Find Us On Social Media :

Pro dan Kontra Terus Bermunculan, Tapi Omnibus Law UU Cipta Kerja Sudah Disahkan oleh DPR, Adakah Cara untuk Membatalkannya?

By Mentari DP, Rabu, 7 Oktober 2020 | 12:30 WIB

Suasana pembahasan tingkat II RUU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020).

Intisari-Online.com - Undang-Undang (UU) Cipta Kerja menjadi perbicaraan sejak beberapa hari terakhir.

Hal ini karena DPR RI telah menghasilkan pengesahan omnibus law RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU) pada Senin (5/10/2020).

Pro dan kontra pun langsung bermunculan.

Bahkan hal ini memicu aksi demonstrasi di berbagai kota.

Baca Juga: Hanya 3 Hari Dirawat dan Kembali ke Gedung Putih, Video Ini Perlihatkan Kondisi Trump Jauh dari Kata Sehat, Dokter: Trump Jelas Kesulitan Bernapas

Lantas, apakah omnibus law UU Cipta Kerja bisa dibatalkan?

Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti, mengatakan tidak ada cara untuk membatalkan UU Cipta Kerja.

"Intinya ya kalau sudah diketok seperti ini, tidak ada lagi."

"Tidak ada lagi sama sekali cara untuk membatalkan," kata Bivitri saat dihubungi Kompas.com pada Senin (6/10/2020). 

Namun, lanjut dia, kalau di atas kertas, terdapat cara dengan mengeluarkan Perppu (Peraturan Permerintah Pengganti Undang-Undang).

Baca Juga: Tuduh China 'Infeksi Dunia', Warga Negeri Panda Berduyun-duyun Ejek Trump Pasca Terinfeksi Covid-19, Bahkan Sebut Kejadian Itu Bak 'Hadiah Hari Nasional'

"Perppu juga bukan membatalkan, tapi membuat materi muatan UU baru dalam bentuk Perppu menggunakan kekuasaan Presiden untuk mengeluarkan Perppu, 'bila ada hal ihwal kegentingan memaksa'," ujar Bivitri.

Sehingga, Perppu juga bukan prosedur biasa, harus abnormal dengan alasan kegentingan memaksa.

"Jadi sebenarnya enggak ada mekanisme (pembatalan) itu," tuturnya.

Bivitri melanjutkan, dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, menuliskan proses pembentukan Perppu mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan pengundangan.

Ia menjelaskan, Perppu merupakan wewenang khusus Presiden berdasarkan Pasal 22 Konstitusi dan dalam hal ihwal kegentingan memaksa, dan tidak termasuk "prosedur tambahan".

Sementara, dalam hal mengajukan permohonan uji materi atau judicial review terhadap UU ke Mahkamah Konstitusi (MK), ia mengatakan juga bukan bersifat "membatalkan".

"Kalau MK itu menguji inskonstitusionalitas, dan belum tentu juga hakim setuju," ujarnya.

Uji yang dilakukan di MK dapat berupa uji formil dan uji materil.

Dia menjelaskan uji formil terkait dengan cara pembahasan, sementara uji materil berhubungan dengan pasal-pasal di dalamnya apakah konstitusional atau tidak.

"Kalau ada yang inskonstitusional maka pasal-pasal yang dimintakan dibatalkan itu jadi inskonstutisional dan karenanya batal."

"Tapi itu melalui judicial proses, kalau membatalkan ya enggak ada," tambah Bivitri.

Baca Juga: Kondisi Trump Belum Jelas Pasca Terinfeksi Covid-19, Investor Mulai Siap-siap Jika Joe Biden Menang Pilpres Amerika Serikat, 'Trump Kehilangan Waktu'

Lebih lanjut, setelah UU telah selesai dibahas, tahapan selanjutnya adalah pengesahan dan pengundangan.

"Pengesahan itu cuma tanda tangan Presiden, dan pengundangan itu yang diberikan nomor," ujarnya.

