Find Us On Social Media :

Padahal Jelas-jelas Hanya Mau Ambil Untung dari Kemerdekaan Timor Leste, Australia Sesumbar Sebut Dirinya Pahlawan di Timor Leste, Ini Alasannya

By Khaerunisa, Senin, 21 September 2020 | 17:00 WIB

Ilustrasi Peta Timor Leste

Baca Juga: Disebut 6.000 Lebih Mematikan daripada Sianida, Benda Ini Nyaris Bisa Bikin Donald Trump Meninggal, Untung Saja Langsung Diamankan

Ia mengungkapkan bahwa pasukan Interfet yang dipimpin Australia, dengan cakap dipimpin oleh gubernur jenderal, Peter Cosgrove, sangat kontras dengan militer Indonesia (TNI), yang secara moral bertindak sebagai milisi pro-integrasi di provinsi.

Namun, kenyataan yang terjadi tidak demikian. Justru Australia sangat ingin menghindari penempatan pasukan penjaga perdamaian militer.

"Kenyataannya adalah bahwa sepanjang 1999, ketika ketegangan terus meningkat di Timor Lorosa'e setelah Presiden Indonesia BJ Habibie mengumumkan tindakan penentuan nasib sendiri, Australia sangat ingin menghindari penempatan pasukan penjaga perdamaian militer dan ingin menenangkan diri," katanya.

Ia mengungkapkan bahwa militer Amerika Serikat-lah yang memiliki peran dalam masa tersebut.

Baca Juga: Ngeri-ngeri Sedap, Inilah Maria Talarico Wanita yang Bersaksi Setelah Kesurupan Arwah Korban Pembunuhan, Ungkap Fakta Mengerikan Setelah Lewat Lokasi Jasad Korban Dibuang

Daled mengungkapkan bahwa serangkaian dokumen yang dirilis oleh proyek Indonesia dan Timor Lorosa'e yang berbasis di AS lebih jauh menjelaskan apa yang selalu ditunjukkan oleh analisis subversif.

"Pemerintah federal kita sangat ingin mengecilkan perbedaannya yang sebenarnya dengan AS sepanjang 1999 tentang perlunya penempatan penjaga perdamaian dini untuk mengakhiri kekerasan yang diantisipasi," katanya.

"Pada akhirnya juga mengandalkan ancaman kekuatan militer Amerika untuk mendapatkan Jakarta agar mengizinkan Interfet yang dimandatkan PBB ke Timor Lorosa'e," lanjutnya.

Hal lain yang diungkap dokumen tersebut yaitu bahwa menteri Australia, termasuk Howard dan menteri luar negeri saat itu, Alexander Downer, menolak anggapan bahwa TNI mengatur kekerasan, dengan menyatakan bahwa hanya 'elemen liar' atau 'elemen nakal' yang terlibat.