Penulis
Intisari-online.com -Administrasi Presiden Donald Trump terapkan sanksi lagi kepada Iran.
Kali ini, bukan dalam aspek pengadaan senjata nuklir.
Mengutip AFP, sanksi yang diberikan pada hari Kamis tersebut merambah ke sektor bank Iran.
Tindakan tersebut membuat Iran berang.
Pasalnya, sanksi ke sektor bank Iran menjadi cara melumpuhkan Iran.
Entah kebetulan atau tidak, tapi tindakan ini dilakukan mendekati pemilihan presiden AS.
Departemen Keuangan mengatakan mereka menarget 18 bank besar milik Iran.
Tindakan itu dapat memotong aliran uang dari sistem finansial dunia ke negara dengan populasi 80 juta orang tersebut.
Padahal, Iran saat ini berada di titik cukup rendah, dengan perlu dana menghadapi wabah Covid-19 yang memburuk.
AS menampik kekhawatiran dari sekutu Eropa mereka, yang sebut sanksi itu dapat sebabkan penderitaan terus-terusan.
Uni Eropa juga meminta AS untuk memberikan pertimbangan kemanusiaan.
Namun, Mike Pompeo menolak hak tersebut.
"Sanksi kami ditujukan untuk rezim mereka yang memiliki pejabat yang korup.
"Mereka gunakan kekayaan warga Iran untuk biayai radikalisme dan revolusi yang telah sebabkan penderitaan di seluruh Timur Tengah, bahkan lebih."
Ia juga katakan pemimpin Iran patutnya disalahkan karena mengalihkan dana ke militer mereka, padahal dana kesehatan kurang.
"Kampanye tekanan maksimal kami akan lanjut sampai Iran berkehendak untuk bungkus negosiasi komprehensif yang hentikan perilaku rezim mengerikan itu," lanjut Pompeo.
Lebih lanjut, Departemen Keuangan tidak mendaftar tuduhan spesifik terhadap sebagian besar bank.
Alih-alih, mereka mendeklarasikan secara luas jika seluruh sektor finansial Iran kemungkinan besar digunakan untuk mendukung kontes senjata pemerintah dan upaya penaklukan regional mereka.
Menteri Luar Negeri iran, Muhammad Javad Zarif, menuduh AS mencoba "meledakkan saluran bantuan yang tersisa yang kami perlukan untuk makan dan obat" selama pandemi ini.
"Warga Iran AKAN selamat dari kekejaman ini. Namun berkonspirasi untuk membuat seluruh populasi kelaparan adalah kejahatan melawan kemanusiaan," tulis Zarif di Twitter.
"Penjambret dan siapapun yang memblokir uang kami, AKAN hadapi keadilan."
'Sadisme'?
Departemen Keuangan mengatakan mereka membebaskan transaksi kemanusiaan seperti makanan dan obat-obatan.
Namun diplomat Eropa berargumen jika sanksi AS memiliki konsekuensi yang tidak bisa dihindari.
Apalagi, dengan hanya sedikit institusi bersedia mengambil risiko aksi legal di ekonomi terbesar dunia.
Barbara Slavin, direktur dari Inisiatif Masa Depan Iran di Dewan Atlantik, menggambarkan gerakan tersebut sebagai tindakan sadisme sebagai kebijakan luar negeri.
Ia juga mengatakan, tidak heran jika Teheran akan memihak China.
"Sanksi ini adalah apa yang mungkin jadi aksi terakhir mereka di minggu-minggu terakhir mereka di Gedung Putih.
"Sehingga, mereka meningkatkan tekanannya, tanpa sadar hal itu hanya akan membuat warga Iran sengsara, memprovokasi ketidakstabilan regional dan mengancam sanksi jangka panjang penggunaan dollar," ujarnya.
Trump ambil langkah ini setelah bujukannya kepada PBB untuk perpanjang sanksi nuklir Iran gagal.
Sekutu Eropa mereka juga menolak argumen AS bahwa Washington memiliki kekuasaan untuk merevisi sanksi PBB terhadap Iran.
Anggota DPR dari Partai Demokrat, Ted Deutch, yang fokus dalam komite Timur Tengah, mengaitkan Trump melakukannya sendiri dengan kegagalan diplomatik.
"Tujuan sanksi ini adalah untuk mengubah perilaku rezim, bukan merugikan warga sipil selama pandemi," tulis Deutch di Twitter.
Detik-detik sebelum pemilu
Departemen Keuangan mengatakan sanksi itu akan berlaku dalam 45 hari.
Hal itu memberi perusahaan waktu untuk menghentikan transaksi di Iran.
Kerangka waktu juga akan memberi siapa pun yang bekerja dengan Iran kesempatan untuk menyaksikan pemilihan 3 November.
Trump telah terang-terangan hentikan ekspor minyak Iran dan mundur dari negosiasi nuklir yang dibuat pada kala mantan presiden Barack Obama menjabat.
Kandidat Wakil Presiden dari Demokrat, Kamala Harris, dalam debat Rabu kemarin menyebutkan jika mundurnya Trump telah membuat Iran semakin getol membangun senjata nuklir yang cukup signifikan.
"Karena pendekatan Donald Trump yang memaksa dalam kebijakan luar negerinya, ditambah dengan isolasionisme, ia telah membuat Amerika terancam," ujarnya.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini