Penulis
Intisari-Online.com - Hingga hari ini, pandemi virus corona (Covid-19) masih menjadi momok yang menakutkan bagi seluruh warga di dunia.
Bahkan sejumlah negara di dunia tengah mengalamigelombang kedua pandemi virus corona.
Khususnya untuk negara-negara di Benua Eropa.
Dilaposkan kasus-kasus baru ini muncul bahkan sebelum dimulainya musim flu. Spanyol mengumumkan status darurat untuk Madrid minggu ini.
Kemudian, Jerman meminta para tentara untuk membantu penelusuran kontak di titik-titik penyebaran baru wabah.
Sementara itu, Italia mewajibkan penggunaan masker di luar ruangan.
Sistem kesehatan pun menghadapi permasalahan kritis dengan penuhnya rumah sakit-rumah sakit.
Para epidemiolog dan masyarakat menyalahkan pemerintah karena gagal mengontrol kemunculan kasus-kasus baru ini.
Pembatasan sosial
Ketegangan pun muncul di berbagai kota dengan diberlakukannya kembali berbagai jenis pembatasan.
Terjadi protes dari pekerja minggu ini setelah ditutup kembalinya restoran, bioskop, dan sejumlah tempat umum lainnya.
"Kami telah tutup selama enam bulan. Restoran tidak buka dan jumlah kasus masih terus meningkat."
"Saya bukan ahlinya, tetapi dari sudut pandang saya, bukan kami yang bertanggungjawab atas pandemi ini," kata salah seorang pemilik restoran di Rumania,
Marius Ciprian sebagaimana dikutipAP News, Sabtu (10/10/2020).
Mengkhawatirkan
Para ahli mengatakan bahwa tingkat infeksi yang tinggi di Eropa merupakan hasil dari pengetesan yang lebih luas, yaitu termasuk pada para pasien tanpa gejala.
Namun, tren yang ditunjukkan oleh kasus-kasus baru dianggap mengkhawatirkan.
"Kami melihat 98.000 kasus yang dilaporkan dalam 24 jam terakhir."
"Ini adalah rekor baru untuk wilayah. Ini sangat mengkhawatirkan," kata Direktor Eksekutif WHO Eropa, Robb Butler.
Meskipun sebagian dari peningkatan kasus tersebut adalah karena adanya peningkatan tes, Robb menilai bahwa kondisi tersebut tetap mengkhawatirkan, yaitu apabila wabah memang kembali terjadi dan meluas.
Selain itu, Robb juga mengungkapkan perhatiannya karena banyaknya negara yang masih memiliki kekurangan dalam kapasitas pengujian, penelusuran, dan perawatan untuk menghadapi gelombang kedua pandemi saat gelombang pertama belum benar-benar selesai.
"Mereka harus menggunakan waktu untuk memperkuat sistem dukungan'temukan, tes, telusuri, isolasi'," kata Profesor Kesehatan Publik di London School of Hygiene and Tropical Medicine, Dr Martin McKee.
Tidak belajar dari gelombang pertama
Dengan lonjakan kasus yang terjadi, potensi kekurangan ruang dan bed di rumah sakit pun menjadi perhatian.
Di Italia, para ahli anestesi memperingatkan, tanpa pembatasan baru, unit layanan intensif di Lazio di sekitar Roma dan Campania di sekitar Naples akan penuh dalam satu bulan ini.
Campania sendiri hanya memiliki 671 bed untuk pasien Covid-19 dan 530 di antaranya telah terisi.
Sementara itu, di Campania, pemerintah menyebut bahwa separuh dari 100 bed unit layanan intensif untuk pasien virus corona juga telah terisi.
Kondisi yang lebih buruk juga telah terjadi di Perancis.
Para pekerja rumah sakit publik di Paris melakukan protes minggu ini untuk meminta pemerintah berinvestasi di unit layanan intensif.
"Kita tidak belajar dari gelombang pertama pandemi," kata Kepala Penyakit Menular di Tenon Hospital Paris, Dr Gilles Pialox.
Kondisi terkini
Asisten Direktur Darurat di Severo Ochoa Hospital Madrid, Dr Luiz Izquierdo mengatakan bahwa setidaknya saat ini, dokter-dokter mengetahui sedikit tentang pengobatan yang bekerja.
Meskipun belum ada obat yang diklaim secara pasti untuk menyembuhkan pasien Covid-19.
Di awal pandemi, dokter-dokter di Italia dan Spanyol memberikan setiap obat yang mungkin dapat menyembuhkan pasien.
"Sekarang, kami telah mengetahui lebih banyak," kata Izquierdo.
Namun demikian, mengetahui jenis pengobatan bukan akhir dari penanganan pandemi.
Minggu ini, WHO mulai memberikan nasihat psikologis tentang bagaimana menjaga kewaspadaan para tenaga medis di tengah kelelahan akibat pandemi yang melanda.
"Kelelahan itu wajar. Hal itu dapat terjadi saat kita mengalami krisis atau kondisi darurat yang berkepanjangan seperti ini," kata Butler.
Untuk itu, WHO pun mengeluarkan saran baru untuk pemerintah, yaitu agar mempertimbangkan lebih banyak faktor sosial, psikologis, dan emosional saat memutuskan pemberlakuan penguncian, penutupan, maupun pembatasan lain.
Sebagai informasi, melansir data dari lamanWorldometers, Sabtu (10/10/2020), jumlah kasus Covid-19 di dunia telah mencapai lebih dari 37 juta kasus dengan 1 juta kasus kematian di dalamnya.
(Vina Fadhrotul Mukaromah)
(Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul "Saat Eropa Tak Siap Menghadapi Gelombang Kedua Pandemi Corona...")