Kendati begitu, UU yang tidak ditandatangani Presiden juga tetap akan diundangkan.

"Memang adalagi yang namanya Presiden tidak tanda tangan Undang-Undang."

"Tapi, itu tidak ada pengaruhnya terhadap batal atau tidaknya suatu Undang-Undang," kata Bivitri.

"UU karena sudah diketok, akan diundangkan anyway tapi tanpa tanda tangan presiden," lanjutnya. 

Judicial review

Sebagai tambahan informasi, melansir indonesia.go.id, judicial review atau hak uji materi merupakan proses pengujian peraturan perundang-undangan yang lebih rendah terhadap peraturan perundang-undangan lebih tinggi yang dilakukan oleh lembaga peradilan.

Dalam praktiknya, judicial review undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945 dilakukan oleh MK.

Sementara itu, pengujian peraturan perundang-undangan di bawah UU terhadap UU dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA).

Mengenai judicial review ke MK, pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu:

- Perorangan warga negara Indonesia

Baca Juga: Saham Anjlok hingga Harga Minyak Mentah Jatuh, Banyak Dampak Buruk Bermunculan Pasca Trump Terjangkit Covid-19, Amerika Bisa Sampai pada 'Titik Kritis'

 

- Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang

- Badan hukum publik atau privat, atau

- Lembaga negara

Bagaimana prosedur pengajuan perkara untuk judicial review MK?

Pengajuan permohonan judicial review ke MK diajukan langsung ke gedung MK di Jakarta atau bisa secara online melalui laman http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/.

Permohonan harus ditulis dalam bahasa Indonesia baku, ditandatangani oleh pemohon/kuasanya dan dibuat dalam 12 rangkap.

Permohonan yang dibuat harus memuat jenis perkara yang dimaksud, disertai bukti pendukung dengan sistematika:

- Identitas dan legal standing

- Posita

- Posita petitum Petitum

Prosedur pendaftarannya sebagai berikut:

a. Pemeriksaan kelengkapan permohonan panitera.

- Belum lengkap, diberitahukan

- 7 (tujuh) hari sejak diberitahu, wajib dilengkapi

Baca Juga: 'Pesawat Kiamat' Terbang di Atas Langit Washington Pasca Trump Terinfeksi Covid-19, Seolah Beri Peringatan pada Musuh-musuh Amerika, 'Komando Nuklir AS Tetap Aktif, Bahkan Jika Presiden Sakit'

 

b. Registrasi sesuai dengan perkara.

- 7 (tujuh) hari kerja sejak registrasi untuk perkara.

- Setelah berkas permohonan Judicial Review masuk, maka dalam 14 hari kerja setelah registrasi ditetapkan Hari Sidang I (kecuali perkara Perselisihan Hasil Pemilu) akan ditetapkan jadwal sidang.

Para pihak berperkara kemudian diberitahu/dipanggil, dan jadwal sidang perkara tersebut diumumkan kepada masyarakat.

Selain itu, perlu juga diketahui tentang pemberian salinan permohonan saat memasukkan berkas permohonan ke MK.

1. Pengujian undang-undang

- Salinan permohonan disampaikan kepada Presiden dan DPR Permohonan diberitahukan kepada Mahkamah Agung

2. Sengketa kewenangan lembaga negara

- Salinan permohonan disampaikan kepada lembaga negara termohon

3. Pembubaran Partai Politik

- Salinan permohonan disampaikan kepada Parpol yang bersangkutan

4. Pendapat DPR

- Salinan permohonan disampaikan kepada Presiden

(Mela Arnani)

(Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Disahkan DPR, Adakah Cara Membatalkan UU Cipta Kerja?")

Baca Juga: Dinyatakan Positif Virus Corona, Presiden Donald Trump Dipindahkan ke Rumah Sakit, 'Dia Alami Gejala Ringan dan Sudah Konsumsi Seng, Vitamin D, hingga Aspirin'