu tentara baya Setengah jam kemudian, pasukan Suriah yang dibantu tentara bayaran Rusia memulai serangan.

Dokumen itu menunjukkan, pos jaga di Conoco tersebut dihujani tembakan dari tank, artileri, hingga mortir.

Hujan peluru itu membuat udara dipenuhi debu dan pecahan peluru.

Pasukan komando AS kemudian menggunakan hujan debu itu sebagai perlindungan saat bergerak untuk menyerang dengan menggunakan misil anti-tank dan senapan mesin.

Selama 15 menit pertama, para perwira AS menghubungi para komandan Rusia agar menghentikan serangan.

Saat upaya untuk menghentikan serangan tak berhasil, pasukan AS melepaskan tembakan peringatan dengan menggunakan meriam howitzer.

Namun, pasukan penyerang terus maju.

Kemudian dari kejauhan, jet-jet tempur AS F-22, F-15E, pengebom B-52, AC-130, dan helikopter serbu AH-64 Apache serta drone Reaper tiba secara bergelombang.

Selama tiga jam berikutnya, serangan udara dan artileri pasukan Marinir sukses menghancurkan pasukan musuh, tank, dan kendaraan tempur lainnya.

Baca Juga: Covid Hari Ini 15 Oktober 2020: Indonesia Peringkat ke-19 Kasus Covid-19 Terbanyak di Dunia, Ada 53 Daerah Berstatus Zona Merah, Kota Anda Masuk?

Sementara itu, pasukan reaksi bergerak ke medan pertempuran.

Dalam suasana gelap dengan jalan dipenuhi lubang bekas bom, perjalanan sejauh 32 kilometer itu amat sulit, ditambah truk pengangkut tidak menghidupkan lampunya.

Para pengemudi truk hanya mengandalkan kamera penyensor panas untuk menyusuri jalan menuju ke medan pertempuran.

Saat pasukan Green Berets dan Marinir mendekati ladang gas Conoco pada pukul 23.30, mereka terpaksa berhenti. Hujan tembakan artileri musuh terlalu berbahaya bagi mereka untuk terus maju.

Mereka menunggu hingga serangan udara bisa menghentikan tembakan artileri lawan.

Di Conoco, pasukan komando AS yang terjepit tembakan artileri musuh, mulai kehabisan amunisi.

Pada pukul 01.00, di saat frekuensi tembakan artileri mulai berkurang, pasukan Green Berets dan Marinir mulai maju menuju pos Conoco dan mulai menembaki musuh.

Saat itu, beberapa jet tempur AS sudah kembali ke pangkalan, karena kehabisan bahan bakar atau amunisi.

Dengan kedatangan pasukan tambahan itu, kini jumlah personel militer AS di lokasi pertempuran sebanyak 40 orang.

Mereka mempertahankan posisi, sementara di sisi lain, pasukan bayaran Rusia turun dari kendaraan dan bergerak maju sambil berjalan kaki.

Sejumlah pasukan Marinir sudah kehabisan peluru senapan mesin dan misil Javelin tercecer di beberapa titik.

Beberapa personel Green Berets dan Marinir melepaskan tembakan dari perlindungan mereka.

Sisanya berada di dalam truk menembakkan senapan mesin yang terpasang di atap truk.

Satu jam kemudian, pasukan musuh mulai mundur dan pasukan AS menghentikan tembakan.

Baca Juga: 10 Negara dengan Utang Luar Negeri Terbesar di Dunia, Indonesia Nomor 7, Segini Banyak Besar Utang Pemerintah, 'Dalam 10 Tahun Utang Indonesia Terus Naik'

Dari pos penjagaannya,pasukan komando AS menyaksikan tentara bayaran Rusia dan milisi Suriah mengambil mayat kawan-kawan mereka.

Sementara di pihak AS, tak ada personelnya yang terluka sementara dari aliansi Kurdi-Arab hanya satu orang yang terluka.

Jumlah korban dalam pertempuran 7 Februari itu simpang siur.

Awalnya, Rusia menyebut hanya empat warganya yang tewas. Seorang perwira Suriah mengatakan sekitar 100 tentara Suriah tewas.

Sedangkan dalam dokumen yang diperoleh The New York Times disebut 200-300 orang pasukan pro-Presiden Bashar al-Assad dinyatakan tewas.

Namun, ada sejumlah pertanyaan tersisa terutama tentang informasi para tentara bayaran Rusia itu dan alasan mereka menyerang pasukan AS.

Intelijen AS menyebut, pasukan penyerbu itu bagian dari Wagner Group yang berada di Suriah untuk merebut ladang minyak dan gas untuk pemerintahan Assad.

Intelijen AS mengatakan, tentara bayaran itu dijanjikan mendapat bagian dari produksi ladang minyak dan gas itu.

Para tentara bayaran itu tak memiliki kordinasi langsung dengan militer Rusia di Suriah meski para pemimpin Wagner Group pernah mendapat penghargaan di Kremlin dan mendapatkan pelatihan di pangkalan-pangkalan militer AS.

Sedangkan, pasukan Rusia di Suriah bersikukuh mereka tak terlibat serangan terhadap militer AS tersebut.

(Ervan Hardoko)

(Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul "Kisah Komando AS Melawan 500 Orang Tentara Bayaran Rusia di Suriah")

Baca Juga: Jadi Raja Terkaya denganKekayaanRp1.032 Triliun, Nyatanya Raja Thailand Ini Lebih Suka Bersenang-dengan dengan Puluhan Selirnya di Jerman Dibanding Urus Rakyatnya

Artikel Terkait